Karam sudah cukup lama menjadi seorang staf Lembaga Alkitab Palestina yang bekerja di utara Tepi Barat. Perjalanan imannya menemukan Kristus amatlah panjang, tetapi semua hal yang dialaminya mengajarkan kepadanya bahwa Allah senantiasa besertanya dalam segala situasi.
Karam, kini 35 tahun, lahir di Kuwait, tetapi melarikan diri bersama seluruh keluarganya pada tahun 1992 selama berkecamuknya Perang Teluk yang pertama. Orang tuanya kemudian memilih untuk menetap di Jenin. Mereka datang tanpa membawa apa pun dan Karam muda merasa kesepian karena ia telah kehilangan kontak dengan semua karibnya.
Beberapa waktu kemudian ia berhasil mendapatkan sebuah televisi kecil yang diletkkan di kamarnya. Benda ini segera menjadi sahabatnya. Listrik hanya tersedia untuk beberapa jam setiap malam, tapi di waktu yang terbatas tersebut Karam rajin menonton saluran rohani Kristen dari beberapa stasiun televisi di Lebanon. Ia pun mulai tertarik dengan Yesus. Dia bertanya kepada ibunya apa yang ia tahu tentang agama Kristen, tetapi ibunya hanya bisa menjelaskan dari sudut pandang keislaman-nya.
Malam demi malam Karam menonton saluran televisi Kristen. Suatu malam seorang penginjil mengundang setiap pemirsa untuk menaruh tangan mereka di televisi untuk berdoa bersamanya. Karam berpikir orang itu gila, tapi kemudian ia menemukan dirinya ikut meletakkan tangannya di layar televisinya.
Setahun telah berlalu dan Karam masih terus menonton program acara rohani tersebut, namun ternyata ia tidak bisa memaksa dirinya untuk mengatakan nama Kristus dengan suara keras. Dia bisa merujuk kepada Tuhan atau Allah, tapi ia tidak sanggup menyebut nama Yesus Kristus.
Dirinya kemudian menulis kepada produser acara televisi itu dan mereka mengiriminya Alkitab. Sayangnya, hanya ada satu kotak pos untuk seluruh desa dan paket untuknya terambil seorang tetangganya yang membukanya dan memberitahu semua orang bahwa Karam sedang menjalin komunikasi dengan orang Kristen. Beberapa orang dari kaum tetangganya mengancam untuk tidak berhubungan lagi dengan orang Kristen. Pamannya memperingatkan Karam supaya tidak membuka dan mempelajari Alkitab lagi.
Rindu Mengetahui Lebih Dalam Tentang Alkitab
Maka Karam pun berhenti menonton saluran televisi rohani dan menjalani hidupnya seperti sediakala. Dirinya bergabung dengan tentara dan menjadi seorang anggota Pasukan Khusus. Sebagian besar waktu Karam dilaluinya di gardu jaga. Di tempat itu Karam sering merasa kesepian. Untuk membunuh rasa sepinya, Karam terpaksa menyelundupkan sebuah radio portabel ke lokasi pekerjaannya. Siaran radio menjadi teman setianya dalam menjalani hari-hari sepi berjaga malam.
Suatu hari secara tak sengaja, ia mendengar sebuah program siaran Kristen. Rasanya seperti bertemu kembali seorang sahabat lama! Dia pun mulai menulis surat kepada produser program siaran tersebut dan mereka pun memberikan balasannya. Tapi sering kali butuh waktu sebulan untuk memperoleh balasan. Sementara Karam begitu lapar untuk mendengar lebih banyak tentang Alkitab.
Maka Karam pun mulai pergi ke sebuah toko di mana dia bisa mengirimkan faks kepada produser siaran rohani dan dengan sabar menunggu sementara mereka menuliskan jawabannya. Akhirnya para produser menghubungkan Karam dengan Labib Madanat, yang pada waktu itu Sekretaris Umum Lembaga Alkitab Palestina dan kini memimpin Tim “Bible Lands”. Melalui persahabatan erat dengan Labib dan dorongan yang diberikannya, Karam akhirnya memberikan hidupnya kepada Kristus 18 bulan kemudian.
Karam memulai karirnya di Lembaga Alkitab Palestina sebagai seorang tenaga kebersihan (office boy). Tidak lama kemudian dirinya menikah, memperoleh kesempatan melanjutkan studi di perguruan tinggi dan mendapatkan promosi jabatan.
Menjadi Saksi Kristus Yang Setia
Hidup Karim yang sekarang bukan berarti tanpa tantangan sama sekali. Namun setiap hal yang dialaminya membawanya merasa semakin dekat dengan Allah. Visi pribadinya adalah menyatakan kasih di tengah-tengah komunitas di mana dia bekerja. Dirinya percaya bahwa sangat penting untuk aktif sebagai saksi Kristus karena begitu banyak orang Kristen meninggalkan Palestina.
Ketika ia menjadi seorang Kristen, keluarga Karam menolaknya untuk waktu yang cukup lama. Ibunya terus meminta untuk tidak mengabarkan imannya, tetapi baginya hal tersebut mustahil. Ibunya bahkan berharap Karam tidak bekerja untuk Lembaga Alkitab.
Melalui berbagai pencobaan ini, Karam telah belajar bahwa Roh Kudus memampukan dirinya untuk mencapai begitu banyak hal. Kadang ketika dirinya merasa tertekan, ia mengunjungi teman-teman lamanya di Pasukan Khusus. “ Ketika saya melihat mereka, saya menyadari bahwa hidup saya sekarang telah berubah, “ demikian pernyataan Karam. “Alkitab sungguh-sungguh merupakan pesan cinta, dan kita harus berani menyatakan pesan cinta tersebut pada semua orang,” ujarnya menutup pembicaraan.
Diterjemahkan dari:
biblesocieties.org