AKU RA POPO!

AKU RA POPO!

 

Ketika masa kampanye Pilpres th 2014 dimulai, ada sebuah ungkapan yang segera menjadi viral dan populer. ”Aku ra popo”, demikian kata Jokowi, disertai senyumnya yang khas, yang pada masa awal kampanye mendapat serangan bertubi-tubi dari para lawan politiknya. 

Aku ra popo” dalam bahasa Jawa artinya, “Saya tidak apa-apa. Saya baik-baik saja.” Semacam penegasan bahwa yang bersangkutan tidak mengalami masalah. Baik-baik saja, walaupun sejumlah serangan, hujatan, tuduhan, menimpanya. Tetapi semua terlontar balik, membal seperti bola karet dan tidak melukai yang bersangkutan.

Jika kita perhatikan dengan seksama, sebenarnya dalam ibadah, baik di gereja maupun di persekutuan wilayah, kadang-kadang kita juga menyanyikan sebuah lagu/hymne yang refrein-nya mengarah pada pernyataan bahwa kita baik-baik saja, yang jika diterjemahkan secara bebas berbunyi, “Aku ra popo, aku ra popo”. Anda tahu lagunya? Lagu tersebut adalah “It Is Well With My Soul” yang dalam bahasa Indonesia berjudul, “Di Kala Hidupku Tenteram” (Pelengkap Kidung Jemaat No.232) dan dalam versi Batak berjudul, “Dung Sonang Rohangku”. Saya sendiri sangat menyukai lagu tersebut.

Lirik lagu ini tercipta oleh Horatio Gates Spafford dan dipublikasikan pertama kali pada tahun 1876. Spafford adalah seorang pengacara sukses di Chicago. Kesuksesannya mengantar beliau sebagai pebisnis/investor juga sebagai pengajar/dosen. Di sisi lain, Spafford juga seorang yang aktif dalam pelayan gerejawi, khususnya mendukung pelayanan penginjil/pengkhotbah KKR Dr. DL. Moody. Beliau mempunyai 5 orang anak, 4 perempuan, 1 laki-laki. Kisah hidup Spafford bisa dibayangkan mirip kisah Ayub dalam Alkitab. Puteranya yang baru berusia 4 tahun meninggal. Lalu investasinya dalam bidang properti dan bidang-bidang lainnya ludes ketika kebakaran besar melanda Chicago pada tahun 1871, disusul dengan krisis ekonomi pada 1873. 

Dalam situasi yang demikian, Spafford dan keluarga yang sudah berjanji kepada Dr. Moody akan menyertai pelayanannya di Inggris, berangkat dan berlayar bersama isteri dan 4 puterinya ke Inggris. Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Di saat-saat terakhir menjelang keberangkatan, Spafford harus menunda keberangkatannya ke Inggris. Namun isteri dan 4 orang puterinya tetap berangkat dengan menggunakan kapal SS Ville du Havre dan Spafford akan menyusul kemudian. Ville du Havre mengalami kecelakan laut, bertabrakan dengan kapal lain. Keempat puterinya tewas. Isterinya selamat. Mdm Spafford mengirim telegram kepada suaminya. Singkat. “Hanya aku sendiri yang selamat” (“Saved alone”). Spafford menyusul, berlayar ke Inggris. Dalam kesedihan yang bertubi-tubi, saat kapal melintasi lokasi kecelakaan Ville du Havre, terciptalah sebuah puisi yang kemudian menjadi lirik lagu “It is well with my soul”, yang digubah oleh Philip Bliss.

Dua bait pertama lagu itu mengekspresikan kesedihan Spafford atas kejadian dan kesedihan yang menimpanya, dua bait berikutnya melukiskan ungkapan syukur Spafford kepada Kristus yang telah menebus dosa-dosanya dan memberi kedamaian, dan bait terakhir melukiskan betapa Allah selalu melimpahinya dengan berkat. Setiap bait diakhiri dengan refrein, “It is well with my soul, it is well with my soul” yang berarti “Jiwaku tidak apa-apa, jiwaku baik-baik saja”. Aku tegar, aku tabah dan aku tetap melanjutkan hidupku, meneruskan pelayananku, dan tetap setia kepada Tuhan. Saya baik-baik saja. Aku ra popo.

Jika Spafford mengikrarkan kesetiaannya kepada Tuhan melalu puisi yang kemudian digubah menjadi lagu, maka Alkitab mencatat ikrar seorang panglima purnawirawan sebagai berikut, “Oleh sebab itu, takutlah akan TUHAN dan beribadahlah kepada-Nya dengan tulus ikhlas dan setia. Jauhkanlah allah yang kepadanya nenek moyangmu telah beribadah di seberang sungai Efrat dan di Mesir, dan beribadahlah kepada TUHAN. Tetapi jika kamu anggap tidak baik untuk beribadah kepada TUHAN, pilihlah pada hari ini kepada siapa kamu akan beribadah; allah yang kepadanya nenek moyangmu beribadah di seberang sungai Efrat, atau allah orang Amori yang negerinya kamu diami ini. Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada TUHAN.” [Yosua 24:14-15]. Cuplikan dari pidato perpisahan Yosua kepada bangsanya di masa tuanya, menjelang akhir hidupnya. Sama seperti Spafford, setelah melalui semua perjuangan dan pertempuran maka pada akhirnya adalah ketenangan, kedamaian  dan kekuatan yang bersandar pada Allah semata.

Kembali ke Pak De Jokowi, tujuh tahun sudah beliau memimpin negeri ini. Banyak sudah perubahan dan kemajuan beliau persembahkan bagi bangsa ini. Namun menghadapi hujatan, ucapan nyinyir, khususnya selama Pandemi COVID-19, beliau tetap tenang, tegar dan kuat dengan tetap bersandar kepada Allah sesuai ajaran agamanya. Semua berjalan baik dan bahkan pemerintah mendapat pujian dunia untuk penanganan COVID-19 di negeri ini. Nah, bisa kita bayangkan bahwa sebuah kalimat  “Aku ra popo”, “It is well…It is well with my soul”, ternyata mengandung penguatan bagi seseorang yang memilih menjalani hidup dengan bersandar kepada Allah. Apapun agama yang mereka anut. Keputusan ada di tangan kita masing-masing. Apakah kita memilih untuk tetap berada dalam kesedihan seumur hidup atau memilih move on dari pergumulan besar dan berkata “tenang dan kuatlah jiwaku” – Aku ra popo! Yang jelas, TUHAN telah memilih untuk menyertai umat-Nya dalam situasi dan kondisi apapun. Bagaimana dengan kita?

 Pdt. Sri Yuliana