IMAM-IMAM ISRAEL

IMAM-IMAM ISRAEL

 

Israel disebut sebagai bangsa yang kudus, yang berarti mereka “dipisahkan/dikhususkan bagi Allah” dan harus menaati perintah-perintah Allah. Dalam Kel. 19:6, Allah berkata kepada orang Israel melalui Musa, “Kamu akan menjadi bagi-Ku kerajaan imam dan bangsa yang kudus.” Nabi Yesaya mengulangi janji dan tantangan ini. Ia berkata kepada umat yang sedang berkabung di Yerusalem, “Kamu akan disebut imam TUHAN dan akan dinamai pelayan Allah kita” (Yes. 61:6).

Meskipun segenap umat Israel adalah seperti para imam, Allah tetap menghendaki adanya imam-imam khusus yang dipilih dari antara suku Lewi (Bil. 1:49-51, 3:5-13). Mereka inilah yang bertugas melayani peribadatan mula-mula di Kemah Suci dan kemudian di Bait Allah yang dibangun di Yerusalem. Berdasarkan tugasnya, para imam di Israel dapat dikelompokkan sebagai berikut: (1) Orang-orang Lewi yang bertugas mempersiapkan kurban-kurban dan membersihkan tempat kudus; (2) Para imam yang bertugas mempersembahkan kurban-kurban dan melakukan berbagai upacara; (3) Imam besar yang bertanggung jawab atas tempat suci. Dialah satu-satunya yang boleh masuk ke ruang Mahakudus, tempat kehadiran Allah (Kel. 28:29).

Para imam mengenakan pakaian khusus (Kel. 28:4-39), yaitu sebuah mahkota emas yang bertuliskan “Kudus bagi TUHAN” dan baju efod penutup dada yang bertuliskan nama kedua belas suku Israel. Tugas utama para imam Israel adalah: (1) memelihara dan menjamin hubungan dengan Allah di tempat ibadat yang suci (Kemah Suci dan kemudian Bait Allah); (2) membantu umat untuk menjadi kudus/tahir.

Pada tahun 538 SM, umat Israel mulai kembali dari pembuangan di Babel. Para nabi yang tampil pada masa itu mendorong pembangunan kembali Bait Allah yang pada tahun 586 SM dihancurkan oleh pasukan Babel. Orang Israel pun dapat beribadat lagi kepada Tuhan di situ (Hag. 1:1, 12, 14; Za. 3:6-7, 4:14). Pada abad ke-2 SM, Antiokhus IV, raja Siria, mendirikan sebuah patung dewa kafir di Bait Allah dan memaksa orang Yahudi mempersembahkan kurban kepada patung tersebut. Orang Yahudi sangat marah akibat penghinaan ini dan meletuslah pemberontakkan yang besar. Bait Allah kemudian ditahirkan sehingga orang Yahudi dapat beribadat lagi di sana.

Beberapa imam turut memimpin pemberontakkan untuk mendirikan sebuah negara Yahudi yang merdeka. Kemerdekaan itu sempat dinikmati tahun 165-63 SM. Setelah itu, pasukan Roma menyerang dan menguasai Palestina. Imam-imam Israel lalu mulai bekerja sama dengan pihak Roma yang mengizinkan Raja Herodes membangun Bait Allah yang baru dan lebih besar di Yerusalem. Lembaga imam di Israel berakhir tahun 70 M ketika Bait Allah dimusnahkan oleh pasukan Roma dalam rangka menumpas pemberontakan bangsa Yahudi. Sejak itu, Bait Allah tidak pernah dibangun kembali.

Ketika Bait Allah masih berdiri, para imam bertugas mempersembahkan kurban syukur kepada Allah dan memohon pengampuanan-Nya atas dosa-dosa umat. Menurut pandangan Perjanjian Baru, Yesus telah mengurbankan diri-Nya di salib (Mrk. 10:45) dan Allah telah mengutus Yesus sebagai kurban untuk membebaskan umat manusia dari dosa (Rm. 3:25-26). Dalam surat Ibrani, Yesus dipandang sebagai imam besar yang agung. Kematian-Nya di salib adalah kurban yang paling tinggi dan paling sempurna untuk menghapus dosa-dosa dunia (Ibr. 4:14-5:7, 10:1-18).

 

Sumber: Alkitab Edisi Studi