PERJANJIAN

PERJANJIAN

 

Alkitab sering berbicara tentang perjanjian, persetujuan, atau kesepakatan di antara orang-orang atau kelompok-kelompok yang kedudukannya setara atau tidak setara. Sering perjanjian itu dimaksudkan untuk memperjelas relasi yang ada di antara mereka. Ungkapan bahasa Ibrani untuk membuat perjanjian adalah “memotong” perjanjian. Mungkin ini menunjuk kepada praktik memotong seekor hewan kurban menjadi dua dan kemudian berjalan di antara kedua bagian itu sebagai ungkapan kesetiaan kepada perjanjian (Kej. 15:7-21; Yer. 34:18-19). Dalam perjanjian antara Abraham dan Abimelekh, sumur di Bersyeba dinyatakan menjadi milik Abraham (Kej. 21:22-34). Salomo dan Hiram membuat perjanjian damai yang meliputi kesepakatan dagang (1 Raj. 5:1-12). Sebagai bentuk perjanjian, pernikahan mencakup kewajiban-kewajiban di antara suami dan istri dengan Allah sebagai saksinya (Mal. 2:14).

Perjanjian biasanya diakhiri dengan makan bersama (Kej. 26:26-31), memberikan sesuatu sebagai kenang-kenangan (1 Sam. 18:3-4), mendirikan sebuah timbunan batu sebagai peringatan (Kej. 31:43-55), melepaskan sandal sebelah dan memberikannya kepada orang lain (Rut 4:7-8), atau berjabat tangan saja (2 Raj. 10:15). Perjanjian dimaksudkan untuk membangun kesetiaan di antara pihak-pihak terkait. Melanggar perjanjian merupakan suatu perkara serius.

Sejak awal, Israel dibimbing untuk beriman secara relasional seperti itu. Perjanjian yang terpenting adalah yang dibuat Allah dengan umat-Nya, termasuk perjanjian dengan Nuh (Kej. 6:18), Abraham (Kej. 12:1-7, 15:4-21; 17:1-16), Pinehas (Bil. 25:10-15), dan suku-suku Israel di bawah kepemimpinan Yosua (Yos. 24:25). Allah berjanji menegakkan dinasti Daud untuk selamanya (2 Sam. 7:12-16; 2 Taw. 13:5; lihat juga 1 Raj. 8:22-26; 2 Taw. 6:12-15). Janji itu menjadi dasar pengharapan Israel akan Mesias, yang oleh orang Kristen diyakini telah digenapi di dalam Yesus.

Perjanjian yang paling penting terjadi di Gunung Sinai. Di sana Allah memperingatkan umat Israel bahwa Ia telah memilih mereka dan memberi mereka perintah-perintah dan hukum-hukum untuk ibadat serta kehidupan bersama mereka. Di pihak Israel, mereka berjanji mematuhi hukum-hukum-Nya dan menyembah TUHAN saja. Perjanjian itu diteguhkan ketika Musa memercikkan darah ke atas umat dan mezbah yang didirikannya untuk maksud itu (Kel. 24). Sejarah Israel terkait erat dengan perjanjian itu. Jika mereka mematuhi perjanjian itu dan tetap setia kepada Allah, mereka akan menerima berkat yang dijanjikan-Nya. Namun, jika mereka tidak mematuhi hukum Allah dan menyembah ilah lain, mereka akan dihukum (Ul. 4:1-2, 39-40, 7:12-15, 8:19-20).

Nabi Yeremia berbicara tentang sebuah perjanjian baru, yang akan ditulis TUHAN dalam hati dan batin umat-Nya (Yer. 31:31-37). Umat Kristen memandang perkataan Yesus saat Perjamuan terakhir (Mat. 26:28) sebagai penggenapan nubuat ini.

 

Sumber: Alkitab Edisi Studi