Norma Baru Pendidikan Anak

Norma Baru Pendidikan Anak

Sapaan LAI

Saya memiliki dua anak laki-laki. Dua-duanya sudah dewasa. Yang besar bahkan sudah menikah. Yang kecil baru lulus kuliah dan masih kerja magang di sebuah perusahaan.

Dalam perjalanan mendidik mereka saya dan isteri lebih banyak menyerahkan ke lembaga pendidikan formal, mulai dari TK, SD, SMP, SMA sampai perguruan tinggi. Bahkan keberadaan mereka di rumah secara penuh hanya sampai lulus SMA. Setelah itu mereka indekos di dekat kampus yang jaraknya 200-an kilometer dari rumah.

Pendampingan anak dalam perjalanan menempuh pendidikan dasar dan menengah, tentulah ada banyak dinamika. Ada masa-masa yang tidak mudah, namun banyak masa-masa yang membuat kami sangat bersyukur dan bersukacita.

Berbeda sekali dengan masa pandemi Covid-19 ini. Ada banyak sekali kendala yang dialami oleh orang tua, guru, siswa, pejabat pemerintah, baik di pusat maupun di daerah-daerah. Tidak jarang  yang sampai merasa "kalang kabut" karena sebagai orang tua di masa pandemi Covid-19 ini, harus berperan juga menjadi guru.

Yang biasanya "tahu beres" urusan sekolah anak, sekarang harus ikutan nge-Zoom, "ngonlen", "daring", luring" dan bahkan ikutan "nggogle" untuk mencari jawaban PR anak. Tidak jarang terjadi peningkatan kekerasan kepada anak, baik secara verbal maupun fisik, karena tekanan yang begitu berat dalam mendampingi anak belajar.

Norma baru pendidikan anak di masa pandemi Covid-19 sungguh sangat drastis perbedaannya. Tak pernah terbayangkan sebelumnya. Bagi siswa yang tinggal di daerah susah sinyal, mereka sibuk mencari bukit atau lokasi yang tersedia sinyal cukup. 

Bagi yang benar-benar belum terjangkau jaringan internet, nyaris tidak ada kegiatan belajar selama pandemi Covid-19 ini. Menurut data yang dipublikasi oleh Koran Kompas awal Nopember ini, setidaknya selama empat bulan dari sembilan bulan berlangsungnya pandemi Covid-19, kegiatan pendidikan bisa dianggap tidak berjalan.

Bahkan di daerah kota pun pola baru pendidikan online masih belum semulus yang dibayangkan. Ada banyak kisah nyata yang semakin menunjukkan norma baru pendidikan anak di era pandemi Covid-19 membutuhkan sinergitas semua pemangku kepentingan.

LAI sebagai lembaga yang juga mengemban mandat negara dalam karya pendidikan mental spiritual warga negara Kristiani, berupaya sungguh-sungguh agar tetap hadir di tengah umat dalam situasi serba banyak keterbatasan. Kiranya semua program dan produk LAI dapat memberikan inspirasi, dukungan, dan setidaknya kawan seperjuangan dalam pendakian terjal.

Norma baru pendidikan anak tidak akan ditinggalkan Tuhan Yesus, karena Dia mencintai anak-anak. Sungguh dan tak terbantahkan. Salam Alkitab untuk Semua.

Dr. Sigit Triyono