Belajar Berkorban dan Bertenggang Rasa Di Hari Toleransi Internasional

Belajar Berkorban dan Bertenggang Rasa Di Hari Toleransi Internasional

 

Setiap tanggal 16 November dunia merayakan Hari Toleransi Internasional, hari yang diperingati sebagai momen untuk merayakan keragaman dan toleransi di seluruh dunia. Orang biasanya memandang istilah toleransi sebagai saling menghormati atau saling menghargai satu sama lain dalam keragaman. Namun apakah sesungguhnya toleransi itu?

Pdt. Andar Ismail dalam bukunya Selamat Mengindonesia menggambarkan toleransi bukan sekadar saling menghormati dan menghargai namun lebih dari itu sebagai kerelaan berkorban. Toleran berasal dari verba Latin tolerare. Arti harfiahnya, menanggung ketidaknyamanan atau ketidaksenangan. Adjektivanya adalah tolerantia yang berarti kemampuan menanggung ketidaknyaman atau keagungan jiwa menanggung pengorbanan. Toleran adalah sikap menenggang, menghargai, atau membolehkan pendapat, keyakinan atau kecenderungan yang berbeda dengan pendapat kita sendiri.

Sederhananya, contoh toleransi menurut Andar, kita tidak suka musik dangdut, tetapi tetangga penggemar berat musik dangdut dan setiap hari menyanyikan dan memperdengarkan  musik dan lagu dangdut. Meskipun kita tidak suka, kita mau berkorban perasaan dan menghormati kegemaran tetangga kita tersbut. Kita tidak suka buah durian, aromanya saja membuat kita pusing. Namun, kita bersedia berkorban perasaan, dan menghormati anggota keluarga kita yang ingin makan durian. Demikian toleransi.

Jiwa yang intoleran menolak orang yang berbeda dengan kita dan menilai pandangan orang lain yang berbeda dengan kita tersebut keliru. Kita ingin memaksa orang lain agar memiliki pandangan yang sama dengan kita. Kita menjadikan diri kita sebagai ukuran kebenaran. Orang yang berbeda kita curigai, kita benci dan bahkan kita anggap musuh.

Sebaliknya jiwa yang toleran, selalu menghargai perbedaan. Terkadang pandangan orang lain mungkin dirasa aneh dan berbeda dengan kita, namun kita mau bertenggang rasa dan berjiwa besar, membiarkan orang lain berpegang pada kecenderungan pandangan dan kebenarannya. Toleransi seperti dikutip dari Deklarasi Prinsip-prinsip Toleransi UNESCO 1995 adalah rasa hormat, penerimaan dan penghargaan terhadap keragaman yang kaya dari budaya dunia kita, bentuk-bentuk ekspresi kita dan cara menjadi manusia. Setiap orang perlu memahami pentingnya memberi ruang dan kebebasan satu sama lain.

Masyarakat Indonesia begitu majemuk, baik secara agama, bahasa, budaya maupun etnis. Jangankan dalam satu bangsa, dalam satu agama saja begitu banyak keragaman dan perbedaan, baik dalam ajaran, tata ibadah, dan sebagainya. Dalam satu suku bangsa saja bisa berbeda dialek bahasa dan budaya. Bahkan dalam ikatan masyarakat paling kecil, yaitu keluarga, ada beragam perbedaan dan keragaman di sana. Keragaman justru menjadikan satu sama lain saling melengkapi, saling menolong dan menopang. Perbedaan jelas merupakan keniscayaan dan fitrah setiap insan. Maka perbedaan agama, bahasa, budaya, dan etnis bukanlah dalih untuk berkonflik, tetapi merupakan kekayaan bangsa. Keragaman adalah kekayaan.

Keragamaan adalah potensi bagi kita untuk saling mengenal dan berkolaborasi dalam kebaikan dan mewujudkan kesejahteraan bersama. Lewat toleransi kita saling menghargai, saling menghormati, saling berkorban, saling bertenggang rasa demi kebaikan dan kesejahteraan bersama.

Kita bisa belajar dari Allah dalam bersikap toleran. Allah dan manusia berbeda. Manusia berdosa, Allah Mahakudus. Akan tetapi, Allah bersikap toleran. Bukan Allah menoleransi dosa, melainkan Allah menenggang rasa dan menanggung ketidaknyamanan akitab dosa kita. Toleransi  terjadi dalam jiwa yang besar dan hati yang lapang. Allah tidak menyukai dosa namun Ia berjiwa besar dan berhati lapang sehingga bersedia menanggung dosa-dosa manusia. Allah bersedia berkorban bagi kita. Seperti tulis Rasul Paulus,”Kristus tidak berdosa, tetapi Allah membuat Dia menanggung dosa kita, supaya kita berbalik kembali dengan Allah karena bersatu dengan Kristus.” (2 Kor. 5:21, BIMK). Jika Allah saja senantiasa toleran dengan kita, mengapa kita tidak belajar dari Allah dengan bertenggang rasa kepada sesama? Selamat merayakan Hari Toleransi Internasional.