Seminar Alkitab | Pdt. Ira D. Mangililo, PhD
Latar Belakang dan Konteks Sejarah
Kisah Susana adalah sebuah narasi unik yang keberadaannya memisahkan beberapa tradisi keagamaan. Ditemukan dalam kitab-kitab deuterokanonika dan apokrif, cerita ini tidak termasuk dalam kanon Alkitab Ibrani dan Protestan, tetapi diterima sebagai bagian dari Alkitab Katolik dan Ortodoks. Perbedaan ini mencerminkan sejarah penerimaan teks yang kaya, di mana beberapa teolog penting seperti Martin Luther, tetap merekomendasikan kisah ini untuk dibaca karena memiliki nilai moral yang universal.
Secara historis, kisah ini memiliki dua versi utama: versi dari Septuaginta yang menempatkannya di akhir kitab Daniel (setelah pasal 12) dan versi dari Theodotion (salah satu tokoh penerjemah Alkitab bahasa Ibrani- Yunani abad 2M) yang meletakkannya di awal. Perbedaan penempatan ini tidak mengubah esensi cerita, tetapi menunjukkan bagaimana narasi ini dinilai dalam tradisi yang berbeda. Latar belakangnya adalah di Babilonia, tempat komunitas Yahudi hidup dalam pembuangan.
Sinopsis Kisah Susana
Kisah ini berfokus pada Susana, seorang wanita yang digambarkan sangat cantik, kaya, dan saleh, istri dari seorang pria borjuis bernama Yoyakim. Rumah mereka adalah pusat kegiatan komunitas Yahudi, termasuk tempat berkumpulnya dua hakim tua yang sangat dihormati. Namun, di balik jubah kehormatan mereka, kedua tua-tua ini memiliki niat jahat. Mereka diam-diam mengamati Susana di taman dan terobsesi dengan kecantikannya.
Suatu hari, Susana pergi ke taman untuk mandi dan menyuruh para pelayannya keluar. Saat ia sendirian, kedua hakim itu muncul dari persembunyiannya dan mendekatinya. Mereka mengancam akan menuduhnya berzina dengan seorang pemuda jika ia menolak keinginan mereka. Susana dihadapkan pada pilihan yang sangat sulit: menyerah pada keinginan mereka yang berdosa di hadapan Tuhan, atau mati secara terhormat. Dengan keberanian yang luar biasa, ia memilih untuk tetap setia pada dirinya dan Tuhan. Ia menolak mereka dan berteriak meminta tolong. Teriakan ini justru dimanfaatkan oleh para hakim untuk menjalankan tuduhan palsu mereka.
Susana kemudian dibawa ke pengadilan, dimana kesaksian palsu kedua hakim diterima begitu saja oleh komunitas. Susana pun divonis hukuman mati dengan cara dirajam. Saat semua harapan seolah hilang, Daniel, seorang pemuda yang kelak menjadi nabi, muncul. Daniel, yang digerakkan oleh Tuhan, menantang putusan itu. Dengan kecerdikannya, ia meminta agar kedua hakim itu diinterogasi secara terpisah. Daniel menanyakan kepada masing-masing di bawah pohon, apakah mereka melihat Susana melakukan perbuatan zina. Tua-tua pertama menjawab "Di bawa pohon pistasia", sementara yang kedua menjawab "Di bawa pohon berangan". Perbedaan jawaban ini membuktikan kebohongan mereka, dan akhirnya Susana dibebaskan sementara kedua tua-tua itu dihukum mati.
Dunia Susan
Susana yang rapuh, di tengah tangisannya, mengarahkan pandangannya ke langit sebagai upaya untuk membalas tatapan para hakim yang terus mengawasinya. Ia menatap ke atas sebagai bentuk perlawanan, karena ia percaya bahwa hanya kekuatan di ataslah yang mampu melawan kedua hakim tersebut. Tindakan ini melambangkan penyerahan dirinya kepada Tuhan, sumber keadilan dan kebenaran, untuk meminta pertolongan atas fitnah yang dituduhkan kepadanya.
