Nasi Berkat dari Tuhan

Nasi Berkat dari Tuhan

Kesaksian

Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum….(Mat. 25:35a)

Apa sebabnya kita harus melayani Tuhan dan orang lain? Andar Ismail dalam bukunya “Selamat Melayani” menulis karena Yesus sendiri sudah memberi teladan melayani. Keseluruhan hidup Yesus selama 33 tahun ditandai oleh jiwa melayani. Tujuan hidup Yesus bukan supaya mendapatkan pelayanan, tetapi untuk melayani. Maka Andar juga menulis dalam bukunya, selama masih ada kesempatan, kita harus terus melayani. Melayani Tuhan yang telah melayani kita. Melayani Tuhan yang hadir dalam sosok diri orang-orang yang membutuhkan kita. 

Ini juga agaknya yang dilakukan oleh sebuah kelompok warga jemaat di Gereja Kristen Jawa (GKJ) Bekasi, Jawa Barat. Telah lebih dua puluh tahun mereka melakukan pelayanan nasi bungkus, atau yang belakangan dikenal dengan Nasi Berkat. Ungkapan syukur dan juga kegembiraan berbagi tampak dalam pelayanan yang boleh dikerjakan secara gotong-royong tersebut. 

Berawal di Tahun 1997

Sekitar 1997 krisis ekonomi yang parah melanda Indonesia. Banyak orang mengalami kesulitan hidup dan bahkan sulit makan. Datanglah bantuan sebesar Rp. 80.000/ bulan dari Gereja Inggris (Christian Church of England)kepada Gereja Kristen Jawa (GKJ) Bekasi. Mereka berharap dana ini dapat dipergunakan GKJ Bekasi untuk melakukan kegiatan diakonia ataupun aksi sosial gereja. Majelis gereja menawarkan kepada warga jemaat yang mungkin tergerak atau memiliki program aksi sosial. 

Warga Kelompok (Sektor) Bekasi Kota yang merupakan bagian dari Jemaat GKJ Bekasi menyambut himbauan tersebut dengan penuh antusias sebagai bentuk tanggung jawab diakonia gereja.  Pertanyaannya, apa yang bisa diwujudkan dengan dana sebesar Rp. 80.000 tersebut? Nilainya kalau dilihat tidak terlalu besar. Namun, warga Sektor Bekasi Kota mewujudkannya menjadi Aksi Nasi Murah.  Tiap dua minggu sekali mereka mempersiapkan 80-90 bungkus nasi dengan lauknya. Kemudian nasi bungkus tersebut dijual sebagai Nasi Murah seharga Rp. 500,-/bungkus. Sasaran utamanya adalah para tukang becak, pemulung, penjaja makanan di sekolah dan penghuni rumah kardus, orang-orang yang tinggal di pinggiran kali.

Apakah uang sebesar 80 ribu rupiah cukup untuk mempersiapkan 80-100 bungkus nasi? “Tentu saja tidak, namun paling tidak uang itu menjadi modal awal. Kekurangan dananya ditopang secara gotong-royong oleh warga gereja,”sebut Pakde Alpha, salah seorang warga GKJ Bekasi yang aktif terlibat dalam kegiatan ini. 

Motor Penggeraknya Ibu Hadi

Salah satu motor penggerak Aksi Nasi Murah pada masa awalnya adalah Ibu Hadi (almarhumah).  Di tengah situasi krisis, Ibu Hadi secara pribadi sering menerima keluh kesah asisten rumah tangganya yang menyebut krisis ekonomi membuat harga barang-barang melambung tinggi, kesulitan keuangan, kesulitan membayar sekolah anak dan sebagainya. Seringnya asisten rumah tangganya berbagi cerita, membuat Bu Hadi sadar, bahwa pada masa krisis ekonomi begitu banyak orang yang hidupnya mengalami kesulitan. Ia kemudian berpikir,”Tapi apa yang bisa ia berikan?” Tidak mungkin ia menolong semua orang dengan kekuatannya sendiri. 

Keinginan Ibu Hadi untuk menggerakkan aksi kepedulian juga didorong oleh semangatnya sebagai seorang Kristen baru. Perjumpaannya dengan Kristus memberinya semangat baru untuk bersyukur atas anugerah Tuhan dan berbagi dengan sesama yang membutuhkan. Ketika Ibu Hadi melontarkan ide untuk berbagi kepedulian kepada rekan-rekan satu kelompok (sektor) gerejanya, ternyata idenya diterima dengan baik. 

