Bagaimanakah Engkau Menjalani Hidupmu?

Artikel | 30 Nov 2025

Bagaimanakah Engkau Menjalani Hidupmu?


Yesaya 2:1-5 , Matius 24:36-44 


Socrates, seorang pemikir zaman Yunani kuno, pernah berujar bahwa “hidup yang tidak direfleksikan, tidak layak untuk dihidupi”.  Ia menyampaikan perkataan tersebut dalam konteks kehidupan manusia yang seharusnya diarahkan demi kebajikan untuk pemeliharaan jiwanya. Namun dalam pengamatannya, manusia seringkali terlupa akan kewajibannya. Mereka memilih terhanyut dalam banalitas kehidupan. Hanya menjalani apa yang menjadi rutinitas dan seringkali bergerak ke arah massa bergerak, tanpa berpikir apa maknanya bagi diri kita. Meskipun terbentang jarak ribuan tahun lamanya dari masyarakat Yunani kuno, bukankah kehidupan di zaman modern juga seperti itu?  Kita sibuk pada hal-hal yang sebenarnya menjauhkan kita dari otentisitas, perjalanan menjadi diri sendiri. Berjibaku dengan tuntutan kerja sehari-hari, mimpi-mimpi yang terkubur pahitnya realita, situasi dunia yang dilanda krisis, hingga kepada pilihan-pilihan salah yang mengarahkan kita pada pemenuhan hasrat serta hawa nafsu yang tiada berujung. 

 

Pada saat ini kita hendak memulai masa Adven-Natal dengan sebuah kesadaran akan makna kehidupan yang seharusnya kita hidupi sebagai seorang Kristen. Rupanya makna itu ditemukan justru dalam relasi dengan Allah dalam Kristus Sang Penebus. Secara khusus melalui penelaahan atas dua bacaan kali ini, kita diajak untuk berefleksi atas kehidupan masing-masing serta tugas dan tanggung jawab seorang Kristen ketika mengingat akan datangnya hari akhir. Yesus menegaskan dalam Injil Matius 24 akan datangnya hari Tuhan. Masa dimana semuanya berakhir dan Tuhan datang kembali untuk menghakimi umat-Nya. Ia memberitahukan hal tersebut bukan agar umat Tuhan berspekulasi tentang kapan datangnya hari tersebut, karena kapankah datangnya waktunya, tidak ada yang tahu (ay. 36). Maka yang Tuhan kehendaki adalah agar manusia mengingat akan tugas-tugasnya dalam menyambut hari tersebut.  Apakah itu? 

 

Pertama, Tuhan menghendaki umat-Nya untuk selalu bersiap akan datangnya hari Tuhan dan jangan lengah. Ia mengingatkan murid-murid-Nya akan peristiwa Nuh (ay. 37-39). Orang-orang pada masa itu menjalani aktivitas mereka seperti adanya. Mereka memilih bersenang-senang dan memuaskan hawa nafsu saja. Mereka terjebak dan baru sadar ketika saat kritis sudah menimpa mereka. Bukankah pada hari ini tindakan masyarakat di zaman Nuh juga merasuk dalam masyarakat kita? Hidup seolah tiada hari lain dan mengarahkan segala sesuatunya demi pemenuhan hawa nafsu. Tanpa sadar manusia diperhamba oleh keinginannya sendiri. Sebuah ironi yang menghentak dan menampar segala perasan kemerdekaan dan kebebasan kita. Manusia modern seolah bebas berpijak di atas kakinya sendiri, padahal dirinya dikurung oleh hasrat akan materi yang tiada berujung. Saat Tuhan datang dan meminta pertanggungjawaban atas hidup dan anugerah-Nya yang telah diberi, kita hanya bisa terdiam dan terpaku. Lupa akan tugas-tugas kita. 

