Salah satu kecenderungan yang muncul pada diri manusia adalah kesediaan untuk menyadari kesalahannya jikalau ia sudah merasa tidak punya kesempatan atau daya untuk membela dirinya. Biasanya, di tengah kondisi yang terpojok seperti itulah seorang manusia akan lebih mudah untuk mengakui kesalahan dan bersedia untuk berubah. Namun, ia cenderung lebih berkeras hati dan bertindak sesuka hati selama merasa punya kesempatan serta kemampuan untuk bertindak. Kecenderungan ini pun muncul sebagai hasil dari ketidakmampuan diri manusia agar terhindar dari kepongahan.
Kepongan pun menjadi salah satu hambatan besar bagi proses pertumbuhan iman. Seseorang yang sudah dikuasai oleh kepongahan cenderung sulit untuk mendengarkan bimbingan yang tidak sesuai dengan kehendaknya, meskipun bimbingan itu berasal dari firman Tuhan. Kepongahan itu pula yang membuat manusia mengambil keputusan tidak sesuai dengan kehendak Tuhan, bahkan tidak jarang seseorang mampu bertindak melawan Tuhan dengan kesadaran penuh. Kondisi inilah yang terjadi pada diri umat Israel ribuan tahun lalu, yakni pada saat mereka lebih memilih untuk menggantungkan harapan kepada bangsa-bangsa lain yang mereka anggap kuat. Mereka, dengan penuh kesadaran, telah memilih untuk berpaling dari Tuhan. Namun, pada akhirnya, yakni pada saat mereka telah terpojok oleh situasi hidup, umat Israel pun tersadarkan bahwa satu-satunya sumber pengharapan dan pertolongan adalah Tuhan. Bahkan, pada masa itulah mereka tersadarkan bahwa Tuhan adalah satu-satunya pihak yang peduli kepada mereka dengan kebulatan kasih-Nya yang tulus.
Sahabat Alkitab, kiranya firman Tuhan pada hari ini kiranya dapat kita respons dengan sebuah komitmen untuk terus berupaya membangun sikap hidup beriman yang bertanggung jawab sebagai umat Tuhan. Kita perlu mawas diri agar tidak gegabah mengambil keputusan, termasuk agar tidak membangun sikap hidup yang justru bertentangan dengan Tuhan. Kita perlu memiliki kerendahan hati dan kepekaan iman bahwa Tuhanlah sang Pemelihara yang sejati.