IZINKAN TUHAN TIDUR SEJENAK

IZINKAN TUHAN TIDUR SEJENAK

 

“Karena nila setitik rusak susu sebelanga” – Karena  nekad mudik merebak Corona se-negara. Demikian meme yang beredar di media sosial beberapa hari ini. Jumlah orang yang tertular Covid-19 melonjak drastik beberapa minggu terakhir dan pemerintah pun sibuk mengatasi lonjakan ini. Ditambah lagi beberapa media menyebarkan berita-berita yang mencemaskan, seperti lonjakan penderita Covid-19 nomor dua di Asia setelah India, dll. Pusat vaksinasi juga membludak, sehingga panitia mengalami kesulitan mengatur kerumunan orang yang mau divaksin. Berita-berita ini telah membuat banyak orang menjadi cemas sehingga muncul imbauan di media sosial agar orang tidak lagi menyebarkan berita tentang Covid-19.

Benar jika dikatakan bahwa pasien Covid-19 di Indonesia adalah nomor dua di Asia, tetapi jumlah pasien Covid-19 di India mencapai 30 juta pasien dengan kasus per hari pernah mencapai 400.000 kasus, sementara di Indonesia hanya 2,1 juta pasien dengan kasus harian tertinggi pada angka 21.000. Berita buruk memang menyebar sangat cepat dan disukai orang. Orang menyukai datangnya kabar baik, tetapi entah mengapa kabar buruk lebih dipercaya daripada kabar baik. Mengapa demikian? Karena kabar buruk dianggap sebagai kemungkinan terjadinya perubahan segera, sementara kabar baik melambangkan status quo atau perubahan secara gradual.

Berita-berita tentang Covid-19 saat ini masuk di gawai kita dari saat ke saat, susul menyusul bagaikan badai dan membuat kita mengalami kepanikan dan berupaya bertindak apa saja demi bisa keluar dari badai ini. Situasi ini mirip dengan narasi pada Alkitab yang dilukiskan pada Matius 8:23-27 pada perikop “Angin Ribut Diredakan”. Kala itu Yesus bersama para murid sedang berperahu di danau dan terjadi angin ribut, sementara Yesus tidur. Merujuk pada situasi saat ini, bukankah saat kita menghadapi badai lonjakan penularan Covid-19 dan tidak sedikit umat Tuhan yang berpikir bahwa Tuhan sedang tidur?

Benarkah Tuhan sedang tidur? Mengapa Tuhan tidur? Dalam narasi di atas kita dapat melihat ketakutan dan kepanikan yang dialami murid-murid. Dan, ketakutan itu kemudian menjadi masalah yang lebih besar daripada badai itu sendiri. Padahal murid-murid Yesus, Simon, Andreas, Yakobus dan Yohanes adalah nelayan yang sudah pernah mengalami badai ketika berperahu. Alih-alih mereka membantu tukang perahu melewati badai, mereka justeru membangunkan Yesus yang sedang tidur dan berkata, “Tuhan, tolonglah, kita binasa”. Ada analisis situasi yang menarik yang dapat diterapkan dalam situasi ini. Ketakutan, panik telah menutup akal sehat dalam menghadapi masalah. Sama seperti kita ketika menghadapi 100 soal ujian dan kita menjumpai satu soal yang tidak dapat kita jawab, paniklah kita. Kita terpaku pada satu masalah tersebut dan menjadi takut tidak lulus. Padahal masih banyak soal-soal lain yang dapat kita jawab dengan baik. Panik, ketakutan membuat kita kehilangan akal sehat dalam menghadapi masalah. Seringkali persoalan kita adalah ketakutan kita, kekuatiran kita, sikap negatif yang menutup kita dari berbagai alternatif solusi.

Di sisi lain, kita melihat sikap Yesus yang tidur. Banyak yang beranggapan bahwa Yesus yang tidur hanya menunjukkan bagian dari kemanusiaan Yesus. Namun jika kita telaah lebih jauh, sesungguhnya Yesus yang tidur di perahu itu bisa menjadi sebuah tanda bahwa Ia benar-benar percaya kepada pemeliharaan dan perlindungan Allah. Yesus yang tidur menggambarkan iman kepada Allah yang menyelamatkan mereka dari badai. Demikian juga ketika murid-murid berada didalam satu perahu dengan Yesus, maka Yesus yang tidur sesungguhnya menunjukkan bahwa Ia memercayai murid-murid-Nya yang nelayan yang mampu membawanya berperahu sampai ke tempat tujuan (bdg. Ayat 26, “Mengapa kamu takut, kamu yang kurang percaya?”).Yesus percaya pada kompetensi murid-murid-Nya. Karenanya, tatkala berada di perahu itu, Yesus merasa sangat lelah, dapat kita bayangkan Yesus berkata dalam hati, “Now, I can lay down  and rest for a while”. Namun murid-murid justeru dilanda ketakutan dan kepanikan, kehilangan rasa percaya diri dan membangunkan-Nya. Yesus pun bangun dari tidur, menghardik angin ribut dan angin ributpun reda. Rasanya kita bisa membayangkan, Ia ingin istirahat sejenak, namun tidak bisa karena ketakutan dan kepanikan kita. 

Itulah gambaran situasi yang kita hadapi saat ini. Secara kolektif kita sebagai bangsa dan negara memiliki kompetensi untuk mengatasi pandemi Covid-19. Namun ketakutan, kepanikan, kehilangan rasa percaya diri telah membuat situasi menjadi lebih buruk. Hal lain yang sering kita lakukan ialah dengan mudah minta pertolongan Tuhan sebelum kita berusaha menyelesaikan masalah yang kita hadapi. Murid-murid Tuhan adalah nelayan. Mereka sudah biasa menghadapi badai. Mengapa saat ada badai dan bersama Tuhan mereka justeru seperti kehilangan akal dan kehilangan kompetensinya dan dengan mudah membangunkan Tuhan untuk menolong mereka? Tidakkah kita ingin memberi waktu bagi Tuhan untuk tidur sejenak?

Inilah persoalan kita. Kita lebih sering berdoa agar dimudahkan jalan kehidupan kita. Dengan demikian, secara sadar atau tidak, kita memposisikan diri kita sebagai anak kecil yang manja yang selalu ingin ditolong oleh orang tuanya. Terus memaksa Tuhan menjadi Tuhan yang tidak tidur. Gusti ora sare. Padahal Tuhan memandang kita sebagai orang dewasa yang punya punya kompetensi untuk mengatasi persoalan-persoalan kehidupan kita. Tuhan percaya kita mampu berjuang mengatasi masalah itu. Toh, Tuhan tetap ada bersama kita dalam satu perahu, “We are in the same boat”. Jadi jangan takut, sebaliknya izinkan Tuhan tidur sejenak.


Pdt. Sri Yuliana