Satu demi satu tersungkur, namun Tuhan menolong!

Satu demi satu tersungkur, namun Tuhan menolong!

 

Kesehatan yang baik adalah sebuah kenikmatan hidup yang mewah untuk saat ini. Bagaimana tidak, pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung dua tahun belakangan ini telah mengubah cara pandang orang untuk lebih menghargai kesehatan. Masih segar dalam ingatan di akhir bulan Februari 2020 virus ini mulai masuk ke Indonesia dan menyebar dengan cepat seakan tidak terbendung menyerang segala usia dari anak-anak, muda, apalagi lansia. Pemerintah saat itu seperti kelabakan tidak ada persiapan sehingga rumah sakit dijejali manusia yang terpapar Covid-19. Maka pemerintah memutuskan untuk membatasi kegiatan masyarakat agar angka penyebaran tidak menerus bertambah. Pembatasan kegiatan masyarakat ini mau tidak mau membuat banyak perusahaan ataupun lembaga putar otak agar dapat terus berkarya dan menghidupi orang-orang yang ada didalamnya. Tidak terkecuali Lembaga Alkitab Indonesia yang kegiatannya menerjemahkan dan mencetak Alkitab. Untuk terus tetap hadir melayani umat, Staf LAI pun diminta tetap masuk sebagian dengan protokol kesehatan yang dianjurkan oleh Pemerintah. Tahun 2021 ini bisa dibilang  adalah masa-masa yang sulit yang harus dilalui karena beberapa staf akhirnya berjatuhan karena terpapar Covid-19. 

Cerita beberapa karyawan kantor pusat

Bagaimana mulanya staf LAI bisa terpapar padahal saat itu hampir 80% staf-stafnya sudah melakukan vaksin dan melakukan protokol kesehatan? Liburan Natal dan Tahun Baru yang diisi dengan kegiatan ke luar kota bisa dibilang menjadi pintu masuk virus ini. “Tepatnya sih saya tidak tahu, yang pasti akhir Desember di tahun 2020. Waktu itu saya mengisi liburan  Natal dengan berlibur dan mengunjungi saudara di Bandung,” terang Daniel Lumamuly staf Departemen Digital LAI. Sehari-harinya ia sosok yang  jenaka. Namun, saat dinyatakan positif Covid, rasa khawatir langsung menyelimuti perasaannya. Sulit untuk mengetahui tepatnya di mana terkena, karena memang ia berinteraksi dengan banyak orang lain saat bekerja, berlibur atau saat membeli makanan. Niat awal berlibur di Bandung, akhirnya ia hanya bisa tiduran dan mengisolasi diri di dalam kamar selama dua minggu. Lain lagi cerita Vince, karyawan di bagian Promosi LAI ketika menceritakan awal ia terpapar virus Corona. Saat libur Natal, keluarga besar suaminya datang ke rumah dan berkumpul bersama. Mereka makan bersama, kemudian dilanjutkan mengobrol setelah sekian lama tak bertemu. Hal yang wajar di tengah suasana Natal. Selepas Tahun Baru, muncul kabar bahwa salah seorang kerabat yang datang berkunjung ke rumahnya terpapar virus Corona. Mau tidak mau ia juga melakukan  test swab dan benar hasilnya ia dinyatakan positif Covid. Beberapa saudara yang lain, yang hadir di pertemuan juga dinyatakan positif. “Sebelum vaksin sudah mempersiapkan kemungkinan akan ada yang tertular, jadi ketika memperoleh hasilnya ia merasa sudah siap,” respon Vince saat mengetahui dia Positif Covid-19.

Klaster keluarga menjadi penyumbang angka naiknya orang yang terinfeksi virus Covid-19. Klaster Corona keluarga bahkan menjadi perhatian khusus penanganan COVID-19 oleh Pemerintah.  Biasanya, penyebaran berawal dari seseorang yang sudah lebih dahulu tertular lalu menularkannya pada anggota keluarga lain. “Jadi pertamanya itu kedua orangtua saya terpapar Covid-19 dan diisolasi di Rumah Sakit untuk dapat perawatan. Saya bolak-balik di sekitar rumah sakit mengurus keperluan orang tua. Kemungkinan besar terkena di rumah sakit itu,” terang Speiro staf Penggalangan Dukungan LAI menceritakan awal dia terpapar Covid-19. Saat itu dia harus memenuhi kebutuhan kedua orangtuanya selama isolasi di Rumah Sakit. Hari ke hari selanjutnya dia jalani isolasi mandiri dengan gejala-gejala Covid yang sudah sering diceritakan seperti: sesak nafas, panas, lalu pusingnya tidak berhenti, ditambah sendi-sendinya terasa ngilu. Setelah dilakukan test Swab ternyata benar adanya dia terpapar juga Covid-19. Kemalangan yang dialaminya tanpa sadar membuatnya harus merelakan dirinya berhenti sejenak dari pekerjaan sehari-hari untuk menjalani isolasi mandiri di rumahnya di daerah Sukabumi. Kegemarannya untuk melakukan perjalanan jauh dengan motor kesayangannya pun harus berhenti juga.

