Peran Alkitab Dalam Kehidupan Jemaat

Peran Alkitab Dalam Kehidupan Jemaat

Peran Alkitab Dalam Kehidupan Jemaat

Oleh: Perry Katoppo

 

Alkitab telah lahir di dalam jemaat orang percaya dan sejak semula menjadi pedoman di dalam kehidupan persekutuan jemaat maupun kehidupan pribadi warganya. Begitu eratnya kehidupan orang percaya terkait dengan Alkitab, sehingga pada zaman lampau orang-orang percaya (baik umat Yahudi maupun umat kristiani) oleh bangsa tetangga disebut “ahlulkitab”, yaitu umat yang dititipi kitab suci, Firman Allah yang tertulis. Melalui kitab suci, orang percaya dapat mengenal Allah, rencana-Nya dan kehendak-Nya bagi umat manusia supaya dapat hidup sesuai dengannya.

 

Alkitab sering disebut sebagai surat cinta Allah kepada umat manusia, sebab melaluinya Ia menyatakan bahwa Ia mengasihi kita, Ia mau menyelamatkan kita, dan menjadikan kita anak-anak-Nya, yaitu melalui percaya kepada Yesus Kristus. Dan pesan itu harus jemaat, sebagai persekutuan orang percaya, sampaikan kepada semua orang dalam berbagai kebudayaan dan bahasa.

 

Sebagai badan yang melayani Gereja, Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) siap menyediakan Alkitab dan bagian-bagiannya untuk membantu Gereja dan jemaatnya menjalankan tugasnya itu. Itu tercermin dalam visi Lembaga Alkitab Indonesia yang akhir-akhir ini dirumuskan sebagai berikut: “Firman Allah Menjangkau Semua Generasi”. Itu berarti memberitakan Injil kepada semua orang, baik secara lisan maupun tulisan – melalui penyebaran Firman Tuhan – supaya orang-orang yang belum mengenal Tuhan Yesus dapat mendengar dan membaca tentang Dia dan diberi kesempatan untuk percaya kepada-Nya.

 

Visi LAI itu dengan sendirinya hanya dapat diwujudkan bila LAI bekerja sama dengan gereja-gereja dari berbagai denominasi. Sebab, warga gerejalah yang bertanggung jawab menjalankan misi pemberitaan Injil ini. Pada kenyataannya, ada gereja-gereja yang siap menjalankan tugasnya itu, dan ada juga gereja-gereja yang tidak atau belum siap.

 

Seorang penginjil pernah mengatakan ada dua macam gereja di dunia ini: Yang pertama ialah gereja yang menyerupai rumah sakit. Pendeta adalah seperti seorang dokter yang sibuk merawat jemaatnya, yang semuanya merupakan pasien-pasien secara rohani. Para “pasien” sering hanya cekcok sama sendiri, dan tidak melaksanakan tugas yang diberikan Tuhan kepada mereka. Itu disebabkan karena kehidupan jemaat tidak dilandaskan pada Firman Tuhan. Sedangkan jenis gereja yang kedua ialah gereja yang menyerupai markas tentara. Pendetanya adalah seperti seorang komandan yang memimpin pasukannya (jemaat) dalam tugas pekabaran Injil dan pelayanan rohani maupun pelayanan sosial, dan yang berjuang secara aktif dalam perjuangan rohani. Gereja seperti ini berlandaskan Firman Tuhan sehingga benar-benar mengalami kasih Tuhan dalam kehidupan jemaat. 

 

Dalam sebuah makalah yang disampaikan oleh Dr. Soelarso Sopater dalam Konsultasi Nasional WASAI (West Asia, South Asia, Indonesia) yang diselenggarakan di Tugu, Jawa Barat pada tahun 1989, beliau menandaskan bahwa semua orang percaya, para warga gereja, dianugerahi jabatan sebagai imam-imam serta diberi tugas untuk menjalankan pekerjaan tertentu oleh Tuhan yang memanggil mereka.  Beliau menunjuk pada nas Efesus 6:10-20, di mana Paulus mengumpamakan orang Kristen sebagai prajurit-prajurit Kristus yang harus siap berjuang dengan mengenakan segenap perlengkapan perang rohani. Kata Dr. Soelarso, “Prajurit adalah anggota pasukan, dan tiap prajurit memikul tugas  tertentu, semuanya mempunyai   kegunaan yang tetap dalam gerakan suatu pasukan.Ini menunjukkan bahwa keprajuritan orang percaya mengandung arti adanya tanggung jawab yang tetap bagi keseluruhan yang dipikul oleh setiap orang percaya. Gambaran ini tidak memungkinkan adanya orang yang lontang-lantung tanpa tugas dan tanggung jawab dalam persekutuannya.”

 

 

Beliau melanjutkan dengan menyampaikan pengamatannya dari lapangan, yaitu bahwa ada jemaat-jemaat di mana warganya telah menjalankan tugas pelayanan kabar baik. Warga jemaat yang biasa, baik pria maupun wanita, telah memberi diri mereka sebagai sarana penabur kabar baik itu untuk masyarakat sekeliling mereka, dan ada yang telah menjadi “bidan-bidan” jemaat-jemaat yang baru. Beberapa gereja masih melihat tugas pemberitaan kabar baik sebagai tugas utama. Banyak di antara gereja-gereja itu tetap memberikan tempat kepada warga gereja untuk memainkan peranan yang penting dalam penyelenggaraan pekerjaan gereja, termasuk pemberitaan Injil.

