Oleh: Sigit Triyono (Sekum LAI)
Saya mencatat setidaknya tiga kali saya nyaris mati. Pertama saat saya berusia sekira 10 tahun. Saya bersama seorang teman bermain-main di tepi sungai dan mencoba untuk naik perahu yang sedang diparkir. Keadaan sekitar sepi tidak ada orang sama sekali. Kami menuruni tepian sungai sambil berpegangan rumput dan mencoba menggapai perahu dengan kaki. Setelah kedua kaki berhasil menyentuh tepi perahu, perahu tersebut terbawa arus dan menjauhi tepian, sementara kami belum kokoh menapak perahu. Kaki kami tidak jadi masuk perahu, tapi masuk sungai. Kami panik dan hanya bisa berpegangan pada rumput tepian sungai. Sementara perahu semakin menjauh. Dalam kepanikan dan menangis kami merambat ke atas dengan sekuat tenaga, dan akhirnya selamat.
Kedua, saat saya berusia 19 tahun. Saya tinggal di kos-kosan karena kuliah di Yogya. Kondisi tubuh saya lemah dan beberapa hari sakit perut yang coba saya tahan-tahan. Sesudah tidak tahan barulah saya ke dokter dan langsung diminta masuk RS untuk operasi usus buntu. Pasca operasi, kata dokter semua berjalan baik walau butuh waktu lebih lama karena sudah sangat terlambat ditangani. Semalam suntuk saya tidak sadar, dan ditunggu oleh teman-teman pemuda Gereja serta orang tua saya. Setelah saya sadar, mereka bercerita kalau semalaman mereka tidak tidur karena kondisi saya seperti sudah mau "lewat".
Ketiga terjadi sekira lima belas tahun lalu. Saat liburan dan kami berkumpul di rumah mertua. Karena kapasitas kamar terbatas maka saya tidur di sofa kamar tamu. Sekira tengah malam barulah saya bisa membaringkan tubuh ke sofa. Tidak lama setelah itu, antara mimpi dan sadar, roh saya ditarik dan diseret melewati lantai yang dingin oleh makhluk hitam dan meninggalkan tubuh saya. Saya panik dan meronta. Saya teriak tolong-tolong dan nama Yesus berulang-kali. Makhluk hitam itu menarik terus menuju pintu keluar. Sesampainya di pintu tiba-tiba roh saya dilepas dan langsung balik ke tubuh saya. Lalu saya terbangun dan lari.
Tiga peristiwa di atas semakin mengukuhkan saya bahwa Tuhanlah pelindung sejati saya. Dalam keteledoran, lemah fisik, maupun karena kuasa lain, Tuhan terus memberikan perlindungan. Keselamatan saya sungguh semua ada di tanganNya.
Karena Tuhan selalu melindungi kita semua, dalam kewaspadaan dan kehati-hatian, kita harus terus melayaniNya melalui belarasa dan solidaritas kepada sesama yang membutuhkan.
Dalam situasi yang serba darurat di tengah wabah Covid-19 ini, LAI mengembangkan lima program LAI Peduli Bencana, yaitu: (1) Pembagian 2.000 Alkitab, Portion dan APD, (2) Pengiriman Voicenote Doa Untuk Bangsa harian, (3) Penerbitan secara periodik video-video penguatan, (4) Penerbitan WSH Online mingguan, (5) Dukungan kebersamaan terhadap RS dan lembaga Kristen lain dalam publikasi program peduli Covid-19.
Salam Alkitab untuk Semua