Perasaan yang kurang lebih sama juga harus dirasakan Evi Sidabutar, Staf Penelitian LAI. Lebih repot lagi, selain harus menanggung akibat paparan Covid, ia juga memiliki bayi yang masih harus disusui. Evi bersama Fiant suaminya, dan ibu mertuanya, positif terpapar Covid-19 pada awal Juli tahun 2021 ini. Saat tulisan ini ditulispun ia masih dalam masa pemulihan dan berjuang untuk kesembuhannya. 

Evi memperkirakan dirinya tertular dari sang suami yang lebih dulu terpapar Covid. Ceritanya sepulang dari kerja suaminya merasakan demam. Awalnya mereka menganggap mungkin hanya dari efek sementara dari vaksinasi dan tubuh sedang memberikan respon terhadap vaksin yang dimasukkan ke dalam tubuh. Karena tidak kunjung ada perubahan, suaminya lalu memeriksakan diri ke Puskesmas. Hari itu Puskesmas sesak penuh dengan orang-orang yang memiliki tujuan hampir sama. Antrian yang panjang ditambah kondisi Fiant yang sedang lemah membuatnya memilih pulang dan menjadwalkan untuk tes swab saja di RS Evasari keesokan harinya. Sore harinya pukul 4 sore hasil swab diambil sendiri oleh Evi. Begitu mengetahui bahwa hasil tes suaminya positif, sang suami langsung melakukan isolasi mandiri di rumahnya. Test swab lanjutan juga dilakukan ke ibu mertuanya dan ternyata hasilnya juga positif sedangkan Evi hingga saat itu negatif. Evi dan keluarga kemudian memutuskan untuk melakukan tindakan selanjutnya untuk sementara, yaitu memisahkan diri dari ibu mertua dan suaminya agar dia dan bayinya tidak ikut tertular. 

Evi berencana mengungsi bersama bayinya ke tempat kakak kandungnya di Serpong. Sebelum itu ia disarankan untuk tinggal sementara di penginapan dan melakukan tes PCR lanjutan. Ini merupakan saran dari kakaknya untuk berjaga-jaga dan memastikan kondisi Evi dan bayinya. Namun malang ternyata hasil tes PCR-nya positif sehingga diapun harus tetap di penginapan untuk isolasi mandiri bersama bayinya. “Hasil tes membuat suami saya makin bersedih dan merasa bersalah. Keluarga kakak juga sama, mereka merasa terkejutlah. Bingung juga. Kok bisa ya,” ungkap Evi saat mengetahui dia terpapar covid-19. Dia merasakan tiba-tiba ada keheningan di penginapan bersama anak semata wayangnya. Bersyukur hasil tes Pniela, bayinya, hasilnya negatif. Selama masa isolasi mandiri berdua dengan bayinya, Evi menjaga hatinya tetap tenang agar bayinya tetap merasa aman. Ia juga berusaha menjaga protokol kesehatan sebisa mungkin setiap kali harus menggendong dan menyusui bayinya. 

