Minyak Urapan

Minyak Urapan

 

Dalam Pernjanjian Lama minyak urapan menandakan bahwa orang maupun benda yang diurapi dengan minyak urapan semuanya kudus dan dikhususkan bagi Allah (Kel. 30:29), misalnya tabut dan perkakasnya (Kel. 30:26), raja ( Hak. 9:8; 2 Sam. 2:4; 1 Raj. 1:34); imam besar (Kel. 28:41); dan nabi (1 Raj. 19:16), tidak diperkenankan digunakan untuk orang awam. Minyak urapan diramu oleh seorang juru ramu rempah-rempah (Kel. 30:25; 37:29). 

Ramuan minyak urapan terdiri dari rempah-rempah pilihan, mur, kayu manis, tebu yang baik, kayu teja, dan minyak zaitun. Secara ritual, di era Perjanjian Lama, minyak urapan digunakan untuk melantik imam, raja, dan nabi, serta meresmikan pemakaian benda-benda tertentu untuk digunakan dalam ibadah kemah suci. Minyak urapan digunakan oleh Musa untuk mentahbiskan Imam Besar Harun beserta anak-anaknya. 

Minyak urapan dapat digunakan dengan cara dimasukkan ke dalam tabung tanduk lalu dituangkan ke atas kepala orang yang akan diurapi (1 Sam. 16:13; Kel. 29:7; 1 Sam. 16:13) atau dengan dipercikkan (Im. 8:30). Khidmat dan pentingnya pengurapan itu diperlihatkan dalam beberapa hal, yaitu pertama, bahwa merupakan suatu pelanggaran jika menggunakan minyak urapan untuk pengurapan yang biasa (Kel. 30:32-33); kedua, oleh kekuasaan dampak dari pengurapan tersebut (2 Raj. 9:11-13); lalu yang ketiga, pengurapan itu menghasilkan sesuatu terhadap yang diurapi, orang atau benda akan menjadi kudus (Kel. 30:22-33) dan keramat/tidak boleh dilukai (1 Sam. 24:7).

 

Albert Tambunan, dari berbagai sumber