Kisah ini menggunakan dualisme dunia sebagai tema sentral. Hal ini membantu pembaca untuk memahami makna di balik tindakan Susana menengadahkan kepalanya ke langit. Dunia atas, yang dilambangkan oleh surga, mewakili keadilan, kebebasan, dan harapan. Ini adalah sumber kebenaran yang menjadi tempat Susana mencari pertolongan saat ia terancam. Sebaliknya, Babilonia, tempat Susana dan orang Yahudi tinggal, adalah representasi dari dunia bawah yang penuh dengan kejahatan. Ironisnya, bahkan rumah Yoyakim, yang seharusnya menjadi tempat dimana keadilan ditegakkan, justru menjadi tempat di mana kejahatan direncanakan dan dilaksanakan. Hal ini diperburuk oleh fakta bahwa dua hakim yang seharusnya menjadi penjaga hukum Musa, justru menjadi pelaku kejahatan. Hal ini menunjukkan bahwa dunia yang mereka tinggali telah dipengaruhi oleh kejahatan, sehingga keadilan tidak dapat ditemukan di sana, melainkan hanya datang dari atas.
Analisis Mendalam dan Relevansi Modern
Kritik Terhadap Penyalahgunaan Kekuasaan
Kisah Susana adalah sebuah kritik tajam terhadap penyalahgunaan kekuasaan. Kedua tua-tua yang seharusnya menjadi penjaga keadilan dan moralitas justru menjadi pelaku kejahatan. Mereka menggunakan posisi dan wewenang mereka untuk memanipulasi situasi dan merusak kehidupan seorang wanita yang tidak bersalah. Kisah ini juga menyentuh isu budaya menyalahkan korban, di mana masyarakat menerima begitu saja kesaksian palsu para hakim tanpa melakukan pemeriksaan silang, hanya karena status mereka yang dihormati.
Isu Gender dan Pandangan Objektifikasi
Cerita ini secara mendalam menyentuh isu-isu modern seputar gender dan kekerasan seksual. Kisah ini menekankan bahaya male gaze, atau pandangan objektivitas dari laki-laki terhadap perempuan. Kedua hakim tidak melihat Susana sebagai individu yang memiliki martabat, tetapi sebagai objek nafsu yang harus mereka miliki. Nama "Susana" sendiri, yang berarti "bunga bakung", melambangkan kecantikan dan kerapuhan, yang dikontraskan dengan "pohon" yang melambangkan kekuatan dan kekuasaan, seperti yang digunakan kedua hakim untuk menyamarkan kebohongan mereka.
Pentingnya Intervensi
Kisah ini menunjukkan bahwa keadilan tidak akan datang dengan sendirinya. Intervensi Daniel adalah kunci pembebasan Susana. Ia mengajarkan kita bahwa ketika melihat ketidakadilan dan mendengar suara korban yang tidak bersalah, kita tidak boleh berdiam diri. Meskipun mengambil jalan berisiko, tindakan Daniel menunjukkan bahwa bertindak melawan ketidakadilan adalah bagian dari agenda Tuhan. Selain itu, teriakan Susana di taman juga merupakan tindakan perlawanan yang sangat penting. Ia tidak diam dan menerima nasib, melainkan memilih untuk menolak dan meminta pertolongan, yang akhirnya membuka jalan bagi intervensi Ilahi.
Pembelaan Diri dan Keadilan Ilahi
Meskipun Daniel menolongnya pada menit-menit terakhir, Susana adalah pahlawan yang menyelamatkan dirinya sendiri. Ia memiliki prinsip hidup yang kuat untuk melakukan apa yang baik dan benar, meskipun dengan segala konsekuensi. Ia berteriak, menunjukkan keberaniannya, dan meminta intervensi Allah. Kisah ini mengingatkan kita bahwa Tuhan berpihak pada mereka yang dilecehkan dan menderita. Kiranya kisah ini menginspirasi kita semua untuk memilih yang baik, menolak yang jahat, dan membela kebenaran.
Cerita ini menjadi pengingat yang kuat bahwa kita tidak boleh menjadi penonton pasif ketika melihat kekerasan dan ketidakadilan. Melalui keberanian Susana dan intervensi Daniel, kita diingatkan bahwa dengan bertindak, kita dapat membantu menegakkan kebenaran dan keadilan.