Rm. Prof. Dr. Martin Harun, OFM: Menerjemahkan Alkitab Kita Bersama

Rm. Prof. Dr. Martin Harun, OFM: Menerjemahkan Alkitab Kita Bersama

 

Lahir dan Dibentuk menjadi Seorang Katolik yang Taat

Saya terlahir dari keluarga Katolik yang taat. Kehidupan beragama, berdoa, gereja, dan pendidikan agama menjadi begitu sangat penting bagi keluarga-keluarga di Belanda saat itu, sehingga menjadi seorang pastor adalah sebuah hal yang sangat menarik dan membanggakan bagi banyak anak muda Katolik di Belanda. Adik dari Ibu saya adalah seorang pastor yang bertugas di Brazil. Sering kali ia mengirimkan surat-surat kepada kami dan saya begitu tertarik untuk membacanya. Dua hal itulah yang menjadi pemicu mengapa saya ingin menjadi seorang pastor, terutama untuk bertugas di Brazil seperti paman saya itu. Usia saya saat itu sekitar delapan sampai sepuluh tahun. 

Di masa SD, ibu sering membaca cerita-cerita Alkitab untuk kami anak-anaknya, yang saya kira saat itu diambil dari Bijbel. Barulah kemudian saya tahu bahwa Alkitab sendiri saat itu belum boleh dibaca dalam keluarga Katolik. Alkitab hanya ada di tangan para pastor dan biarawan-biarawati yang mengajar dan menulis tentang Alkitab untuk segala lapisan umat. Tulisan dan pelajaran seperti itu banyak saya terima dan baca pada masa sekolah menengah, tanpa membaca langsung dari Alkitab. Pembacaan Alkitab hanya saya dengar dalam ibadat.

Selesai Gimnasium (Sekolah Menengah Klasik), saat akan bergabung dengan Ordo Fransiskan, saya membeli terjemahan Alkitab yang disebut Kanisius Bijbel. Tahun itu juga saya membaca seluruh Alkitab, dari kitab Kejadian sampai dengan kitab Wahyu. Tidak ringan karena memang meminta ketekunan. Pada tahun-tahun berikutnya saya sudah mulai belajar tafsir Alkitab dengan bantuan terjemahan teks asli Alkitab. Bahasa Yunani sudah saya pelajari selama lima tahun di sekolah menengah, sementara Bahasa Ibrani mulai saya pelajari sendiri bersama seorang teman mahasiswa. Saya sangat ingat, dulu saya suka berdoa dengan menggunakan mazmur dalam bahasa Ibrani.

Buku yang Mengagumkan 

Pada masa itu ada dua hal yang membuat saya begitu kagum dengan Alkitab. Pertama, Alkitab itu sebuah buku, koleksi kitab yang ternyata sangat menarik untuk dipelajari. Di tengah semua kuliah filsafat dan teologi, saya menjadi paling tertarik kepada studi Alkitab, yang pada waktu itu melibatkan banyak penelitian latar belakang sejarah. Hal itu membuka dunia baru bagi saya. Kedua, Alkitab sekaligus menjadi sumber bagi perkembangan spiritualitas saya. Liturgi harian, ibadat harian, hampir seluruhnya berasal dari teks-teks Alkitab, khususnya Mazmur. Bacaan kitab suci menjadi bahan paling asyik untuk direnungkan saat doa pribadi. Lagi, selama mahasiswa, saya selalu menemukan beberapa teman yang bisa diajak untuk membaca Alkitab bersama, dan sharing iman. 

Sering kali saya berhadapan dengan bagian-bagian yang saya rasa tidak menarik dari Alkitab. Ada yang berbelit-belit dan sulit ditanggap,  jauh dari cara berpikir kita sekarang, atau malah bertegang dengan pandangan kristiani kita. Tetapi, apa yang semula tak menarik itu, bisa menjadi menarik setelah saya mulai mencari keterangan dan penjelasan yang lebih mendalam. 

Salah satunya adalah Keluaran 34:6-7, di situ Allah memperkenalkan diri sebagai “Allah penyayang dan pengasih, panjang sabar, berlimpah kasih dan setia-Nya, yang mengampuni kesalahan, pelanggaran dan dosa, tetapi tidaklah sekali-kali membebaskan orang yang bersalah dari hukuman.” Itu adalah misteri Allah, perpaduan belas kasihan dan keadilan, yang juga nampak dalam pemberitaan Yesus, firman Allah yang menjadi manusia. 

Alkitab memberikan sebuah kesadaran bahwa rancanganku sering berbeda jauh dengan rancangan Tuhan. Setelah membaca dan merenungkan bagian Alkitab, saya sering melihat suatu masalah dengan mata baru, atau melihat seseorang dengan mata lain, dan menemukan kembali harapan di mana sebelumnya saya begitu pesimis, 

Saya memang tidak mempunyai cerita dramatis bahwa dulu saya begitu jauh dari Tuhan, dan tiba-tiba diubah oleh suatu sapaan atau perjumpaan dengan Dia, seperti misalnya yang dialami Paulus. Hidup kerohanian saya berkembang perlahan-lahan, dan dipengaruhi banyak faktor, dua diantaranya adalah sapaan Tuhan melalui Alkitab, juga sapaan Tuhan dalam perjumpaan dengan orang-orang dan peristiwa hidup. Namun, saya sangat bersyukur bahwa saya dipanggil untuk menjadi pelayan Firman, suatu pelayanan yang membawa banyak anugerah bagi diri sendiri, tetapi sekaligus juga godaan menjadi seorang “Farisi dan ahli Taurat”. Saya menyerahkan evaluasi diri kepada Tuhan, sambil terus bersyukur dan berdoa kepada-Nya. 