Ide tersebut bersamaan dengan turunnya bantuan dari Gereja Inggris. Maka, muncul gagasan untuk menjual nasi murah, membantu warga-warga di sekitar Bekasi Kota yang kesulitan makan. Mengapa kegiatannya adalah menjual nasi murah? Mengapa bukan nasi gratis? “Ada dua sebab, pertama agar modal ada yang kembali biarpun sedikit agar bisa diputarkan untuk membeli bahan baku lagi. Kedua, agar mereka yang menerimanya ada niatan untuk menghargai nasi berkat dari Tuhan tersebut meski hanya senilai 500-1000 rupiah per bungkus,”kata Pakde Alpha. 

Kegiatan nasi murah ini sempat nyaris tidak berlanjut pada tahun 1999. Bantuan dana dari gereja Inggris tiba-tiba berhenti.  Namun, Tuhan tampaknya memberikan dorongan kepada warga kelompok Bekasi Kota agar pelayanan nasi murah terus dilanjutkan. Tidak ada bantuan dari luar malah menyemangati warga untuk bergotong-royong menjadi donatur kegiatan tersebut dan Tuhan terus memberi berkatnya sehingga bisa pelayanan nasi bungkus makin hari semakin meningkat.  Pada 2006, tim setiap dua minggu sekali mempersiapkan sekitar 200 bungkus nasi dengan harga Rp 500/bungkus.

Pada 2007, sekali lagi krisis moneter melanda Indonesia. Harga berbagai kebutuhan pokok merambat naik. Dengan terpaksa harga nasi bungkus dinaikkan menjadi Rp. 1.000/bungkus dengan modal Rp 500.000,- per sekali kegiatan nasi murah. Meskipun biaya yang dibutuhkan untuk pelayanan nasi murah naik setiap tahunnya, berkat Tuhan tidak pernah berhenti. Maka hingga hari ini pelayanan ini terus berlangsung.

Hingga awal 2020, sebelum pandemi menyerang, warga kelompok Bekasi Kota di GKJ Bekasi setia bergotong-royong agar kegiatan nasi murah ini tetap berjalan. Dana yang dibutuhkan dalam sekali kegiatan nasi murah sebesar Rp 800.000,-. Dana sebesar itu mampu diwujudkan dalam 270 bungkus nasi. Dalam sebulan pelayanan nasi murah dilaksanakan dua kali. Sehingga kebutuhan dana setiap bulan sebesar 1,6 juta rupiah. Herannya, Tuhan selalu mencukupkan dana tersebut melalui tangan-tangan  warga jemaat yang terpanggil untuk menopang pelayanan tersebut.

“Kegiatan pelayanan ini rutin berjalan setiap dua minggu sekali, kecuali pada masa-masa Natal dan juga ketika datang bulan puasa,”kata Pakde Alpha. “Pada bulan puasa kegiatan nasi bungkus tidak dijalankan karena menghormati mereka yang menjalankan ibadah puasa. Namun, digantikan dengan pelayanan menyediakan takjil gratis. Lokasinya di sekitar BCP (Bekasi Cyber Park).”

“Pada hari-hari perayaan khusus seperti Paskah dan Natal, menu pelayanan nasi murah sedikit meningkat. Biasanya menu inti nasi murah adalah: nasi, sayur, dan telur. Menyambut Paskah atau Natal, menu makanan: nasi, sayur, daging ayam, dan kadang ditambah kerupuk. Dan khusus menyambut dua hari istimewa tersebut, pelayanan nasi murah digratiskan,” terang salah seorang warga yang terlibat. 

Kini sudah lebih dari dua puluh tahun warga Sektor Bekasi Kota, di GKJ Bekasi menjalankan aksi Nasi Murah. Para penggerak di masa-masa awal kegiatan ini sebagian sudah tiada. Namun generasi-generasi berikutnya secara alami menggantikannya. 

Yang tua berganti dengan yang muda. Awalnya kegiatan ini ditujukan bagi korban krisis ekonomi di akhir 90-an dan sekaligus menyalurkan dana bantuan dari gereja luar negeri. Sekarang pelayanan ini sudah menjadi gaya hidup dari warga GKJ Bekasi terutama Sektor Bekasi Kota, untuk berbagi dan peduli dengan sesama  yang membutuhkan. 

Bagaimana Suasana Persiapannya?

Bagi warga GKJ Bekasi, persekutuan dan kebersamaan di antara warga jemaat tidak selalu harus terbangun melalui kegiatan yang bersifat rohani seperti: Pemahaman Alkitab, Ibadah Sektor, ataupun latihan Paduan Suara. Suasana persekutuan dan kebersamaan dalam satu Tubuh Kristus pun tampak ketika mempersiapkan Aksi Nasi Murah.  