Karyawan dan Karyawati LAI di Bogor juga tak luput

Sampai bulan Juli tahun 2021 ini Bogor masih menjadi zona merah karena banyaknya orang yang terkonfirmasi positif Covid-19. Tidak luput dari virus ini, Wati Hutapea, staf Keuangan LAI, yang berdomisili di Bogor ikut terpapar positif Covid-19. Ia adalah sosok yang aktif dalam berolahraga dengan sepeda gunungnya dan rutin berolahraga baik senam maupun lari jarak jauh. Namun semua itu tidak serta merta membuatnya kebal terhadap virus Corona. Wati tinggal bersama orangtua, kakak dan keponakannya. Awalnya sang keponakan terpapar, kemudian menyusul kakaknya dan kemudian dirinya. Ia mulai menyadari dirinya terpapar, ketika ia batuk dan merasa tidak nyaman di badannya. Syukurlah bahwa orangtuanya terkonfirmasi negatif dan terpaksa diungsikan ke tempat lain. Bisa dibilang isolasi mandiri yang dilakukan walaupun hanya sementara waktu tetap saja terasa berat dan tidak nyaman. Aktivitas serba terbatas dan seperti terpenjara. Padahal saat terpapar semestinya pikiran dan hati harus tetap tenang sehingga imun juga terjaga. 

Masih di Jawa Barat tepatnya di Bekasi, Dorkas Koni, Staf Percetakan LAI juga terpapar Covid-19. Bedanya dia harus berjuang sendiri untuk memenuhi kebutuhannya sendiri selama isoman mandiri. Suaminya waktu itu sedang pulang kampung karena ibu tersayangnya meninggal. Bisa dibayangkan bagaimana susah hati yang dirasakannya, sedang mengalami kedukaan dan di waktu yang sama terkonfirmasi positif Covid-19. “Hari pertama dan hari kedua itu jujur saya tidak bisa tidur,“ katanya. “Walaupun jujur hati ini merasa dagdigdug. Ya ngerilah ya. Benar-benar di hari pertama dan kedua sejak dinyatakan positif itu saya dibuat tidak bisa tidur. Ada rasa takut, khawatir dan bingung campur aduk jadi satu sehingga membuat tidurnya tidak lelap. Tidur sebentar bangun, tidur sebentar bangun. Mana saya di rumah sendirian dan suami sedang tidak ada. Penderitaanya seperti berlipat ganda,”  terangnya.

Dalam situasi yang serba sulit untunglah ada tetangga sekitar tempat tinggal yang menjadi penolong terdekat di kala menerima ujian dari Tuhan. Seperti yang diceritakan Wati Hutapea. Sesaat setelah keponakannya dinyatakan positif Covid-19, ia langsung buru-buru lapor Ketua RT sehingga bisa membantunya bila ada kebutuhan seperti makanan ataupun obat-obatan. “Paling ke tetangga yang berada persis di sebelah kami. Walaupun mereka tahu kalau kami positif tapi mereka tetap memberikan dukungan dan semangat. Apalagi saat itu bertepatan juga dengan perayaan Idul Adha, jadi kami masih dapat juga bantuan daging kambing dan daging sapi yang masih segar,” kenang Wati. “Ayo, Bu. SIlakan diambil bu!”teriak tetangga sebelah rumahnya dari luar pagar. Kebaikan dari tetangga juga dirasakan oleh Dorkas Koni, dia mengungkapkan tetangganya tidak berlebihan memberikan tanggapan ketika ia terpapar Covid-19. 

Lalu bagaimana respons dari rekan-rekan kerja di LAI melihat ada rekan sepelayanannya terpapar positif? Timbul cemas? Sudah pasti! Namun jika melihat tren dari rekan-rekan yang terkonfirmasi Covid-19 memang selama ini tempat kerja yang berada di Salemba tidak sampai menjadi klaster kantor yang baru. Tempat kerja dihuni banyak orang dengan tingkat higienitas yang berbeda-beda. Sebagian besar sudah berdisiplin soal protokol kesehatan (menjaga kebersihan, jaga menjaga jarak, tidak berkerumun, dan selalu menggunakan masker). Namun, ada juga yang terkadang masih abai. Peristiwanya terpaparnya beberapa rekan semoga menjadikan tingkat kewaspadaan setiap karyawan menjadi lebih tinggi.  

Dalam kondisi pandemi seperti sekarang, menjadi sebuah kewajaran untuk saling peduli, menguatkan dan memotivasi antar rekan tanpa harus disuruh. Mereka yang terpapar membutuhkan dukungan moral, semangat dan kebutuhan sehari-hari. “Wah, puji Tuhan sekali saat terpapar pada mendukung saya dengan doa juga diikuti dengan ucapan-ucapan semangat untuk sembuh,” jelas Evi  “Terus ada juga yang kasih saran apa saja makanan yang bisa menambah imunitas. Bahkan ada juga yg mendukung dalam bentuk materi. Luar biasa memang di dalam situasi seperti sekarang, setiap orang pasti berjuang memenuhi kebutuhan mereka dan keluarganya. Namun ternyata banyak teman tetap bisa mendukung dalam bentuk materi. Itu dukungan luar biasa buat saya dan keluarga. Tuhan yang akan balas kebaikan temen-teman semua,”lanjutnya.

