Perjalanan Menabur Cinta Sang Gerilya

Perjalanan Menabur Cinta Sang Gerilya

Perbincangan dengan Peters Kriss,

Membaca Alkitab katanya adalah hal yang perlu dilakukan dalam kehidupan sehari-hari orang percaya. Tapi bagaimana caranya? Karena kita juga menyadari, Alkitab adalah kumpulan kitab yang pelik dan rumit dari berbagai budaya dan zaman yang berbeda-beda. 

Kali ini kita dapat belajar dari sosok Peters Kriss, penulis buku Bible Everyday. Ia mengaku seorang otodidak dalam mempelajari Alkitab. Di akun media sosialnya ia memperkenalkan dirinya sebagai Gelandangan Ibukota, Pemulung Kata dan Sang Gerilya. Lebih lanjut dalam keterangan profilnya ia menjelaskan dirinya sebagai: Nothing to prove, nothing to hide, dan nothing to lose. Namun, kita jarang melihat foto profilnya secara langsung. Kadang malah berpose dengan mengenakan topeng. Kabarnya memang ia tidak ingin mukanya terlalu dikenal. “Seperti halnya Batman, seorang superhero dikenal bukan karena paras mukanya melainkan karena kepahlawanan dan kiprahnya,”katanya.”Biarlah bukan wajah saya yang dikenal, lebih baik pesan Kristus saja yang dikenal.”

Hari ini kita mendengar dari Peters Kriss, yang akrab dipanggil Mas Kriss tentang bagaimana ia bergerilya menaburkan semangat membaca Kitab Suci di tengah-tengah kaum muda Kristiani.

Mengapa Anda menyebut diri sebagai Gelandangan Ibukota, Pemulung Kata dan Sang Gerilya?

Kira-kira pada 2014 ketika memutuskan aktif di Instagram. Awalnya saya sering jalan-jalan, berkeliling ke berbagai kota di seputar Ibukota dan kota lainnya di Pulau Jawa karena tugas mengajar di berbagai tempat. Saya jarang berada di kos-kosan, maka saya kemudian menyebut diri saya Gelandangan Ibukota. Kalau Gelandangan Nusantara rasanya terlalu jauh,hehehe…

Sambil bepergian saya juga suka menulis. Apa saja yang terlintas di kepala saya tulis, banyak inspirasi tulisan tersebut datang dari buku-buku yang saya baca, juga dari Kitab Suci, karena inspirasi tersebut datang dari berbagai sumber maka saya kemudian menyatakan diri sebagai Pemulung Kata. 

Sementara julukan Sang Gerilya, karena saya pernah mengajar di berbagai gereja dan kelas-kelas pengajaran. Kemudian ada masa ketika saya tidak terlibat lagi dalam pengajaran secara formal, namun panggilan hati masih menggerakkan saya untuk mengajar banyak orang mencintai Kitab Suci. Tempatnya lebih beragam, bukan lagi di dalam kelas, tapi dalam kelompok-kelompok kecil, di warung kopi, di halte bus, dan lain sebagainya. 

Kecintaan Mas Kris untuk mencintai firman Tuhan mulai dari kecil atau tumbuh ketika sudah dewasa?

Saya boleh dikatakan lahir dari keluarga Kristen yang taat dalam ibadah. Saya berasal di Juwana, Pati. Tempat asal Kiai Ibrahim Tunggul Wulung (Tunggul Wulung adalah tokoh lokal, perintis penginjilan di Tanah Jawa). 

Orang tua saya kebenaran merupakan generasi yang begitu menggebu-gebunya sebagai orang Kristen. Iman yang menggebu tersebut tampak dalam diri Bapak saya. Setiap pagi, Bapak berusaha membangunkan anak-anaknya dan mengajak mereka berdoa bersama. Jujur pada masa kecil tersebut saya lebih banyak “bolongnya” dalam berdoa. Setiap dibangunkan saya malah naikin selimut ataupun sarung dan meneruskan tidur. Kadang kala Bapak saya sampai jengkel melihatnya. 

Namun, kenangan bagaimana Bapak mengingatkan semua anak-anaknya untuk tekun berdoa dan membaca Kitab Suci itu sungguh berkesan dalam benak saya. Maka, biarpun doa saya sering bolong, semasa kecil saya tuntas membaca Alkitab dari mulai Kejadian hingga Wahyu. Meskipun, saya sempat kendor dalam kebiasaan membaca Kitab Suci pada akhir masa SMA dan ketika menjalani kuliah di Solo. 