 

Gereja-gereja ini menyadari bahwa justru peranan umat harus dikembangkan secara optimal agar tugas-tugas gereja dapat dilaksanakan sepenuhnya. “Organisasi dan struktur gereja memberikan penampungan bagi pendayagunaan dinamika yang timbul karena kuasa Roh Kudus,” kata beliau. Jemaat yang benar-benar menjadikan Alkitab sebagai pusat dalam kehidupannya, akan tergerak oleh kasih Kristus untuk hidup rukun dan melakukan pelayanan kepada sesamanya.

 

Namun, Dr. Soelarso tandaskan sebaliknya tidak sedikit gereja yang memberi tekanan utama pada organisasi gerejanya sendiri, sangat disibukkan dengan urusan-urusan ke dalam dan melupakan urusan-urusan keluar.  Untuk menangani organisasi gereja dan ibadah, yang berperan adalah para pendeta, sehingga para warga gereja “tidak diperlukan” lagi. Ini, kata beliau, merupakan keadaan yang kurang sehat. Dengan sendirinya gereja seperti itu sulit menjalankan misi yang diemban Tuhan kepadanya. Gereja yang terlalu sibuk dengan hal-hal lahiriah tidak lagi punya waktu untuk menjalankan amanat agung.

Agar dapat berubah dari jemaat yang bagaikan kumpulan pasien-pasien menjadi jemaat yang merupakan persekutuan laskar-laskar Kristus yang siap melayani Tuhan, maka jemaat perlu “kembali ke Alkitab”. Jemaat perlu melakukan introspeksi dan menelaah kembali pesan dan perintah-perintah Tuhan dalam Alkitab serta menerapkannya dalam kehidupannya.

 

Seperti dikatakan Dr. I Wayan Mastra, mantan ketua Sinode Gereja Kristen Protestan Bali, “Sebelum kita beritakan Injil, Injil harus diberitakan kepada kita. Kalau kita sebagai orang Kristen belum benar-benar bertemu dengan Kristus, kita tidak dapat melakukan tugas dan pelayanan yang Tuhan berikan.”

 

Dalam sebuah lokakarya WASAI di Kuta, Bali, pada tahun 1990 beliau tandaskan bahwa tugas yang Tuhan berikan kepada Gereja tidak dapat dikerjakan oleh pendeta sendiri. “Gereja adalah persekutuan, dan jemaat harus melaksanakan tugas dan panggilannya secara bersama.” Dan tugas serta panggilan itu baru dapat dilakukan jemaat kalau sudah mengenal Kristus secara pribadi. Melalui Alkitab, jemaat dengan pimpinan Roh Kudus dapat berjumpa kembali dengan Kristus dan mengalami pembaruan hidup. Agar ini tercapai, Alkitab perlu mendapat tempat yang sentral di dalam kehidupan jemaat, baik warga jemaat secara pribadi, dalam keluarga, maupun dalam perkumpulan jemaat. Dan jemaat perlu mendapat pembinaan untuk mewujudkan hal ini, agar Firman Allah benar-benar menjadi relevan di dalam kehidupan jemaat. Untuk itu pesan Alkitab perlu dipelajari, dihormati/ditaati dan diterapkan oleh jemaat.

 

Lembaga Alkitab sadar akan tugas Gereja untuk membina kehidupan rohani jemaatnya yang bertumpu pada Firman Allah. Surat-surat yang ditulis oleh para rasul kepada jemaat-jemaat purba pada umumnya ditulis dengan maksud membina jemaat, memberi mereka bekal untuk menghadapi kenyataan-kenyataan di sekitar mereka. Mereka diberi pengajaran tentang apa artinya percaya kepada Yesus Kristus, dan bagaimana hidup sesuai kehendak Tuhan. Mereka juga diperingatkan agar waspada terhadap ajaran sesat dan nabi-nabi palsu, dihimbau agar berjalan pada jalan yang benar. Surat-surat itu ditulis oleh dan untuk orang-orang yang hidup dalam abad dan kebudayaan yang sangat berbeda dengan abad ke-21 dan kebudayaan modern. Dengan sendirinya ada hal-hal dan kebiasaan-kebiasaan pada waktu itu yang kurang dimengerti oleh manusia modern. Padahal, agar jemaat dapat melakukan apa yang dikehendaki Tuhan, tentu jemaat harus mengerti dahulu pesan yang terkandung dalam Alkitab.

 

Itu sebabnya, agar isi Alkitab dapat dipahami oleh pembaca modern, khususnya oleh jemaat yang awam, Lembaga Alkitab Indonesia telah menerbitkan Alkitab-alkitab dalam bahasa Indonesia maupun berbagai bahasa daerah yang teksnya mudah dapat dimengerti, seperti Alkitab Bahasa Indonesia Masa Kini (BIMK, dahulu dikenal dengan BIS) dan Perjanjian Baru dalam Bahasa Indonesia Sederhana (BISd). Di samping itu, LAI telah menerbitkan Alkitab Edisi Studi dengan teks Alkitab Terjemahan Baru (TB), yang mengandung catatan dan bahan yang menjelaskan berbagai hal tentang kebudayaan dan kebiasaan dalam dunia Alkitab. Itu semuanya dengan tujuan membuka makna teks Alkitab bagi jemaat yang dengan demikian dimampukan memahami pesannya sehingga dapat melakukan respon atasnya.