Berjalan Dalam Keterbatasan

Berjalan Dalam Keterbatasan

Tragedi Gempa  yang terjadi beberapa waktu lalu yang berpusat di Banten dan terasa goyangannya di Jakarta membuat banyak orang panik dan ketakutan.   Banyak kotbah dan tulisan renungan mungkin tidak bisa mengingatkan sebagian orang tentang Tuhan,  tetapi dua menit gempa membuatnya berteriak memanggil Tuhan.

Seminggu sebelumnya, gunungTangkuban Perahu mengeluarkan letusan debu,  dan menjadi sumber kuatir bagi beberapa kalangan.  Teringat dengan Gunung Sinabung, yang ratusan tahun sudah diam dan suatu waktu meletus dan ternyata berkepanjangan.

Kematian seorang yang masih muda dan menjadi pimpinan dari sebuah perusahaan terkenal juga menjadi perbincangan di media sosial.   Orang bertanya tentang keterbatasan manusia dan bagaimana kita memaknainya.

Di katakan dalam Yakobus 4:14-16   “sedang kamu tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Apakah arti hidupmu? Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap.  Sebenarnya kamu harus berkata: "Jika Tuhan menghendakinya, kami akan hidup dan berbuat ini dan itu."   Tetapi sekarang kamu memegahkan diri dalam congkakmu, dan semua kemegahan yang demikian adalah salah.”

Perikop itu diberikan judul “Jangan melupakan Tuhan dalam perencanaan”.

Manusia adalah mahluk ciptaan tertinggi dan paling mulia yang diberikan akal budi oleh Tuhan.   Dengan akal budi itu manusia bisa melakukan termasuk “menciptakan” yang tidak bisa dilakukan ciptaan lain.  Burung bisa terbang tetapi manusia bisa terbang lebih tinggi dan jauh dari burung dengan pesawat ciptaan manusia.    Menciptakan komputer,  alat transportasi,  kecantikan, kesehatan dan berbagai hal.

Kemampuan manusia itu sering membuat manusia jatuh dalam kesombongan dan melupakan hakekatnya sebagai mahluk ciptaan yang pada akhirnya adalah terbatas.    Ada yang jatuh dalam kesombongan, arogansi, tidak peduli dengan orang lain dan sejenisnya.

Bermegah diri (sombong, congkak, tinggih hati, dll) bisa terjadi karena kekayaan, kepintaran, jabatan,  fisik (cantik / ganteng), terkenal,  banyak teman dan rupa-rupa prestasi dan kebanggaan manusia.

Namun kita menyadari bahwa pada akhirnya semua itu akan selesai dan lenyap dan tidak pernah bisa kita kendalikan 100 %. 

Lalu buat apa dan mengapa kita sombong?   Tidak ada gunanya.   Jadilah manusia yang rendah hati dan menyadari (mengakui) keterbatasan kita.  Pada hakekatnya apapun yang miliki ada dalam kasih karunia Tuhan.  Betul kita bertindak, berupaya dan melakukan hal yang menjadi tugas kita.  Tetapi tanpa kasih dan anugerah Tuhan maka semuanya itu tidak berarti dan malah kelak bisa jadi menghancurkan diri kita.