Jadi secara serius belajar teologi sejak kapan?

Saya terus terang tidak berani mengatakan diri telah belajar teologi. Karena jujur saya tidak pernah bersekolah teologi. Menariknya yang bersekolah teologi adalah almarhumah stri saya. Istri saya orangnya begitu mencintai dan suka mengulik Kitab Suci. Di gereja kami saat itu ada kelas study bible bagi umat Kristen pemula. Istri saya tertarik dan kemudian terlibat dalam pelayanan bible study tersebut. Karena saya senantiasa mengantar jemput istri saya, akhirnya saya tertarik juga untuk mengikuti kelas bible study tersebut. 

Pengajar utama dari kelas Bible Study itu adalah seorang penerjemahan Alkitab dari Wyclife Bible Translators. Pengajarannya tidak terlalu bersifat teologis dogmatis, melainkan pendekatannya lebih kepada sejarah, kultural, membiarkan Alkitab mengatakan apa adanya. Fokusnya mengajak dan mendorong setiap orang untuk kembali kepada Kitab Suci dan mencintai Kitab Suci. 

Di postingan Anda di IG,  anda pernah menyebut tentang beberapa kesalahan yang sering dilakukan oleh para pembaca Kitab Suci. Sebuah kesalahan yang bersifat umum seperti: banyak anak muda membaca ayat tanpa melihat sejarah atau konteks Alkitab ditulis, ataupun membacanya sepenggal-sepenggal. Apa maksudnya?

Yang saya lakukan baik dalam kelas maupun melalui buku yang saya tulis Bible Everyday tentu adalah memberikan pengertian kepada para pembelajar muda tersebut. Pertama, kita harus masuk dalam komunikasi terbuka dengan mereka, ngobrol langsung. Kedua, Memberikan pengetahuan sejarah penyusunan Kitab Suci, Alkitab adalah gabungan buku-buku yang ditulis oleh banyak orang, selanjutnya menjelaskan juga beberapa hal yang terlupakan, misalnya bahwa dalam teks sebenarnya Alkitab tidak mengenal penomoran pasal dan ayat bahkan tidak mengenal judul perikop. Hal-hal ini sesungguhnya sering tidak diketahui oleh banyak anak muda. 

Jadi ketika mereka mulai memahami bahwa sesungguhnya Kitab Suci tidak mengenal penomoran pasal dan ayat dan juga judul perikop mereka menjadi sadar membaca Kitab Suci tidak bisa dipenggal-penggal dan dilepaskan dari konteks keseluruhan tulisan.

Buku yang saya tulis, Bible Everyday adalah ringkasan dari berbagai penjelasan yang saya perkenalan kepada banyak teman tentang bagaimana sebaiknya membaca Alkitab dengan baik dan benar.  Banyak orang salah tafsir atau salah menginterpretasikan sebuah ayat atau bacaan dalam Alkitab karena kurang mengerti cara membaca Alkitab. Ketika ditelusuri lebih lanjur, kesulitan tersebut muncul karena tidak tahu harus memulai dari mana. Menurut Peters Kriss jika salah memulai biasanya sulit juga mengakhirinya, artinya: akhirnya pembacaan menjadi tidak tuntas. 

Tentang Jalan Hidup yang Dipilih? Apakah Memang dari Kecil Sudah berniat menjadi Hamba Tuhan Sepenuh Waktu atau Bergiat dalam Pelayanan?

(sambil tertawa kencang) Tentu saja tidak! Cita-cita saya dahulu kalau boleh dikatakan ingin menjadi seorang seniman. Bahkan orang tua saya sendiri kaget ketika melihat pilihan hidup saya saat ini. Memang orang tua mungkin pernah berharap salah satu dari anaknya ada yang jadi pendeta. Namun, jelas bukan saya yang mereka duga akan mengambil pilihan tersebut. 

Saya sendiri memang tidak pernah memiliki impian untuk menjadi Hamba Tuhan ataupun pendeta. Dahulu saya bahkan menganggap masuk seminari (sekolah teologi) atau mengikuti pendidikan calon pendeta itu adalah sebuah pilihan jalan hidup yang tidak mudah. Bayangan saya disiplinnya bahkan jauh lebih berat daripada Diklat Pencinta Alam. Siapa yang kuat menjalaninya? Tidak pernah terpikir bagi saya untuk  memilih jalan tersebut.

