Alkitab Terjemahan Lama (Alkitab Dalam Masa Peralihan)

Alkitab Terjemahan Lama (Alkitab Dalam Masa Peralihan)

 

Ketika Indonesia dan Malaysia menjadi negara merdeka yang berdaulat, lahirlah bahasa-bahasa nasional, bahasa Indonesia dan bahasa Malaysia. Perkembangan bahasa-bahasa nasional yang pesat ini membuat terjemahan Alkitab yang lama semakin jauh tertinggal. Perubahan situasi politik, sosial, budaya dan keagamaan menuntut terjemahan Alkitab yang lebih memadai, yaitu lebih sesuai dengan keadaan yang baru. Perbedaan pemakaian istilah di Indonesia dan di Malaysia juga perlu dipertimbangkan, contohnya: “Karena dengan percuma kamu dapat, berikanlah juga dengan percuma”- Mat. 10:8 Bode/TL. Dalam bahasa Malaysia “percuma” sama artinya dengan “cuma-cuma” dalam bahasa Indonesia; sedangkan dalam bahasa Indonesia kata “percuma” artinya sia-sia, tidak berguna”. Jadi, ayat tersebut dalam terjemahan Bode masih dimengerti di Malaysia, tetapi di Indonesia justru menimbulkan salah pengertian yang fatal.

Terjemahan yang baru jelas dibutuhkan, hal itu tidak dapat ditawar. Namun, sementara terjemahan yang baru diusahakan, bagaimanakah kebutuhan Alkitab umat Kristiani yang hidup di negara yang baru merdeka itu dapat dipenuhi? Untuk memenuhi kebutuhan sementara, Lembaga Alkitab Indonesia memutuskan untuk menerbitkan terbitan darurat, yaitu gabungan Perjanjian Lama Klinkert (1897) dan Perjanjian Baru Bode (1938). Alkitab yang dicetak pada tahun 1958 inilah yang sekarang dikenal sebagai Terjemahan Lama. Jadi, sebenarnya Terjemahan Lama ini bukanlah terjemahan yang paling lama, paling tua atau paling asli, sebab baik PL Klinkert (1879) maupun PB Bode (1938) sudah merupakan usaha perbaikan/revisi yang kesekian kalinya.

 

*Saduran dari buku Mengenal Alkitab Anda (Daud H. Soesilo)