APA YANG TUHAN PIKIRKAN? 

APA YANG TUHAN PIKIRKAN? 

 

Setiap kali kita membuka Facebook maka kalimat pertama yang kita jumpai adalah “Apa yang Anda pikirkan?”. Alasan di balik kalimat tersebut tentu saja mengajak pengguna aplikasi ini untuk melihat situasi yang terjadi dan yang dialami lalu membagikan apa yang mereka pikirkan kepada jejaring sosial. Idealnya melalui konten yang kita bagikan banyak orang akan teberkati. Tetapi, pada kenyataannya, orang lebih sering membagikan apa yang mereka rasakan, bukan apa yang mereka pikirkan. Jika pertanyaan “Apa yang Anda pikirkan?” dibaca oleh TUHAN, kira-kira apa yang DIA pikirkan? 

Akidi Tio. Nama ini menjadi berita viral karena anak-anak almarhum menyumbang Rp. 2 Trilyun bagi penanganan pandemi COVID-19 di Sumatera Selatan. Akidi Tio adalah seorang pengusaha konstruksi asal Langsa, Aceh Timur, yang kemudian di masa tuanya tinggal di Palembang. Akidi Tio telah kembali ke rumah Bapa 12 tahun yang lalu, pada tahun 2009, dan meninggalkan 7 orang anak yang kesemuanya pengusaha. Jumlah Rp. 2 Triliun bukanlah jumlah yang sedikit. Dari jumlah itu, setidaknya setiap anak almarhum menyumbang antara Rp. 100 hingga Rp. 150 Milyar. Semua ini dapat terjadi hanyalah karena keteladanan almarhum yang memang berjiwa filantropis dan memang ada wasiat dari almarhum yang selalu diingat dan menjadi nilai-nilai keluarga, yakni, “Kalau kamu mampu, sukses, bagikanlah kepada sesama”.  

Negeri ini juga mengenal filantropis yang lain, yakni Dato Thahir, seorang anak juragan becak di Surabaya yang sukses sebagai pengusaha. Namun namanya lebih dikenal karena karya karitatifnya yang menembus batas-batas negara. Dalam sebuah kesempatan beliau berkata bahwa dana yang beliau salurkan untuk karya kemanusian tidaklah 100% berasal dari dirinya. Ada kawan-kawan yang memercayakan dananya untuk disalurkan bagi karya kemanusiaan.

Inilah salah satu modal sosial bangsa kita, sehingga bangsa ini mampu bertahan dari berbagai masalah yang melanda. Modal ini adalah kesetiakawanan sosial atau gotong-royong. Sikap gotong royong ini bukanlah monopoli kaum kaya, seperti Keluarga Akidi Tio maupun Dato Thahir, melainkan ada pada setiap lapisan masyarakat. Salah satu contoh adalah pengumpulan dana secara “crowd funding” – yakni aktivitas penggalangan dana melalui media sosial, atau secara umum dikatakan pengumpulan dana secara “ketengan(retail fundraising). Seperti kisah kapal rumah sakit apung dr. Lie Darmawan yang tenggelam. Melalui seorang pegiat sosial yang berinisiatif menggalang dana untuk membeli sebuah kapal pengganti rumah sakit apung tersebut, terkumpul dana Rp. 10 Milyar dalam waktu seminggu, dan dalam waktu dua minggu terkumpul dana Rp. 35 Milyar. Sungguh diluar dugaan. Namun itulah yang terjadi. Semua dimulai dari “Apa yang Anda pikirkan dengan situasi ini?”

Terhadap upaya-upaya kebersamaan/solidaritas dan gotong royong yang dilakukan oleh figur-figur yang disebutkan di atas, dalam Alkitab kita pun menemukan upaya-upaya tersebut bahkan dimulai dari inisiatif TUHAN sendiri. Mari kita bayangkan, ketika Ia melihat situasi yang dialami umat: penindasan, kemiskinan, ketidakadilan, peperangan dan wabah penyakit, Allah memikirkan semuanya itu dan mengambil inisiatif pembebasan. Upaya pembebasan ini dimulai dari kisah Keluaran, ketika Allah menunjukkan gerakan kebersamaan dan solidaritas-Nya, "TUHAN berjalan di depan mereka, pada siang hari dalam tiang awan untuk menuntun mereka di jalan, dan pada waktu malam dalam tiang api untuk menerangi mereka, sehingga mereka dapat berjalan siang dan malam. Dengan tidak beralih tiang awan itu tetap ada pada siang hari dan tiang api pada waktu malam di depan bangsa itu." [Kel.13:21-22]. Awan dan tiang api adalah manifestasi Allah di tengah umat-Nya. Kisah ini menggambarkan kebersamaan Allah dan umat dalam perjalanan panjang menuju penggenapan pengharapan. Dalam perjalanan (pilgrimage) tersebut, kekuatan, kesatuan, kebersamaan umat harus terus dijaga, terutama ketika menghadapi bahaya dan tantangan.

Musa tampil sebagai pemimpin dan sekali lagi dia pun selalu memikirkan segala sesuatunya demi keberhasilan umat yang dipimpinnya. Ada harapan umat yang diletakkan di bahunya. Ada tanggung jawab. Kadangkala ia menyendiri merenungkan dan memikirkan apa yang terjadi dan apa yang harus diperbuat. Diam dalam  keheningan. Hal ini sering kita jumpai dilakukan oleh tokoh-tokoh pemimpin. Tuhan Yesus juga melakukan hal yang sama. Ia perlu mengosongkan diri agar mampu melakukan tugas-Nya. Dalam khasanah sastra Jawa, dalam kisah Rama Bargawa atau Rama Parasu, diceritakan bahwa Rama Bargawa harus melakukan “tapa ngrame” – bertapa dalam keramaian, setelah ia selesai bertapa dalam kesendirian. Menjalankan amal kebajikan dalam keramaian. Dalam keseharian hidup, dalam keramaian, bukan dalam pertapaan yang sunyi di puncak-puncak gunung yang sepi. Alih-alih bertapa dalam kesunyian Rama Bargawa menjalankan pertapaannya dalam keseharian. Dalam ‘labirin kehidupan’ (meminjam istilah Prof. Dr. Joas Adiprasetya).

Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, upaya-upaya membangun kebersamaan, solidaritas dan gotong royong seperti yang dilakukan keluarga Akidi Tio maupun Dato Thahir menunjukkan bahwa ada hal yang jauh lebih penting untuk dilakukan, ketimbang dirasakan, untuk menyelamatkan nasib bangsa ini. Dalam situasi PPKM Darurat yang baru lalu serta PPKM Level 1,2,3,4 saat ini peran mereka menumbuhkan kepercayaan masyarakat bahwa kita bisa melewati pandemi ini. Keterlibatan Allah dalam perjalanan umat Israel adalah bukti bahwa dengan kebersamaan mereka dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Itulah yang dipikirkan TUHAN. Demikian juga dengan kita. Dalam kebersaman kita pasti bisa melewati situasi ini.  Mari, kita keluar dari pertapaan sunyi kita. “Silent is no longer golden”. Labirin kehidupan menanti peran serta kita.




Pdt. Sri Yuliana