Bahkan, maaf kata, saat sekarang ini kita melihat kehidupan pendeta lebih baik daripada di masa dahulu, saya tetap tidak terpikir untuk nantinya menjadi seorang pendeta. Saya lebih pas pada posisi saya sekarang, dengan gelar kependekaran yang telah disebutkan tadi: Gelandangan Ibukota, Pemulung Kata dan Sang Gerilya. Saya bisa masuk ke Tubuh Kristus di manapun, tanpa mengundang kecurigaan. Tanpa terikat aliran dan denominasi. Niat utamanya hanya membantu Tubuh Kristus mengenali Kitab Sucinya. 

Normalnya orang bekerja atau bahkan terlibat dalam pelayanan, mempunya rencana-rencana atau harapan pencapaian pribadi. Bagaimana dengan Anda? 

Sampai saat ini saya tidak pernah mempunyai ambisi terkait jabatan ataupun kedudukan. Meskipun sebagai orang yang diberikan hikmat oleh Tuhan tentu saya punya rencana. Paling tidak, misalnya saya tua dan menjalani hidup tetap sendiri ke depannya, saya sudah membuat plan untuk tinggal di Panti Wredha atau tetap indekos, sambil terus berkarya dan menulis buku tanpa merepotkan orang lain. 

Tinggal di sebuah panti wredha tentu saja adalah impian saya yang paling liar tentang masa depan. Tapi tentu saja saya tidak merasa hal itu sebuah masalah besar, karena toh di tempat tersebut saya masih bisa berkarya, dikelilingi oleh orang-orang yang sebaya, bahkan mungkin jika memungkinkan saya masih bisa berkebun, tinggal di kamar sendiri yang dilengkapi sebuah meja dan rak perpustakaan kecil sebagai alat saya melanjutkan karya penulisan. 

Lebih lanjut tentang mini perpustakaan, seorang Peters Kriss ini apakah sehari-hari hanya melulu membaca Kitab Suci atau banyak membaca buku lainnya juga?

Yang jelas selain membaca Alkitab dalam beragam terjemahan, saya membiasakan membaca beragam versi Alkitab Edisi Studi (Study Bible), buku-buku tafsiran, buku-buku akademik dan buku-buku lain yang mengupas latar belakang Alkitab juga saya baca. Demikian pula berbagai Kamus, termasuk Kamus Bahasa Yunani. Nah, di luar genre bacaan-bacaan biblika, saya juga senang membaca berbagai buku lainnya, termasuk di dalamnya komik. 

Komik yang saya baca banyak, misalnya: Sawung Kampret, Panji Koming, bahkan Mahabharata dan Ramayana karya R.A. Kosasih, komik-komik superhero Indonesia seperti Gundala, hingga komik-komik superhero asing terbitan DC Comics dan Marvel. Di luar komik saya juga membaca berbagai buku sejarah, politik, sastra hingga budaya dan bahkan tradisi mistis Jawa pun saya baca. Saya pikir selagi ada waktu saya membaca segala genre bacaan. 

Sejak kapan hobi membaca itu muncul?

Membaca sudah menjadi semacam kebiasaan sejak kecil. Sewaktu masih kecil saya paling hobi mengunjungi perpustakaan. Saya sudah terbiasa membaca buku-buku karangan pengarang dunia, seperti Karl May yang menceritakan kisah-kisah petualangan, seperti: Winetou Kepala Suku Apache dan Old Shutterhand. Bahkan, buku-buku sastra Indonesia dari Angkatan Balai Pustaka, Pujangga Baru dan angkatan-angkatan selanjutnya saya lahap semuanya. 

Hobi membaca ini semakin kuat karena dukungan penuh dari Bapak saya. Setiap Bapak saya pergi dari Juwana ke Semarang dalam urusan pekerjaan, oleh-oleh yang paling ditunggu seisi rumah bukanlah makanan atau mainan atau bahkan baju. Oleh-oleh yang paling kami tunggu adalah buku atau majalah anak-anak bekas, seperti: Bobo, Ananda dan sebagainya. Pengalaman literasi sudah dibiasakan di dalam keluarga sejak kecil. Setiap kali Bapak pulang dari Semarang yang dibawa bukan kardus berisi makanan, melainkan satu kardus berisi penuh buku-buku dan majalah-majalah anak. 

Nah, menariknya sekarang ini yang masih memiliki minat baca buku kuat tinggal saya. Adik-adik saya setiap kali melihat saya membeli dan melihat koleksi buku saya yang banyak hanya geleng-geleng kepala. 

Dalam perjalanan sebagai Gelandangan Ibu Kota, berarti buku Anda tersebar di banyak tempat?