Tengah malam atau dini hari, di saat banyak orang terlelap dalam istirahat, ada beberapa orang yang menyediakan waktu dan tenaga untuk memasak sambal. Di rumah warga lainnya ada yang mulai menggoreng atau  memasak telur, ada yang menanak nasi, dan ada pula yang memasak sayur. Semuanya dikerjakan dengan senang dan tulus hati untuk melayani sesama. 

Jangan dikira pelayanan seperti ini selalu berjalan lancar ataupun mudah. Tak jarang hal-hal yang tak terduga terjadi saat pelayanan nasi murah ini. Pernah ada warga yang mendapat tugas menanak nasi lupa ketika hari H, atau ada yang lupa memasak sayur. Akibatnya Tim harus bergerak cepat untuk menanak nasi kalau masih sempat ataupun terpaksa membeli sayur dari Warung-warung Tegal (Warteg). 

Pernah pula ada kisah lucu lainnya. Seorang warga yang mungkin baru pertama kali dapat giliran masak telur ditelepon, “Selamat pagi Ibu, apakah telurnya sudah bisa diambil?” Yang ditelepon menjawab: “Ya, pasti sudah. Tapi aku cuma bikin telur ceplok dua buah”. Tim pun kaget, rupayan ibu tersebut belum sadar jika seharusnya bertugas memasak telur sebanyak 4 kg. Setelah menyadari kealpaannya, ibu tersebut pun panik. Untunglah masih ada waktu, tim dengan segera memasak telur bersama. Sehingga kegiatan nasi murah tetap dapat berjalan lancar. Semua saling menutup kekurangan yang lain, sehingga tidak ada yang merasa dipermalukan. 

Yang Menyambut dan Yang Mencemooh

Seperti sudah dijelaskan di awal, pelayanan nasi murah ini awalnya ditujukan kepada mereka yang hidupnya mengalami kesulitan di masa krisis ekonomi di akhir 90-an. Mereka adalah: orang-orang yang tidak punya tempat tinggal, atau yang tinggal di rumah-rumah kardus, para tukang becak, tukang ojek, pemulung, satpam dan sebagainya. Mereka rata-rata  menyambut baik pelayanan nasi murah tersebut. Bahkan ketika kegiatan nasi murah sudah berjalan rutin, mereka sudah hapal kapan waktunya tim pelayanan nasi murah akan datang, dan kendaraan apa yang dipergunakan mengangkutnya. 

Pernah karena kesibukan kegiatan yang lain, pelayanan nasi murah ditunda seminggu pelaksanaannya. Ternyata beberapa dari mereka sudah menunggu kedatangan tim. Minggu depannya ketika tim datang, mereka pun bertanya,”Sabtu kemarin mengapa tidak muncul?” Ternyata pelayanan ini banyak yang membutuhkan. Tim pun merasa terharu, dan terpacu untuk lebih bersemangat dalam melayani ke depannya. 

Tim merasa terharu, jika melihat para pembeli langsung menyantap nasi tersebut dengan lahapnya. Terdengar komentar,”Nasinya enak, sayur dan lauknya rasanya pas!” Wajah-wajah yang gembira menyambut berkat Tuhan menghadirkan rasa syukur di hati anggota tim. 

Namun, pernah pula ada yang mencemooh: “Nasi kok harganya seribu, lauknya apa?” Ada lagi yang berkomentar: “Apakah mungkin rasanya enak?” Sesuatu yang bisa dimaklumi jika mengingat harga nasi putih tanpa lauk di warung-warung pada  itu berkisar tiga ribu hingga lima ribu rupiah per bungkus. Namun, ketika akhirnya mereka merasakan sendiri, keraguan berubah menjadi rasa antusias. Dan rata-rata mereka kemudian menjadi pelanggan tetap. 

Di era digital seperti saat ini tentu warga sudah lebih mudah berkoordinasi dalam pelaksanaan nasi murah. Setiap pelayanan nasi murah berlangsung: selalu ada yang berbelanja dan memasak, ada yang menyediakan tempat untuk melakukan kegiatan, ada yang membungkus, ada yang menjajakan, ada yang membantu mengangkat, ada yang menjadi sopir mobil pengangkut nasi bungkus. Setiap warga yang mempunyai hati untuk ikut serta melayani.  Bukan hanya kaum ibu, kaum bapak dan tak jarang pemuda pun tergerak berpartisipasi. Pendek kata, siapa saja boleh melibatkan diri dalam kegiatan nasi murah ini, mendukung sesuai dengan talenta yang dimilikinya. Semua bekerja dengan tulus dan ikhlas, tanpa ada yang merasa lebih dari yang lain. 

