Berjuang dalam Keterbatasan

Berjuang dalam Keterbatasan

Sapaan LAI

Sebagai anak desa yang kondisi infrastruktur dan ekonominya serba terbatas, saya sering merasa hidup nyaris hanya mengalir saja. Saya seringkali terjebak hanya melakukan hal-hal rutin tanpa paham kemana ujungnya.

Saya menempuh pendidikan SD dan SMP nyaris tak berani membayangan tentang kelanjutan sekolah sesudah lulus SMP. Di kecamatan dimana saya tinggal, saat itu hanya ada satu SMP swasta yang fasilitas dan gurunya serba terbatas.

Desa dimana saya tinggal termasuk desa yang sangat sulit air. Kami bergantung dengan penampungan air hujan yang pasti akan cepat habis di musim kemarau. Bila musim kemarau tiba, mayoritas kegiatan penduduk adalah mencari air di sumur-sumur tertentu yang masih memiliki mata air.

Mandi satu kali sehari sudah merupakan kemewahan tersendiri saat musim kemarau. Prioritas utama penggunaan air adalah untuk memasak nasi, lauk, sayuran dan minum. Penyakit kulit seperti bukan penyakit lagi, karena hampir semua orang di desa saya mengidapnya.

Bencana banjir, gunung meletus, "pagebluk" kolera dan muntaber serta banyak kasus malaria dan TBC menjadi bagian warna-warni perjalanan hidup masa kecil sampai remaja saya. Bisa melewati itu semua sungguh suatu mujizat luar biasa.

Mungkin segala keterbatasan itu menjadikan saya tidak mudah menyerah dalam berjuang dan menggapai cita-cita. Bahkan sampai dalam situasi yang sepertinya "tidak mungkin", saya malah sering merasa tertantang untuk menjadikannya "mungkin".

Keterbatasan bukan alasan untuk diam dan tak melakukan apapun. Keterbatasan adalah tantangan untuk menciptakan terobosan-terobosan. Keterbatasan justru menjadi pemicu "adrenalin" untuk terus mendaki dan bila perlu melompat ke atas.

Belakangan saya sungguh mengimani adanya kekuatan Roh Kudus yang menolong saya, saudara-saudara saya dan orang tua saya. Dahsyat sekali kuasaNya.

Pandemi Covid-19 tidak menjadi alasan individu, keluarga, komunitas dan masyarakat pada umumnya untuk menyerah. Kegigihan, keberanian, dan komitmen untuk terus berusaha serta berkarya di tengah keterbatasan, menjadi syarat mutlak untuk bertahan dan bahkan sukses melampaui segala tantangan yang ada.

Sepanjang pandemi Covid-19 yang sudah sembilan bulan berlangsung, LAI sama sekali tidak menghentikan mandat, program dan aktivitasnya. Sebaliknya Inovasi produk-produk digital terus bertambah dalam bentuk program harian, mingguan, dwi mingguan dan berbagai acara khusus bulanan.

LAI berjuang terus untuk tetap hadir di tengah kehidupan umat yang serba terbatas. Setidaknya LAI hadir agar dapat menjadi kawan di kala kesesakan. Bahkan LAI mengajak semua umat untuk berarak-arakan bersama menghadirkan Firman Allah sampai ke ujung bumi. Dengan kita sibuk mengurus orang lain, maka Tuhan pasti akan mengurus kita.

Salam Alkitab untuk Semua.

 

Dr. Sigit Triyono