Sebagai pemulung kata-kata inspirasi tulisan saya yang terutama adalah buku-buku yang saya baca. Maka, dalam setiap buku yang saya tulis, lampiran beragam terjemahan Kitab Suci dan kumpulan pustaka yang saya baca, saya lampirkan dengan jelas. Harapannya tentu bagi teman-teman yang ingin belajar lebih dalam dan lebih lanjut dapat merujuk langsung kepada pustaka tersebut. 

Kemudian, muncul sebuah sebuah niatan, kalau menolong orang jangan setengah-setengah. Maka buku-buku saya tersebut, saya bagikan kepada mereka yang mau dan serius ingin membacanya. Misal, banyak rekan muda yang datang kepada saya, mereka katakan,”Kak, saya ingin belajar lebih dalam tentang Kitab Suci.” Maka, saya berikan sebuah buku kepada mereka untuk memperkenalkan dan mendorong mereka lebih bersemangat membaca berbagai hal seputar Kitab Suci. 

“Dengan niat yang baik untuk saling menolong dan berbagi seperti itu, saya seperti mendapatkan kemudahan dan banyak berkat lainnya dari Tuhan. Misalnya, ketika saya ingin membuat buku, saya tiba-tiba mendapatkan bantuan dari banyak orang, dalam proses: editing, layout, hingga proof reading. Artinya, ada orang-orang yang bersedia mengulurkan tangannya dalam bentuk pikiran, tenaga dan materinya sehingga buku tersebut berhasil dicetak dan diterbitkan dan pada akhirnya tersebar di berbagai tempat. 

Sebagai kesaksian pribadi, saya cukup terharu ketika mendengar buku saya tersebar ke berbagai tempat di Nusantara. Bahkan di tempat-tempat yang saya belum pernah mengunjunginya. Saya pikir hal tersebut merupakan kasih karunia Tuhan yang luar biasa. Ada banyak kesaksian dari pembaca Bible Everyday. Ada orang yang mengatakan kembali menemukan Tuhan setelah membaca buku tersebut. Ada yang menemukan kembali cintanya yang mula-mula kepada Tuhan. Banyak pula yang menyatakan setelah membaca Bible Everyday seperti mendapatkan point of view yang benar, sehingga mereka memperoleh berkat yang baru dalam pembacaan Kitab Suci. 

Selain menulis buku Anda kan juga rajin berbagi via Instagram? Anda sendiri yang mengurusnya atau tim?

Untuk micro blog saya mengerjakannya sendiri, karena tidak terlalu repot. Tema-tema yang diangkat tidak saya jadwal dengan kaku, namun paling tidak biasanya saya secara garis besar membuat rencana, misalnya: minggu ini ingin mengangkat topik A, minggu depan topik B dan seterusnya. 

Saya tidak selalu mewajibkan setiap hari harus posting sekian unggahan. Yang utama bagi saya adalah, saya memposting apa yang saya pelajari dari Kitab Suci, apa yang saya kuasai dan yang semaksimal mungkin saya berjuang mempraktikkannya. Itulah hal yang saya bagikan. 

Anda membaca buku-buku teologi dari beragam latar belakang aliran kekristenan? Apakah tidak ada rasa khawatir?

Gak ada salahnya kita membaca buku rohani dari berbagai sumber. Karena saya berpikir kita menyembah Tuhan yang sama, meski mungkin berpikir dengan cara berbeda. Dulu ketika saya masih muda, saya mungkin pernah ada di masa sangat fanatik pada satu kebenaran.

Bagi saya, kadang apa yang kita yakini, hanya bisa kita simpan untuk diri kita dan tidak harus kita paksakan kepada orang lain. Namun, ketika orang bertanya kita tetap berani mengatakan apa yang kita percayai, dan menerima apa yang menjadi keberatan mereka tentang apa yang kita percayai. Dan selesai dengan sebuah kesimpulan bahwa kita setuju untuk tidak setuju. Tapi bukan berarti kita bermusuhan, karena kita tetaplah saudara seiman dan sama-sama mengakui Tuhan Yesus Kristus sebagai Tuhan bersama. 

Pandangan tentang pelayanan?

Saya sebenarnya tidak pernah menyebut apa yang saya lakukan adalah pelayanan. Saya hanya berusaha melakukan apa yang bisa dan patut saya kerjakan saat ini. Maka, definisi pelayanan bagi saya pada akhirnya adalah saya melakukan apa yang bisa saya kerjakan untuk membantu sesama manusia lainnya dalam upaya memperkenalkan mereka pada Kristus. Pada titik ini, maka arah pelayanan saya bukan hanya pada orang segereja atau seiman. 