 

Kedua, kesiapan seseorang tidak dapat diukur dari tampilan luarnya, hanya Allah yang mengenali hati serta hasrat manusia yang terdalam. Itulah yang dimaksud oleh Yesus saat Ia menyampaikan perumpamaan mengenai kedua orang yang berada di ladang , dimana yang satu dibawa dan yang lain ditinggalkan (ay. 40). Mereka melakukan kegiatan yang sama, tetapi yang satu tampaknya siap untuk kedatangan Anak Manusia yang akan membawanya masuk ke dalam kemuliaan Kerajaan Allah, sedangkan yang lain tidak siap lalu ditinggalkan di luar. Maka soal kesalehan dan ketaatan hidup kepada perintah-Nya tidak dapat dinilai secara sepihak melalui tampak luar seseorang. Hanya Tuhan yang mengetahui hati yang terdalam. Sedangkan kita seringkali terjebak untuk melakukan penilaian atas orang lain dan merasa paling benar.

 

Ketiga, berjaga-jagalah karena hari Tuhan akan datang dengan tidak terduga. Yesus menyampaikan pokok tersebut dengan menggambarkan kedatangan hari Tuhan seperti rumah yang kebobolan pencuri. Seorang pemilik yang tahu kapan pencuri akan datang tentu akan bersiap-siap dan meningkatkan kewaspadaan. Saat kedatangan Tuhan tidak mungkin diketahui jam dan waktunya. Ia akan datang dengan mendadak. Maka teruslah berjaga dan bersiap menyambut kedatangan Tuhan. 

 

Menyambut Tuhan yang akan datang berarti kesediaan untuk hidup dalam terang firman-Nya. Sebagaimana yang dikatakan dalam Yesaya 2:5, “Hai kaum keturunan Yakub, mari kita berjalan dalam terang TUHAN!” Jika Tuhan adalah terang, maka anak-anak Tuhan tidak mungkin berdiam dan berjalan dalam kegelapan. Manusia yang berdiam dalam keberdosaannya dan menolak untuk memohon ampun kepada Tuhan dan mereka yang melakukan segala sesuatu dengan seenaknya sendiri tanpa memikirkan sesama dan ciptaan Tuhan lainnya, adalah orang yang berjalan di dalam gelap. Adven berarti masa penantian, oleh sebab itu dalam masa penantian ini marilah kita menilik hati dan pikiran masing-masing. Sudahkah kita menjalani hidup dalam terang-Nya? Jangan-jangan kita hidup dan menjalani kehidupan seperti orang yang tidak takut akan Tuhan. Hanya diri sendiri yang kita pedulikan dan tiada yang lain. Berjaga-jagalah dan bertobatlah. 

 

Pertanyaan reflektif : 

Sudahkah kita menjalani kehidupan seturut firman-Nya sebagai bagian dari kesiapan kita untuk menyambut kedatangan Tuhan?

Logo LAILogo Mitra

Lembaga Alkitab Indonesia bertugas untuk menerjemahkan Alkitab dan bagian-bagiannya dari naskah asli ke dalam bahasa Indonesia dan bahasa daerah yang tersebar di seluruh Indonesia.

Kantor Pusat

Jl. Salemba Raya no.12 Jakarta, Indonesia 10430

Telp. (021) 314 28 90

Email: info@alkitab.or.id

Bank Account

Bank BCA Cabang Matraman Jakarta

No Rek 3423 0162 61

Bank Mandiri Cabang Gambir Jakarta

No Rek 1190 0800 0012 6

Bank BNI Cabang Kramat Raya

No Rek 001 053 405 4

Bank BRI Cabang Kramat Raya

No Rek 0335 0100 0281 304

Produk LAI

Tersedia juga di

Logo_ShopeeLogo_TokopediaLogo_LazadaLogo_blibli

Donasi bisa menggunakan

VisaMastercardJCBBCAMandiriBNIBRI

Sosial Media

InstagramFacebookTwitterTiktokYoutube

Download Aplikasi MEMRA


© 2023 Lembaga Alkitab Indonesia