Minggu Transfigurasi

Minggu Transfigurasi

Mrk 9:2-9

Ada “rahasia Mesias” dalam Injil Markus. Yesus tidak mau identitas-Nya sebagai Mesias dibuka terlalu cepat. Ada ‘perintah diam’ bagi mereka yang sudah Ia sembuhkan. Murid dan roh jahat pun diwajibkan tutup-mulut. Yesus tidak mau menjadi tumpuan harapan instan dan dangkal. Nada “rahasia” tampak juga di awal dan akhir cerita ini. Hanya trio Murid kepercayaan-Nya yang diajak naik ke gunung. Peristiwa itu bukan untuk konsumsi publik. Pada saat turun gunung pun, Yesus perintahkan ketiga murid-Nya itu untuk menjaga rahasia. Hal ini berbeda dengan saat Transfigurasi itu sendiri, dimana Yesus justru amat “dipamerkan”. Di depan mata mereka, Ia berubah rupa, pakaian-Nya putih cemerlang, lalu suara Bapa mengumumkan siapa Dia. Identitas Yesus sengaja dibuka total, tanpa rahasia lagi. Mengapa?

Pertama, untuk memberi semangat dan pengharapan kepada para murid-Nya. Bayangkan, sudah setengah perjalanan bersama Yesus, mereka tetap saja belum paham dan siap. Jalan bersama Yesus menuju salib, tampaknya terlalu sulit untuk diikuti. Maka, semangat dan pengharapan mereka harus dihidupkan. Misteri akhir dan puncak perjalanan bersama Yesus itu harus dibuka, meski untuk sesaat saja. Maka, kemuliaan Yesus saat Ia bangkit mulai sedikit diantisipasi. Yesus yang berubah dan pakaian-Nya yang berkilauan menunjuk pada Yesus yang bangkit kelak. Dua teman bicara-Nya juga datang “dari dunia sana”. Elia dan Musa: dua tokoh yang juga wafat secara mulia. Elia bahkan tidak pernah wafat. Ia langsung diangkat ke Surga (2Raj 2:9-12). Musa wafat dan dikuburkan oleh TUHAN sendiri, tetapi kuburnya tetap misteri (Ul 34:5-7). Ada tradisi Yahudi yang percaya bahwa jazad Musa diangkat oleh TUHAN ke Surga. Maka Musa dan Elia memang diyakini akan datang kembali, untuk mengabarkan tibanya era sang Mesias. Yesus adalah pemuncak dan pemenuhan tradisi hukum dan kenabian Perjanjian Lama. Dialah penggenapan nubuat para nabi dan pemberi tafsiran otoritatif tentang Taurat. Bukan hanya itu, Bapa juga memproklamirkan Yesus sebagai “Anak yang Kukasihi”. Yesuslah sang Mesias, yang akan menderita dan wafat sebagai Hamba yang taat, dan akan dimuliakan sebagai Anak kekasih Allah. Kesetiaan pada Allah, kendati salib menghadang, akan juga menghantar kita semua menjadi anak-anak yang dikasihi Allah!

Kedua, untuk memberi tuntunan dan pedoman. Perkenalan diri sang Anak, barulah separuh cerita. Pernyataan “Inilah Anak yang Kukasihi” segera diikuti dengan perintah “dengarkanlah Dia”. Jadi, Bapa membenarkan pewartaan dan jalan yang diambil Yesus. Pernyataan Yesus selama ini bahwa “jalan-Nya” dan “jalan bersama Dia” membawa-serta konsekuensi Salib, itulah yang benar. Sekaligus benar juga kebangkitan, hidup dan kemuliaan di balik Salib itu. Itulah yang harus didengarkan oleh para murid Yesus, bukan pendapat dan ajaran lain, termasuk pendapat Petrus yang ingin menetap dalam “kemuliaan”, tanpa ikut mengalami salib-Nya. Kombinasi abadi kemuliaan dan penderitaan, salib dan kebangkitan, yang sudah Yesus ajarkan, sekarang ditegaskan oleh Allah sendiri. Para murid harus mendengarkan dan taat pada konsep Mesias seperti itu, bukan konsep mereka sendiri. 

Setelah sejenak mengalami situasi surgawi,  mereka harus “turun gunung”. Kemuliaan dan kejayaan biasanya membius. Dengan pemahaman baru, mereka harus kembali ke tengah manusia, ke tengah rutinitas dan perjuangan hidup harian. Pengalaman itu tetap harus dirahasiakan, sampai sungguh terbukti dan tergenapi pada saat Yesus mengalami penderitaan, wafat dan bangkit nanti.

Yesus sendiri menyebut peristiwa ini sebagai sebuah “penglihatan” bagi para murid-Nya (9:9). Begitulah seharusnya saya dan Anda memandang hidup. Jadikanlah hidup ini sebuah “penglihatan”: sebuah pengalaman tentang kemuliaan TUHAN. Aneka suka-duka hidup harian adalah medan tempat kita melihat “jejak-jejak Tuhan”. Hidup dan sejarah kita menjadi momen dimana surga dan dunia terus menyapa dan berjabatan tangan.

 

Hortensius F. Mandaru