Domba Paskah Dan Isolasi 14 Hari Lawan Covid 19?

Domba Paskah Dan Isolasi 14 Hari Lawan Covid 19?

 

Baru-baru ini ada pembaca Alkitab membagikan apa yang ditemukannya mengenai persiapan perayaan Paskah menjelang peristiwa keluarnya umat Israel dari Mesir (Kel. 12). Salah satu ayat yang memikat perhatian adalah tentang anak domba yang harus dikurung sampai hari ke-14 bulan pertama. Angka 14 hari ini serasa menggaungkan seruan melakukan isolasi 14 hari yang merupakan bagian dari penjarakan fisik (physical distancing) di tengah amukan wabah Covid 19. Apakah ini suatu kebetulan? Apa kaitannya dengan Paskah yang akan dirayakan dalam waktu dekat? 

(1) Keluaran 12 tentu saja berbicara tentang Paskah dalam Perjanjian Lama. Saat itu umat Israel diperintahkan untuk bersiap-siap meninggalkan Mesir. Situasinya sangat genting dan mencekam. Sebentar lagi Tuhan akan menimpakan tulah kesepuluh yang menewaskan seluruh anak sulung, baik manusia maupun ternak (Kel. 12:12). Umat-Nya akan luput bila ambang dan tiang rumah mereka dibubuhi darah anak domba yang disembelih. Mereka tidak boleh keluar dari rumah sampai pagi (12:13, 22). 

(2) Dalam konteks persiapan menjelang peristiwa Keluaran itulah kita membaca tentang anak domba yang harus disediakan oleh keluarga-keluarga (12:3-4). Mereka harus menyisihkan seekor anak domba jantan berusia setahun dan tak bercacat untuk jamuan Paskah. Hewan ini harus diambil pada tanggal 10 bulan pertama, lalu dikurung sampai hari ke-14 bulan yang sama. Jika disebut “isolasi”, durasinya hanyalah sekitar 4 hari. 
 
(3) Mengapa harus “diisolasi”? Tidak ada informasi eksplisit dalam Alkitab. Namun, tampaknya memang ada unsur pencegahan, supaya hewan yang akan disembelih tidak salah ambil, benar-benar bebas cacat, dan aman dari penyakit. Bukankah Nabi Maleakhi mengecam umat yang menghina Tuhan dengan mempersembahkan kurban yang cacat (Mal. 1:14)? Begitulah kesempurnaan yang dituntut dari sistem persembahan dalam Perjanjian Lama. 

(4) Lantas, mengapa harus sampai hari ke-14? Kita perlu memahami angka-angka simbolik dalam urusan ritual di Perjanjian Lama. Angka 14 adalah penggandaan 7, angka sakral. Tuhan, misalnya, berhenti pada hari ke-7 dan menguduskannya (Kej. 2:2-3; Kel. 20:11). Selain itu, angka 14 adalah jumlah 4 dan 10, angka yang menggambarkan kesempurnaan dan keistimewaan. Angka 4 digunakan, misalnya, untuk ukuran dan jumlah berbagai perlengkapan Kemah Suci (Kel. 25:26, 34; 26:3, 32; 28:17). Untuk angka 10, contoh yang paling nyata adalah Kesepuluh Firman yang diberikan Tuhan di Sinai (Kel. 20:1-17; 34:28). 

(5) Singkatnya, selain alasan hieginis, anak domba tersebut diisolasi sampai hari ke-14 untuk menandai dan mempersiapkannya sebagai kurban bagi upacara sakral yang memperingati peristiwa pembebasan mereka dari perbudakan di negeri asing. Jika demikian, tak ada alasan teologis atau spiritual yang signifikan untuk mengaitkan “isolasi” domba Paskah yang sebenarnya hanya 4 hari dengan isolasi 14 hari untuk memutus rantai penyebaran Covid 19. 

(6) Bagi kita yang membaca Alkitab dalam konteks Perjanjian Baru, kita mengimani bahwa  Domba Paskah yang sempurna itu adalah Kristus sendiri yang telah mengurbankan diri-Nya sekali saja untuk menanggung dosa banyak orang (Ibr. 9:25-28). Dengan satu kurban saja, Ia telah menyempurnakan umat yang dikuduskan-Nya selama-lamanya (10:14). Karena itu, menjelang perayaan Paskah yang dibayang-bayangi oleh ancaman wabah Covid 19 yang mematikan, tidak ada ritual khusus  yang perlu dilakukan untuk menguduskan diri seperti anak domba yang disiapkan untuk jamuan Paskah. 

(7) Dalam keprihatinan dan perjuangan bersama untuk melawan Covid 19, kita diajak untuk beribadah dengan penjarakan fisik (physical distancing), baik dengan memanfaatkan teknologi digital yang menyediakan ruang temu muka secara virtual, ataupun dengan mengadakan ibadah di tengah-tengah keluarga. Kendati beda konteks, ada kesejajaran yang menarik untuk disimak: jamuan Paskah awalnya mengambil tempat dalam konteks sosial yang terbatas (satu keluarga sendiri yang cukup besar, atau bersama tetangganya bila ukuran keluarga terlalu kecil; Kel. 12:4). 

(8) Dalam konteks Perjanjian Baru kita mengamati fenomen yang serupa. Jemaat mula-mula bertemu di rumah-rumah: “mereka memecahkan roti di rumah masing-masing secara bergilir dan makan bersama-sama dengan gembira dan dengan tulus hati sambil memuji Allah.” (Kis. 2:46). Bagi umat yang merayakan Paskah, ancaman wabah dapat dijadikan momentum ibadah dalam unit terkecil, baik keluarga inti maupun komunitas para sahabat dalam jumlah terbatas. Intinya adalah merayakan karya Allah yang telah menempuh jalan penderitaan untuk menghadirkan kehidupan sejati dan abadi bagi dunia.

Oleh: Pdt. Anwar Tjen, Ph.D., (Kepala departemen penerjemahan Lembaga Alkitab Indonesia)