// //

-->

Minggu Prapskah 3 2023


Minggu Prapaskah 3
12 Maret 2023

Menyadari Keselamatan dan Menjaganya Tetap Terpancar

Keluaran 17:1-7; Yohanes 4:5-21, 34-42

Renungan

Orang Israel kembali menunjukkan kebebalan hatinya di hadapan TUHAN. Di tengah pengembaraan menuju tanah perjanjian, pasca kelepasan mereka dari bangsa Mesir, orang Israel mempersoalkan perihal kebutuhan mendasar sebagai makhluk hidup, yakni air minum. Namun, bukankah permintaan akan air minum dari orang Israel kepada Musa merupakan hal yang wajar? Bukankah air minum memang dibutuhkan oleh manusia sebagai makhluk hidup? Lantas, mengapa peristiwa ini mendapatkan porsi yang khusus dalam kitab Kejadian hingga menampilkan kepada para pembaca penyebab diberikannya nama ‘Masa’ dan ‘Meriba’ kepada wilayah tersebut?

Dialog pada ayat 2 yang diucapkan oleh orang Israel kepada Musa memang terkesan biasa saja. Mereka berkata, ”Berikanlah air kepada kami, supaya kami dapat minum.” Namun, kita harus mengikutsertakan penjelasan yang diberikan pada ayat 7 atas seluruh perilaku bangsa Israel di hadapan TUHAN. Mereka telah mencobai TUHAN dengan berkata,”Adakah Tuhan di tengah-tengah kita atau tidak?” Artinya, mereka tidak hanya bertanya, melainkan juga menantang, meragukan dan merendahkan peran TUHAN. Inilah kesalahan yang begitu fatal yang dilakukan oleh orang Israel. Hal berikutnya yang sangat disayangkan adalah perilaku seperti ini tidak terjadi satu-dua kali, melainkan berulang kali dilakukan oleh orang Israel kepada TUHAN.

Pada kondisi yang lain, injil Yohanes juga menunjukkan sebuah kebutuhan atas air minum yang secara khusus dialami oleh Yesus di wilayah Samaria. Namun, pada saat ini Yesus, Sang Anak, adalah pihak yang meminta air kepada manusia, seorang perempuan Samaria di samping sumur Yakub. Kemudian, kondisi menjadi semakin menarik ketika permintaan atas air minum itu berubah seperti tawaran untuk melakukan barter. Yesus akan memberikan air hidup kepada perempuan Samaria itu, jika ia memberikan air minum dari sumur Yakub kepada Yesus. Pertanyaannya sekarang adalah mengapa Yesus harus meminta air minum kepada si perempuan Samaria tersebut? Mengapa Yesus tidak langsung menimba air dari sumur Yakub? Kemudian, mengapa Yesus harus menciptakan sebuah kondisi yang terkesan bersyarat ketika Dia ingin memberikan air hidup kepada si perempuan Samaria?

Perilaku Yesus yang meminta air minum kepada perempuan Samaria itu adaah sebuah tindakan yang memenuhi kaidah sopan santun sebagai seorang pendatang. Yesus juga tidak melakukan pemaksaan kepada si perempuan tersebut. Yesus tidak memberikan sebuah ‘perintah’ melainkan ‘permintaan’ dengan penuh sopan santun kepada si perempuan Samaria. Perilaku ini tentu menjadi sesuatu yang sangat mengangkat harkat dan martabat si perempuan Samaria tersebut yang biasanya dianggap rendah karena dia adalah seorang perempuan dan seorang Samaria. Kemudian, tawaran atas air hidup bagi si perempuan Samaria juga menjadi sebuah anugerah atas kesediaan si perempuan dalam memberikan upaya bagi permintaan Yesus tersebut.

Melalui kedua perikop ini, kita tidak sekadar melihat pentingnya nilai air dalam hidup seorang manusia melainkan juga mendapatkan ajakan untuk menggumuli ketulusan dan kesungguhan diri dalam menerima anugerah TUHAN. Jangan sampai kita membangun sikap hidup beriman yang angkuh dan pohak di hadapan TUHAN, seperti sikap hidup bangsa Israel yang meminta air minum dalam kebebalan kepada TUHAN. Situasi yang muncul antara Yesus dengan perempuan Samaria itu pun hendaknya kita maknai dalam hidup beriman sebagai seorang percaya. Hal ini perlu kita gumuli secara berlanjut agar keselamatan yang sudah TUHAN sediakan tidak diperlakukan seperti ‘barang murahan’ yang dengan begitu saja kita sia-siakan. Kita perlu menerimanya dalam sikap penuh hormat dan menjaganya tetap terpancar dalam sikap hidup keseharian.


Pertanyaan Refleksi

Apakah anda siap untuk menerima air hidup dalam ketulusan dan kesediaan diri untuk melakukan permintaan TUHAN di sepanjang kehidupan?