Keluarga Tangguh di Era New Normal

Keluarga Tangguh di Era New Normal

Sapaan LAI

Gunung Galunggung merupakan gunung berapi dengan ketinggian 2.167 meter di atas permukaan laut. Letaknya sekitar 17 km dari pusat kota Tasikmalaya, Jawa Barat. Daerah tempat tinggal saya mengalami hujan abu yang sangat parah selama beberapa minggu, saat  terjadi letusan berulang kali yang dahsyat dari gunung ini selama hampir 9 bulan (5 Mei 1982-8 Januari 1983). Peristiwa tersebut bukan yang pertama. Sebelumnya Gunung Galunggung pernah meletus pada tahun: 1822, 1894, dan 1918.

Rumah orang tua saya yang berjarak sekira 135 km arah timur Gunung Galunggung, terkena imbas letusan. Hujan abu sempat melumpuhkan aktivitas perkampungan kami. Saya ingat betul betapa daruratnya saat itu. Belum ada masker, apalagi face shield. Kalau keluar rumah hanyalah memakai "caping" (topi petani yang terbuat dari anyaman bambu) dan kain seadanya yang diikatkan di separuh wajah untuk menutup mulut dan hidung.

Sebelum gunung meletus, saya, kakak serta adik saya berlima jarang bertemu, karena banyak sebab. Orang tua saya banyak bepergian karena berdagang. Anak nomor satu sampai tiga (saya merupakan anak ketiga) harus bersekolah di kota dan harus indekos. Kami hanya berkumpul saat liburan sekolah. Saat gunung Galunggung meletus saya baru lulus SMA dan sedang berjuang untuk mendapatkan tempat kuliah.

Situasi darurat karena letusan gunung Galunggung malah membuat kami sekeluarga menjadi tangguh. Kami menjadi rajin berdoa bersama. Orang tua saya selalu berjuang memastikan atap rumah tidak runtuh akibat beban abu yang mengendap di genteng. Saat situasi begitu gelap meskipun di siang hari, kami lebih banyak berdiam di dalam rumah demi keamanan dan keselamatan.

Sejak pertengahan Maret 2020 hingga hari ini sungguh suatu era darurat yang "abnormal" atau "new normal". Keluarga-keluarga berjuang memastikan seisi rumahnya aman dan selamat. Apa yang menjadi pegangan dan sandaran dalam situasi ini?

Sebagai umat percaya, hanya Tuhanlah sandaran kita. Hanya Firman Tuhanlah pegangan kita. Dalam situasi yang serba tidak pasti Tuhanlah kepastian kita. Saya sungguh sudah merasakan buktinya di bawah abu letusan dahsyat Gunung Galunggung.

Lembaga Alkitab Indonesia sampai saat ini tetap setia mengirim doa bagi bangsa setiap hari. Sudah hampir 100 hari tiada henti kita berdoa bersama. Berbagai program dan produk berbasis Alkitab juga diluncurkan. Semuanya bermaksud agar keluarga-keluarga menjadi tangguh di era "new normal" ini.

Tuhan memberkati dan membuat tangguh keluarga kita semua. Amin.

Dr. Sigit Triyono