KARTU POS 

KARTU POS 

 

2 Korintus 3: 2-3 – “Karena telah ternyata, bahwa kamu adalah surat pujian kami yang tertulis dalam hati kami, dan yang dikenal dan dapat dibaca semua orang. Karena ternyata kamu adalah surat Kristus yang ditulis oleh pelayanan kami, ditulis bukan dengan tinta, tetapi dengan Roh Allah yang hidup, bukan pada loh-loh batu, melainkan pada loh-loh daging, yaitu di dalam hati manusia.” Dalam sebuah retret pemuda yang mengangkat tema tersebut seorang Pembina Retret bertanya, “Coba kalian ringkas ayat-ayat tersebut dengan bahasa yang singkat. Bahasa SMS”. Ada banyak pendapat disampaikan, namun Pembina Retret itu kemudian menyimpulkan, “Kamu adalah kartu pos”.

Kartu Pos? Anak muda sekarang mungkin sudah tidak lagi mengenal kartu pos. Kartu Pos adalah selembar kartu semacam karton manila berukuran kurang lebih 11cm x 15 cm. Pada bagian depan tersedia bagian untuk menempelkan perangko, alamat tujuan dan alamat pengirim, sedangkan bagian belakang untuk menulis berita. Biaya perangko untuk kartu lebih murah daripada warkat pos atau surat biasa. Karena tidak memerlukan amplop maka berita yang tertulis pada kartu pos dapat dibaca oleh semua orang yang melihatnya. Untuk masa sekarang fungsi kartu pos telah tergantikan oleh media sosial, seperti Facebook, Instagram, Twitter, blog atau Youtube/vlog. Semua orang dapat berekspresi melalui media sosial. Seandainya Kartini hidup pada zaman ini, mungkin beliau adalah seorang blogger yang aktif. 

Adalah Malala Yousafzai, seorang Kartini dari Pakistan, yang pada usianya ke-12 (2009) mulai menulis blog tentang pendidikan, khususnya hak-hak bagi anak perempuan untuk memperoleh pendidikan yang sama dengan anak laki-laki, serta laporan tentang betapa mengerikannya hidup dibawah pemerintahan Taliban. Pada tahun 2012 Malala mengalami upaya pembunuhan saat ia berada dalam bus dalam perjalanan pulang dari sekolah. Ia ditembak. Terluka parah. Oleh upaya sekelompok LSM ia kemudian diterbangkan ke Birmingham, Inggris untuk memperoleh perawatan. Seluruh dunia berdoa baginya dan menanti kesembuhannya. Puji Tuhan, Malala sembuh dan pada 12 Juli 2013,   di hari ulang tahunnya ke 16, ia diundang berpidato pada Persidangan Majelis Kaum Muda di Markas Besar PBB di New York. Ada tiga isu penting yang ia sampaikan pada forum itu, yaitu: hak-hak perempuan, perlawanan terhadap terorisme, dan perlawanan terhadap kebodohan. Pada 2014, Malala memperoleh Hadiah Nobel Perdamaian, pada usia 17 tahun, termuda dalam sejarah.

Demikianlah seorang Malala Yosafzai berhasil menjadi seorang yang mampu memberikan nilai-nilai yang mencerahkan kepada seluruh penduduk dunia melalui surat terbuka (blog) kepada dunia. Ia berhasil menjadi seorang yang mengamalkan nilai-nilai dalam 2 Korintus 3:2-3, walau ia seorang muslimah. Nilai-nilai kristiani adalah nilai-nilai yang berlaku universal. Tidak perlu seseorang menjadi Kristen lebih dahulu untuk dapat menghayati dan mengamalkan nilai-nilai kristiani. Seorang Mahatma Gandhi, misalnya, ia juga seorang yang sangat mengagumi nilai-nilai Kristiani khususnya Khotbah di Bukit (Matius pasal 5 - 7), walau ia seorang Hindu yang saleh. Beliau dikenal sebagai seorang yang sangat sering mengutip nilai-nilai Khotbah di Bukit sebagai contoh. 

Kita adalah kartu pos atau blog Allah. Melalui kita, Allah menuliskan dan menitipkan cerita, kesaksian, nasihat, ajaran dan pesan lain kepada para pembaca/followers-Nya.  Nilai-nilai kekristenan yang kita pegang dapat menjadi pencerahan bagi dunia, jika orang lain dapat menyaksikan keteladanan kita sehari-hari atau ekspresi yang kita sampaikan melalui berbagai media. Kita yang hidup di jaman ini tidak terlepas dari media sosial, baik sebagai media ekspresi diri maupun sebagai sumber berita. Namun, sudahkah kita menyebarluaskan nilai-nilai yang berguna bagi orang lain melalui media tersebut atau justeru mereduksinya dengan menjadikan media sosial sebagai sebagai media lucu-lucuan belaka? Ini serius! Saat ini, ketika seorang muda melamar pekerjaan, salah satu persyaratan yang diminta oleh instansi dimana ia melamar kerja adalah akun-akun “media sosial” yang dimiliki dan diikutinya. Jika akun media sosialnya atau yang diikutinya berisi hal-hal yang positif dan membangun, tentu saja hal itu akan berdampak baik baginya. Namun apabila isi akun media sosialnya hanya memuat foto-foto selfie, candaan yang vulgar, atau hal-hal yang tidak penting, maka dampaknya pun fatal. Jika hal ini terjadi, dapat dipastikan lowongan pekerjaan yang diinginkan akan tertutup baginya. Karena orang semacam ini dianggap sulit memberi kontribusi positif bagi instansi dimana ia melamar pekerjaan.

Sebagai umat Allah, menjaga sikap hidup adalah hal yang utama. Apapun yang kita lakukan, orang lain akan melihat, mendengar, membaca dan menyaksikannya. Melalui hidup kita, sesungguhnya mereka sedang melihat, mendengar, membaca, dan menyaksikan kehadiran Allah. Bahkan Allah sudah merancang hal ini sejak 2000 tahun yang lalu. Allah, melalui Rasul Paulus, menuliskan nasihat  bagi anak-anak muda melalui 2 Korintus 3:2 agar mereka menjadi duta-duta Kristus dalam wujud surat terbuka yang dapat dibaca dan dimengerti oleh banyak orang. 

Keinginan untuk bersaksi dan menyampaikan ‘pesan keselamatan’ dari Allah kepada dunia sangat tergantung pada diri kita sendiri. Namun, sekali lagi, perlu kita ingat bahwa kita adalah ‘Kartu Pos” Allah. Kita adalah surat terbuka milik Allah. Pesan-pesan Allah yang dinyatakan melalui diri kita dan melalui Alkitab akan dibaca dan disaksikan oleh semua orang. Pertanyaannya sekarang adalah “Akankah pesan itu sampai kepada para pembacanya?”  Jawabnya ada pada diri kita masing-masing.

 

Pdt. Sri. Yuliana. M. Th