Hingga Memutih Rambutku

Hingga Memutih Rambutku

 

Pada awal tahun 1977 ada berita heboh di kalangan gereja, khususnya di antara guru-guru Sekolah Minggu yang melayani anak-anak. “Ada guru Sekolah Minggu jadi presiden”. Ada kebanggaan di antara mereka bahwa ada rekan mereka jadi presiden. Tapi mereka salah sangka. Sekolah Minggu yang dimaksud adalah Sekolah Minggu model Gereja Baptis di mana sebelum atau sesudah ibadah ada kelas-kelas Sekolah Minggu atau semacam PA yang dipimpin oleh seorang penatua. Status sosial seorang guru Sekolah Minggu di lingkungan Gereja Baptis sangat terhormat, karena mereka dipercaya sebagai orang-orang yang hidup menurut Firman Tuhan.

Presiden yang dimaksud adalah Presiden Jimmy Carter, Presiden ke-39 Amerika Serikat. Pada masa kampanye Jimmy Carter kurang dikenal oleh publik Amerika Serikat. “Jimmy who?” demikian olok-olok lawan politiknya. Lawan politiknya pada waktu itu adalah petahana Presiden Gerald Ford yang menggantikan Presiden Nixon yang mengundurkan diri karena Skandal Watergate. Walaupun pada mulanya tidak diunggulkan, namun Carter berhasil memenangkan Pemilu. Pada waktu itu publik Amerika Serikat memerlukan figur pemimpin baru sebagai alternatif politisi yang korup. Seorang yang dipandang sebagai orang Kristen yang saleh menjadi alternatif.

Pada awal masa pemerintahannya, Presiden Carter banyak melakukan pembaruan. Namun Krisis Sandera di Iran pada 1979-1981 membuat beliau mendapat label sebagai “Presiden Yang Kalah Perang” dari pers. Sebaliknya, penerusnya, Presiden Reagan dikenang sebagai “Presiden Yang Memenangkan Peperangan”. Namun peran Presiden Carter pasca masa kepresidenannya justru membuktikan kapasitas beliau yang sebenarnya. Pada 2002 beliau mendapat Hadiah Nobel Perdamaian atas upaya-upayanya mempromosikan perdamaian dunia, menengahi konflik serta pembangunan ekonomi.

Salah satu peran Presiden Carter pasca masa kepresidenannya yang monumental itu adalah peran beliau pada sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) bernama “Habitat for Humanity”. Pada tahun 1984, Presiden Carter dihubungi oleh “Habitat for Humanity” agar membantu LSM tersebut. Lugasnya, meminta beliau menjadi donatur tetap. Setelah mendengar uraian dari petinggi LSM itu, beliau menjawab, “Baik, saya akan mendedikasikan waktu saya selama seminggu dalam setahun untuk berkarya demi Habitat for Humanity”. Demikianlah, pada tahun tersebut Presiden Carter dan isterinya Rosalyn, serta para relawan “Habitat for Humanity” ikut membangun rumah bagi orang-orang miskin. Tidur bersama para relawan dalam sleeping bag berdesak-desakan bersama para relawan di aula gereja. Berita ini tersebar di media massa dan setelah itu “Habitat for Humanity” melambung namanya dan menerima uluran tangan para relawan yang ingin  bergabung. “Habitat for Humanity” yang tadinya hanya LSM kecil setempat dalam sekejap menjadi LSM internasional yang berkarya di seluruh dunia termasuk Indonesia.

Hingga kini, pada usianya yang ke-96 beliau masih sehat, walau pernah mengalami kanker namun berhasil disembuhkan. Jimmy Carter adalah mantan Presiden AS tertua yang masih hidup. Melalui kesaksian hidup beliau kita dapat melihat sosok seseorang yang menjadi “Surat Terbuka Kristus” serta orang yang mengalami pemeliharaan Tuhan hingga masa tuanya. Seperti tertulis dalam Alkitab di Kitab Yesaya 46:3-4, “Dengarkanlah Aku hai keturunan Yakub, hai semua orang yang masih tinggal dari keturunan Israel, hai orang-orang yang Kudukung sejak dari kandungan, hai orang-orang yang kujunjung sejak dari rahim. Sampai masa tuamu Aku tetap Dia, dan sampai masa putih rambutmu Aku menggendong kamu. Aku telah melakukannya dan mau menanggung kamu terus; Aku mau memikul kamu dan menyelamatkan kamu.”  Nampak jelas pemeliharaan Tuhan atas diri beliau. Tuhan mengijinkan beliau mengalami masalah-masalah dalam hidupnya, namun pada ujungnya pemeliharaan Tuhan itu nyata dan beliau berhasil melewatinya. Demikian juga dengan kita.

Natal yang masih terasa suasananya adalah kisah pembangunan umat manusia. Tuhan berinkarnasi menjadi manusia untuk menyadarkan manusia dari kesalahan, membebaskan dari keterikatan superstisius serta mengajarkan umat manusia menjadi manusia yang baru. Natal juga mengajarkan kepada kita untuk selalu bersikap positif dalam segala hal karena perubahan dan pembaruan di setiap waktu, dan dalam setiap gelombang kehidupan ada penyertaan Tuhan. Pesan Natal perdana yang disampaikan oleh malaikat kepada gembala-gembala di padang adalah, “Jangan takut”. Demikian juga pesan pra Natal oleh malaikat kepada Maria, “Jangan takut”. Pesan ini sungguh sangat bersesuaian dengan pesan dari Kitab Yesaya yang dikutip di atas. “Tuhan, Allah, memelihara kita dari sejak kandungan hingga memutih rambut kita”.

Kini kita akan memasuki tahun yang baru. Tentu saja peristiwa ini dapat kita jadikan kesempatan untuk kembali mengingat pengalaman-pengalaman kita bersama Tuhan sembari menyiapkan diri menjalani kehidupan baru dengan semangat baru dan harapan baru. Walaupun kita tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, terlebih di masa-masa sulit seperti sekarang ini, “Jangan takut” adalah pesan yang perlu kita pegang kuat.

Mari kita menyambut Tahun Baru dengan “tidak takut” atas segala ketidakpastian di tahun 2021, karena kita percaya Tuhan menyertai kita senantiasa. Mari kita bersama ke gereja atau membuka aplikasi online kita untuk merayakan Tahun Baru. Di ujung sana terdengar syair lagu,

 

“Sampai memutih rambutku, Kau putuskan aku menutup usiaku

Ku 'kan s'lalu menyembah-Mu. O, Yesus Tuhanku. Ku milik-Mu, s'lamanya bagi-Mu”



Pdt. Sri Yuliana, M.Th.