Pelayanan berarti juga tidak membedakan siapapun dan tidak harus melakukan yang sifatnya wah. Ambil contoh, saya senang ngopi. Dan minum kopi itu bagi saya tidak enak kalau hanya sendirian. Maka di sore hari, ketika banyak teman satu kos saya duduk-duduk santai selepas pulang kerja, saya sering menawarkan diri untuk membuatkan mereka kopi. “Apakah ada yang ingin minum kopi? Mau panas atau dingin?” Hal ini sudah menjadi kebiasaan saya dan sudah menjadi bagian saya untuk membangun sikap seorang pelayan, yang tidak membeda-bedakan siapa pun. 

Di era pandemi, apa saja yang Anda kerjakan? Masihkah rutin mengajar?

Selain mengajar lewat media zoom ataupun google meet, saya juga menggunakan berbagai media online lainnya. Saya juga bekerja sama dengan rekan-rekan Pijar TV untuk beberapa materi pengajaran. Belakangan ini dengan kru yang terbatas kita coba membuat video-video pengajaran. Tapi untuk tatap muka, saya belum berpikir untuk menjalaninya, karena situasi Covid-19 yang belum terkendali. Apalagi karena saya ke mana-mana naik kendaraan umum, saya khawatir ada celah diri saya membawa virus dari perjalanan. 

Apakah seorang guru seperti Peters Kriss juga mengalami pengalaman kesulitan atau tersandung dalam belajar Kitab Suci?

Tentu saja, bahkan sampai sekarang begitu banyak kesulitan yang saya hadapi dalam menghidupi Kitab Suci. Saya akan membedakan antara membaca ataupun mendalami studi. Membaca pun bisa saya bedakan antara membaca begitu saja atau untuk tujuan devosi setiap pagi hari. 

Ketika saya membaca sekadar untuk membaca, saya tidak akan ambil pusing apa yang saya mengerti. Tapi  paling tidak saya tahu apa yang saya baca. Kalau ada kalimat yang susah, ada persoalan yang sulit saya pahami, saya mencoba mendisiplinkan diri untuk tidak tertarik mengeksekusi atau menarik kesimpulan pada saat itu juga. Hanya saya biasanya selalu memberi catatan pada Alkitab cetak yang saya baca. 

Demikian juga untuk Bible Study, saya seringkali merasa mentok. Kalau mengalami mentok, saya tidak memaksakan diri. Biasanya saya akan mengulangi membacanya berulang kali. Lebih baik saya bersabar menunggu Roh Kudus memberikan inspirasi tentang arti dari bacaan yang saya pelajari. 

Mas Kriss, banyak dari teman-teman muda yang bertekad menyelesaikan secara penuh membaca seluruh bagian dari Alkitab. Ketika membaca Injil ataupun kitab-kitab sejarah mereka menjalaninya penuh semangat dan nyaman. Namun, ketika berhadapan dengan Kitab-kitab seperti Imamat ataupun Bilangan seringkali mentok dan gagal membaca Kitab tersebut sampai selesai. Apa saran Anda?

Menurut saya, masukan paling ekstrem yang mungkin bisa saya berikan adalah mending kita lewati dulu kitab yang kita rasakan susah dipahami.  Kita bisa melewatinya dulu atau urutan pembacaan kitab-kitab tersebut kita sesuaikan. Misal lebih dahulu menyelesaikan pembacaan Kitab-kitab Injil, baru kemudian dilanjutkan dengan Kitab-kitab yang lebih mudah. Kitab-kitab yang paling susah dipahami kita baca paling akhir. Jangan sampai karena terhambat oleh kitab-kitab yang sulit kita pahami, akhirnya kita malah mentok dan tidak bersemangat lagi melanjutkan pembacaan kitab suci. Yang terutama adalah kesetiaan. Bacalah Alkitab sesering mungkin. Ketika nanti kita sudah mengecap manisnya firman Tuhan, pastilah kita akan selalu haus untuk belajar Firman Tuhan. 

Membaca Alkitab itu seharusnya sudah menjadi sebuah kebiasaan, gaya hidup dan budaya bagi kita semua orang-orang yang menyebut dirinya Kristen. Yesus Kristus menyebut pengikutnya adalah murid. Seorang murid, tugas dan kewajiban utamanya ya belajar! Belajar melalui mendengar dan membaca Firman Tuhan. Tidak berhenti sampai di sana namun juga belajar menerapkan dan melakukannya dalam kehidupan kita setiap hari.