Kegiatan nasi murah yang terus berlangsung hingga hari ini, kuncinya bukan karena ketersediaan dana yang melimpah. Namun, ternyata karena kebersamaan dan kesediaan berbagi. Kegembiraan pelayanan nasi murah ini bagaikan suasana jemaat Kristen perdana  yang digambarkan oleh Paulus dalam suratnya kepada Jemaat di Filipi: Janganlah melakukan sesuatu karena didorong kepentingan diri sendiri, atau untuk menyombongkan diri. Sebaliknya hendaklah kalian masing-masing dengan rendah hati menganggap orang lain lebih baik dari diri sendiri. Perhatikanlah kepentingan orang lain; jangan hanya kepentingan diri sendiri. (Filipi 2:3-4, BMIK)

Pelayanan di Masa Pandemi Covid-19

Ketika pandemi Covid melanda dunia, warga jemaat GKJ Bekasi juga ikut merasakan dampaknya. Pertama, ibadah Minggu yang sebelumnya diselenggarakan di gereja beralih menjadi ibadah online. Kedua, setiap warga jemaat sebagai anggota masyarakat mesti mematuhi protokol kesehatan yang dibuat pemerintah,  misal: menghindari kontak fisik secara langsung, selalu memakai masker, menjaga jarak. Tim nasi bungkus pun sadar, demi menjaga kesehatan tidak mungkin berkumpul bersama untuk mempersiapkan pelayanan nasi murah. Tim mulai berembuk apakah mungkin tetap melakukan pelayanan nasi murah di masa pandemi? Karena mereka sadar, justru di masa pandemi seperti ini banyak orang memerlukan pertolongan. 

Akhirnya diputuskan pelayanan nasi murah tetap dijalankan, malah frekuensinya menjadi seminggu sekali. Kali ini tim menggandeng Warung-warung Tegal di sekitar lokasi pelayanan untuk mempersiapkan nasi bungkus tersebut. Sebagai modal awal dipergunakan kas kelompok. “Fokus utama pelayanannya adalah para tukang becak dan tukang ojek,”kata seorang anggota tim.Tentu saja biaya yang dikeluarkan oleh tim nasi bungkus jauh lebih besar. Namun, ada saja warga jemaat yang dengan penuh sukacita menopang pelayanan tersebut sehingga pelayanan dapat terus berjalan. 

“Di masa pandemi pelayanan nasi murah kita gratiskan. Untuk mengurangi kontak fisik dan menjaga jarak aman, kita persilakan bagi mereka yang menginginkan nasi bungkus itu untuk mengambilnya sendiri di titik pelayanan,”kata Pakde Alpha, salah satu yang terlibat aktif dalam pelayanan di masa pandemi. 

 

Ketika ditanya, apa yang membuatnya turut bergabung dalam pelayanan nasi bungkus? Ia menjawab,”Pelayanan ini merupakan jawaban atas nilai-nilai yang telah lama saya anut sedari duduk di bangku SMA di Yogyakarta, yaitu hidup yang memberi manfaat bagi orang lain.” Dirinya menambahkan merupakan kebahagiaan jika kita bisa berbagi dengan sesama. 

 

Makin lama orang-orang di sekitar Bekasi Kota semakin akrab dengan pelayanan nasi murah tersebut. Mereka yang menjadi pelanggan menyebutnya: nasi berkat. Sebutan yang sesungguhnya tidak keliru. Karena Tuhan memakai tangan anak-anak-Nya untuk menjadi saluran berkat bagi sesama. 

 

Semoga Tuhan terus memberkati Tim Nasi Murah dari GKJ Bekasi ini agar dapat terus berbagi kebaikan kepada sesama dan nama Tuhan dimuliakan melalui perbuatan baik mereka. Pelayanan mereka meski tampak sederhana, mengingatkan kita kepada penggalan puisi karya Toyohiko Kagawa dari Buku Selamat Melayani Tuhan:

 

Kristus ada di tengah-tengah orang yang hina…

Ia duduk bersama-sama dengan narapidana

Ia berdiri di depan pintu dengan orang-orang yang meminta sepotong roti….

Sebelum orang berdoa, hendaklah ia mengunjungi bangsal rumah sakit.

Sebelum ia membaca Alkitab, hendaklah ia memberi makan orang yang lapar.

Jika orang sibuk membaca Alkitab, tetapi tidak menolong yang kecil, lemah dan tersingkir,

Ia tidak menemukan Kristus…

Kristus bisa ditemui di antara kuli-kuli

Kristus ada di antara orang-orang yang dilupakan, 

Kristus adalah orang yang bisa kita bantu.