-->

Kamis Putih 2023


Kamis Putih
6 April 2023

Kasih Dalam Kerendahan Hati

Keluaran 12:1-14; Yohanes 13:1-17, 31-35

Renungan

Yohanes 13 merupakan penceritaan mengenai persiapan jamuan Paskah yang dilakukan oleh Yesus beserta para murid-Nya, sebuah kegiatan yang sesuai dengan tradisi Yahudi. Hal ini dapat dilihat berdasarkan panduan yang tertera pada teks Keluaran 12, yakni bagaimana seluruh orang Israel harus merayakan Paskah sebagai pengingat makna atas pembebasan yang TUHAN lakukan bagi mereka dari kuasa Firaun. Seluruhnya perlu dilakukan dengan kemurnian iman dan kesigapan dalam merespons tindakan TUHAN. Itulah mengapa pada Kel. 12:8-11, orang Israel tidak diperbolehkan mencampur makanan pokok Paskah dengan ragi maupun bahan lainnya dan perlu dimakan tanpa berleha-leha. Tradisi Paskah ini pula yang sedang dirayakan oleh Yesus beserta para murid sesuai dengan teks Yohanes 13. Namun, muncul hal-hal menarik yang perlu dimaknai secara serius oleh setiap umat TUHAN terhadap teks ini.

Pertama, pembasuhan kaki yang dilakukan oleh Yesus kepada para murid merupakan bentuk pemurnian diri agar mereka dapat mengalami kesatuan dengan Diri-Nya. Hal ini sesuai dengan perkataan Yesus bahwa “Jikalau Aku tidak membasuh engkau, engkau tidak mendapat bagian dalam Aku.” Artinya, pembasuhan itu menjadi bagian yang harus terjadi pada diri para murid agar terjadi kesatuan relasi antaa mereka dengan Diri-Nya. Lantas, serupa dengan kebingungan Petrus, mengapa hanya kaki yang dibersihkan oleh Yesus? Terdapat 3 interpretasi yang dapat muncul terkait praktik ini, yakni:7 Pertama, pembasuhan kaki menjadi simbol dari kesederhanaan dan kerendahan hati sebagai anggota tubuh Kristus; Kedua, pembasuhan kaki sebagai cerminan dari penebusan dosa yang Kristus hadirkan melalui peristiwa salib; Terakhir, pembasuhan kaki sebagai perayaan sakramen melalui praktik pembaptisan (ada juga orang yang melakukan seremoni pembasuhan kaki).

Terdapat banyak perspektif yang dapat digunakan untuk memaknai perikop masuknya Yesus ke kota Yerusalem, entah berfokus pada nilai penghormatan, penyambutan, kemuliaan, kesederhanaan dan kelemahlembutan Yesus atau dari sudut pandang para orang banyak yang menyambut kedatangan-Nya. Namun, pada saat ini kita akan memaknai perikop ini dengan melihat peran para murid yang bersedia patuh terhadap perkataan Yesus untuk mencari dua ekor keledai sebagai kendaraan-Nya memasuki kota Yerusalem. Ketaatan para murid tersebut pun telah menjadi bagian dari penggenapan nubuatan kedatangan sang Juruselamat, seperti yang sudah disiarkan oleh nabi Zakharia ratusan tahun sebelumnya.

Ketiga model interpretasi itu tentu dapat menolong setiap umat TUHAN untuk memaknai teks Yohanes 13. Namun, hal yang juga perlu dipahami adalah kemelekatan para murid dengan Yesus melalui pembasuhan kaki tersebut tidak menjadikan para murid sebagai pihak yang bisa berleha-leha menikmati karya Ilahi. Justru, praktik ini menjadi penanda bahwa mereka adalah murid-murid Yesus Kristus yang dipersiapkan untuk mengemban peran kesaksian sebagai rekan kerja dalam karya misi Allah.

Kamis Putih ini perlu kita jalani sebagai sebuah momen persiapan atas komitmen iman dan kesigapan diri dalam merespons karya kasih Sang Firman. Kita percaya bahwa setiap umat-Nya sudah dipersiapkan untuk mengemban tugas sebagai seorang saksi yang menjalani hidup dalam kasih dan kerendahan hati. Artinya, pada hari ini juga kita perlu mengevaluasi kualitas hati dan diri di hadapan Yesus Kristus, yang sebentar lagi akan memasuki masa-masa sengsara. Sebagai umat percaya, kita perlu dengan sungguh-sungguh membangun kasih dalam kerendahan hati sebagai wujud respons yang bertanggung jawab atas karya pelayanan Yesus Kristus yang melepaskan kita dari segala jerat keberdosaan. Hal ini menjadi kondisi yang perlu muncul dalam hidup setiap umat Tuhan dan tidak dapat ditawar-tawar maupun ditunda.

Kondisi yang miris adalah ketika masih banyak umat Tuhan yang memilih untuk bersikap tak acuh dan cenderung tidak memiliki persiapan apa pun untuk merespons penderitaan Yesus Kristus. Padahal, Sang Firman itu sendiri telah dengan penuh kerelaan dan inisiatif kasih-Nya melakukan sebuah teladan sikap hidup beriman dengan cara membasuh kaki para murid demi mempersiapkan mereka mengalami pembaharuan hidup sebagai murid-Nya.

Marilah kita lepaskan segala beban hati yang menghalangi kaki untuk melangkah lebih jauh dalam menjalani peran sebagai saksi Kristus yang penuh kasih dan kerendahan hati. Ingatlah, bahwa setiap kita telah dipersiapkan dan diutus untuk menjalani hidup sebagai murid Kristus yang hidup dengan kasih dalam kerendahan hati. Sesungguhnya, kaki kita pun turut dibasuh oleh-Nya demi memurnikan diri kita sepenuhnya dalam mengalami pembaruan hidup oleh kuasa-Nya.

“Kamu menyebut Aku Guru dan Tuhan, dan katamu itu tepat, sebab memang Akulah Guru dan Tuhan. Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamupun wajib saling membasuh kakimu; sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu.”

7Ruth B. Edwards. ‘The Christological Basis of the Johannine Footwashing’, dalam Jesus of Nazareth: Lord and Christ: Essays on the Historica Jesus and New Testament Christology, Ed. Joel B. Green dan Maz Turner. 1994. Grand Rapids: Eerdmans, 367-384.


Pertanyaan Refleksi

Apa saja beban/penghalang anda untuk memiliki kasih dalam kerendahan hati sebagai seorang percaya?