Gw Muda, Gw Berani:  Menilik Hati, Melukis Rukun

Gw Muda, Gw Berani:  Menilik Hati, Melukis Rukun

 

Apakah kamu merasa tergelitik dengan tema tersebut? Ada yang merasa bingung? Ada yang setuju? Atau mungkin, ada juga yang kontra. Tidak apa, justru tulisan ini bertujuan untuk mengajak kita menggumuli bersama sebuah persitiwa yang bersejarah bagi bangsa Indonesia.

Pada hari ini kita merayakan sebuah peristiwa bersejarah yang menjadi bukti perjuangan dan besarnya dampak dari gerakan kaum muda di Indonesia terhadap proses kemerdekaan. Pada tanggal 28 Oktber 1928 sejumlah kaum muda dari berbagai wilayah di Indonesia berkumpul di kota Batavia (kini Jakarta) untuk merumuskan dan menyelaraskan semangat perjuangan dalam ikatan persaudaraan sebagai sebuah bangsa. Pertemuan itu pun menghasilkan sebuah rumusan dalam Sumpah Setia yang berbunyi:
Kami, poetra dan poetry Indonesia mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia; Kami poetra dan peotri Indonesia, mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia; Kami poetra dan poetri Indonesia, mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.

Di dalam sumpah tersebut, terdapat semangat dan nilai perjuangan yang merindukan kebebasan yang hanya dapat diwujudkan melalui gerakan bersama. Di dalam iman Kristen, semangat perjuangan dan hidup kebersamaan juga muncul dalam tulisan Rasul Paulus ketika ia mengirikan tulisan ke jemaat di Korintus,
“Karena sama seperti tubuh itu satu dan anggota-anggotanya banyak, dan segala anggota itu, sekalipun banyak, merupakan satu tubuh, demikian pula Kristus... Tetapi Allah telah memberikan kepada anggota, masing-masing secara khusus, suatu tempat pada tubuh, seperti yang dikehendaki-Nya… supaya jangan terjadi perpecahan dalam tubuh, tetapi supaya anggota-anggota yang berbeda itu saling memperhatikan.” (1 Korintus 12:1, 18, 25).

Paulus memberikan kita sebuah bentuk kehidupan komunal yang egaliter dan tersusun dari kepelbagaian yang dirajut oleh kasih persaudaraan di dalam Kristus. Hal ini berarti, sebagai seorang Kristen, kita sudah tidak asing lagi terhadap konsep keutuhan hidup dalam kebersamaan di tengah perbedaan. Konsep ini bukan hanya sebatas model hidup tetapi juga bagian dari iman, bahwa keutuhan dalam tubuh mencerminkan hidup di dalam Kristus. 

Namun, apakah nilai teologis ini hanya berlaku di dalam komunitas Kristen atau jemaat? Penekanan nilai teologis ini justru memberikan umat Kristen modal untuk menghadirkan diri di tengah perbedaan hidup bernegara, secara khusus, para kaum muda Kristen dengan segala idealisme, semangat perjuangan dan keinginan untuk melakukan transformasi. Setiap umat Kristen perlu menyadari bahwa pada dasarnya ia memiliki tanggung-jawab untuk hadir sebagai perajut kasih persaudaraan, mulai dari keluarga, jemaat, hingga masyarakat.

Di tengah situasi dan kondisi negara Indonesia yang sedang berjuang melawan pandemi Covid-19, menghadapi situasi ancaman terhadap kemajemukan, maupun maraknya tindakan korupsi yang menggerogoti kesehatan fisik dan mental bangsa ini, setiap muda-mudi Kristen perlu berani menghadirkan dirinya sebagai agen-agen kasih persaudaraan. Hal ini dibutuhkan karena negara dan bangsa ini tidak dapat bertahan pada satu kelompok atau unsur tertentu dari masyarakat. Nilai-nilai inilah yang diutarakan dalam Sumpah Pemuda mengenai rasa persatuan (bukan keseragaman) dan ajaran Paulus mengenai keterhubungan sebagai tubuh Kristus, Oleh sebab itu, sebagai bagian dari bangsa ini, setiap muda-mudi Kristen perlu mengambil bagian dalam pembangunan hidup persaudaraan satu tanah, satu bangsa, satu bahasa Indonesia. Lakukanlah dengan kepenuhan hati dan jalanilah dalam semangat perjuangan. Marilah kita menilik hati dan melukis kerukunan bagi kelangsungan hidup bangsa dan negara Indonesia.