Dalam kalender liturgi, ayat yang kita baca ini seringkali dibacakan pada sebuah ibadah minggu yang dikenal dengan minggu transfigurasi. Yesus “berubah rupa” (transfigurasi) dengan wajah yang sangat bercahaya dan Ia dimuliakan Allah. Peristiwa ini menjadi penting dalam iman kita karena Yesus yang kita sembah itu tidak hanya seutuhnya manusia, melainkan Ia juga adalah Sang Firman Allah yang sedari awal semesta bersama-sama dengan Allah.
Peristiwa yang menakjubkan tersebut disaksikan oleh Petrus, Yakobus, dan Yohanes. Mereka melihat Yesus berubah rupa, mengenakan pakaian putih dan berkilat-kilat. Seketika itu juga nampaklah Yesus berbincang-bincang dengan Elia dan Musa. Penampakan tersebut menjadi penting bagi murid dan umat gereja perdana yang saat itu banyak yang berlatar belakang Yahudi karena dengan demikian Yesus adalah sosok yang dipandang meneruskan kewibawaan dari dua nabi besar Yahudi tersebut. Yesus dengan demikian adalah Tuhan yang sungguh-sungguh berkuasa dan akan menyelamatkan dunia.
Jika kita berada di posisi Petrus, Yakobus, dan Yohanes kira-kira apa yang kita rasakan? Bahagia, merasa terhormat, atau mungkin hal lainnya. Namun, yang menarik adalah dalam bacaan kita kali ini Yesus melarang mereka untuk menceritakan kepada orang lain. Mungkin Tuhan menginginkan agar pengalaman ini mereka endapkan terlebih dahulu dan mereka refleksikan dengan sungguh. Paling tidak bagi ketiganya pasti tidak ada lagi keraguan untuk mengikut Yesus karena Ia adalah sungguh-sungguh Anak Allah yang menjadi Juruselamat atas dunia. Kiranya kita-pun juga memiliki keteguhan dan keyakinan yang sama dalam mengikuti-Nya. Dunia mungkin meragukan keberadaan Yesus, tetapi bagi kita yang mempercayai-Nya keraguan itu sungguh tidak beralasan. Pada akhirnya marilah membangun kehidupan yang berpusatkan pada Sang Juruselamat.