Berkecimpung dalam Penerjemahan

Sangat penting untuk pelayanan Firman adalah adanya terjemahan Alkitab yang sebaik mungkin dan dapat diandalkan. Karena saya diberi anugerah dan kesempatan untuk mempelajari bahasa-bahasa biblis, maka saya mensyukuri itu dengan menyediakan tenaga saya untuk penerjemahan. Tertarik atau tidak, itu sudah bagian dari perutusan saya. 

 

Sewaktu belajar dalam persiapan menjadi imam atau pastor, saya sangat tertarik pada filsafat, namun lama-kelamaan lebih banyak studi teologi yang saya pelajari. Saya merasa sangat asyik untuk mempelajari biblika. Saat spesialisasi ditingkat S2, ada yang menawarkan agar saya mengambil filsafat, namun ternyata saya mengalami pergeseran dalam diri, sehingga akhirnya memilih studi biblika. Dalam masa studi itulah saya mendengar bahwa STF Driyakara membutuhkan tenaga pengajar. Saya masuk ke sana pada tahun 1971, dua tahun setelah berdirinya STF Driyakara.

Hampir setengah abad saya berada di Indonesia dengan tujuan awal kedatangan menjadi dosen, namun dalam perjalanan selanjutnya saya mendapat kesempatan untuk bekerjasama dengan lembaga biblika. Pernah juga saya mengajar di Universitas Atmajaya dan Universitas Parahyangan. Tahun 1972 saya beberapa kali diajak untuk menyelesaikan beberapa masalah waktu Alkitab TB akan diterbitkan, terutama permasalahan nama, antara Yusuf atau Yosef, mengapa Maria dan bukan Miryam. Ada masalah juga tentang Deutrokanonika, apakah akan diletakkan di tengah antara PL dan PB atau menjadikannya buku baru. Waktu itu saya dan beberapa pakar ngotot untuk diletakkan di bagian tengahnya, walaupun juga ada yang tidak setuju. Secara penuh saya mulai terlibat dalam penerjemahan Alkitab terjemahan bahasa Indonesia Sehari-hari atau sekarang disebut Bahasa Indonesia Masa Kini (BIMK). Saya masuk komisi penerjemah selama beberapa periode, dan saat ini menjadi bagian dari tim revisi TB2.

Saya mendapati pelajaran berharga dalam penerjemahan. Pertama, bahwa selalu masih ada banyak yang bisa ditemukan dan dipelajari lebih mendalam tentang teks Alkitab. Semakin bergumul dengan firman, saya semakin tahu bahwa saya belum banyak tahu dan paham tentang Alkitab. Kedua, betapa sulitnya untuk mengungkapkan apa yang sudah kita pahami, dalam bahasa sekarang yang komunikatif, layak, dan bertenaga. Untuk hal itu, kerja sama dalam tim pener- jemahan bagi saya mutlak perlu, meski ada kalanya juga meletihkan bila sulit mencapai kesepakatan.

Yang ada adalah Harapan 

Di usia yang sekarang, hampir sudah tidak ada lagi keinginan dalam diri saya saat ini, yang ada adalah harapan. Pernah ada keinginan untuk ke Turki tapi tidak jadi, dan saya rasa tidak apa-apa. Keinginan seperti itu tidak terlalu penting lagi. Harapan saya adalah di masa tua bisa tetap terlibat melakukan banyak hal yang masih bisa saya kerjakan dan dengan sehat menikmati hari tua dengan baik, sampai suatu saat saya tidak bisa lagi, maka saya tinggal mempercayakan diri saya kepada Tuhan. 

Saya terkesan dengan semua pelayanan LAI, terutama dalam kerjasama dengan semua gereja karena itu sangat jarang terjadi. Penerjemahan adalah titik di mana kita semua bisa bekerjasama untuk semua gereja dan saya harap ke depan hal itu bisa tetap terjaga, walaupun ada gerakan yang ingin memecah belah, seperti gerakan teologi Yahweh. Saya harap itu bisa diatasi, sehingga kita tetap dapat bekerjasama melakukan sesuatu bersama untuk Alkitab yang kita miliki bersama. Saya senang bisa terlibat di Lembaga Biblika dan juga di Lembaga Alkitab Indonesia.

Alkitab adalah bantuan untuk berjumpa dengan Tuhan, bisa juga dikatakan surat Tuhan. Alkitab adalah kitab yang asyik untuk dipelajari dan diajarkan. Buku atau teks yang bisa mengumpulkan kita dan membuat kita mengenal lebih dalam satu dengan yang lain, dan mengenal Tuhan lebih dalam lagi.   

 

_Rm. Prof. Dr. Martin Harun, OFM. Pastor Fransiskan, Profesor Emeritus, ahli Kitab Suci dari STF Driyarkara, Jakarta._