Dalam pandemi yang tidak kunjung usai gereja-gereja di Indonesia pun tidak tinggal diam untuk membantu jemaatnya. Mulai dari anjuran untuk tetap di rumah maupun juga pemberian masker dan memberikan bantuan untuk kebutuhan bagi yang isolasi secara mandiri di rumahnya. “Saya merasakan langsung respons dari gereja setelah menginfokan bahwa dari keluarga ada yang terpapar covid, mereka langsung bergerak memberikan kebutuhan selama isolasi mandiri. Kami, langsung diberikan vitamin, obat-obatan terus makanan juga sembako kemudian buah-buahan dan sayur,” ungkap Wati Hutapea. Lain halnya yang dilakukan Daniel, dia lebih memilih untuk tidak menginformasikan ke Gereja dimana dia berjemaat dan memilih untuk istirahat yang banyak saja. Entah karena alasan takut merepotkan Daniel tidak menjelaskannya secara terperinci. Pemenuhan kebutuhan sehari-harinya dia banyak dibantu oleh keluarga terdekatnya. “Banyak keluarga, kerabat, teman, sahabat yang baik yang begitu peduli dan selalu ada untuk memenuhi semua hal diatas,” terang Daniel.

Munculnya varian Delta, yaitu varian virus baru dari Covid-19 mendorong pemerintah untuk melakukan upaya mengambil kebijakan dan penanganan khusus. Yang terbaru mungkin saat ini adalah kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). “Masa PPKM tanpa dijelaskan panjang lebar mempunyai dampak luas baik positif bahkan negatif,” komentar Daniel. Kita diberikan akal dan hikmat oleh Sang Pemilik Hidup untuk memilih, memilah dan menentukan apa yang terbaik yang bisa kita lakukan. Menurutnya, segala sesuatu punya konsekuensi. Ketika segala sesuatu yang kita lakukan berdasarkan tuntunan Roh Kudus, apapun yang kita lakukan dan jalani pasti mendatangkan kebaikan bagi kita sendiri maupun orang lain. Virus ini kita ketahui sulit untuk dilacak keberadaanya jadi yang bisa dilakukan secara konsisten adalah tetap patuh dengan protokol kesehatan (prokes). 

“Selalu jaga protokol kesehatan. Jangan sampai surut karena kita tidak tahu siapa saja yang sudah terpapar, banyak di antara yang terpapar terlihat baik-baik saja karena tanpa gejala,” kata Speiro. Menurutnya setiap orang mempunyai titik lengah. Biasanya, titik lemah kita justru saat kita berada di lingkungan yang sudah kita kenal baik dan dekat. Sadar atau tidak ternyata  banyak orang terpapar Covid-19 dari lingkungan terdekat, seperti keluarga dan rekan sekerja, yang tidak pernah mereka sangka-sangka. 

Hizkia Yosuandri, Staf Digital LAI yang terpapar covid-19 di akhir Desember 2020, memandang apa yang dialaminya dari perspektif lain. Di satu sisi musibah, tapi ada nilai positif yang didapatnya. “Sejak menikah kita belum bulan madu atau liburan,” dengan pernyataan jujur Hizkia. Tetapi karena dia dan istrinya sama=sama terpapar Covid-19, mereka bisa menghabiskan waktu bersama-sama selama 14 hari. Benar-benar untuk sementara berhenti dari semua aktivitas pekerjaan maupun berbagai kegiatan lainnya. “Saya merasa itu adalah kenangan manis di tengah bencana yang kami alami.”   

“Mengapa kamu tertekan, hai jiwaku, dan gelisah di dalam diriku? Berharaplah kepada Allah! Karena aku akan bersyukur lagi untuk-Nya, penolongku dan Allahku!” Mazmur 42:5 bisa menjadi kesimpulan atas kemalangan yang mereka alami. Satu demi satu tersungkur karena virus ini, tapi lagi-lagi Allah tidak pernah tinggal diam dan menjadi penolong di masa-masa sulit ini. Tidak ada jalan lain bagi kita selain berharap kepada Allah.