Mengapa Aku Harus Mengalaminya?

Mengapa Aku Harus Mengalaminya?

 

Pernahkan Anda memikirkan tentang profesi di muka bumi yang tidak boleh melakukan kesalahan dalam pekerjaannya? Tentu saja setiap profesi menuntut kesempurnaan dalam segala aspeknya, tetapi paling tidak ada 2 profesi yang menuntut tidak boleh terjadi kesalahan dalam pekerjaannya karena hal itu berarti kematian bagi pihak lain atau bahkan kematian bagi banyak orang. Profesi yang dimaksud adalah dokter dan pilot. 

Setelah menyelesaikan pendidikan S-1, seorang Sarjana Medik (S.Med) harus menjalani stase atau co-ass minimal selama 3 semester sebelum diambil sumpahnya sebagai dokter dan diijinkan berpraktik. Demikian pula seorang pilot pesawat komersial minimal harus menjalani 200 jam terbang dalam pelatihan sebelum memperoleh Commercial Pilot License (CPL). 

Profesi pilot adalah profesi yang menuntut kedisiplinan yang sangat tinggi. Juga menuntut karakter tertentu, antara lain: tidak temperamental/emosional, tetap berkepala dingin dalam menjalani situasi krisis, tahu batas dan kemampuan diri serta pesawat serta tidak bertindak melampaui batas pesawat alias. Dalam pendididikan calon pilot dilatih dengan disiplin tinggi agar ketrampilan teknik menerbangkan pesawat dan karakter tersebut semakin matang dan 

Pada awalnya selain teori, seorang calon pilot harus bisa lebih dahulu menerbangkan dan mendaratkan pesawat secara mulus dalam sebuah flight simulator. Tahapan berikutnya adalah belajar mengatasi berbagai kendala dalam penerbangan, bagaimana menghadapi mesin mati, turbulensi udara, cuaca buruk, dan situasi-situasi darurat yang mungkin terjadi dalam sebuah penerbangan. Setelah itu barulah seorang calon pilot boleh menerbangkan pesawat didampingi seorang instruktur. Dalam latihan terbang bersama instruktur, kembali seorang calon pilot dihadapkan pada situasi-situasi krisis pada kondisi riil, misalnya mesin mati. Instruktur sengaja mematikan mesin pesawat di udara dan dalam sekian detik atau menit seorang calon pilot harus mampu menghidupkan kembali mesin pesawat dan terbang mulus lagi. Demikianlah sekilas gambaran pendidikan pilot yang menuntut disiplin tinggi serta karakter yang terkendali. Oleh karena itu jangan takut terbang, sebab pilot sudah dilatih untuk bekerja tanpa kesalahan (flawlessly).

Apa “moral of the story” dari tahapan-tahapan pendidikan seorang pilot? Belajar dari pengalaman. Sudah pernah mengalami. Seringkali dikatakan bahwa “Pengalaman adalah guru yang paling baik”. Lebih lanjut dikatakan bahwa “Pengalaman buruk atau kegagalan adalah guru yang lebih baik” atau menurut Ralph Nader, seorang aktivis dari Amerika Serikat, “Guru terbaik adalah kesalahan terakhir yang Anda lakukan”. Namun pendapat-pendapat ini juga mendapat sanggahan, karena pengalaman, lebih-lebih pengalaman buruk/situasi krisis tidak selalu terjadi pada saat yang tepat, terjadi secara acak, dan diluar kendali kita. Jadi . . . Apakah pembelajaran yang terbaik itu? Belajar dari pengalaman orang lain. 

Bagaimana cara belajar dari pengalaman orang lain? Baca buku, lihat video instruksional atau googling/youtubing, belajar dari informasi yang tersedia melimpah di internet. Selalu berusaha meningkatkan literasi. Dan, jangan lupa, belajar di sekolah pada dasarnya adalah belajar dari pengalaman orang lain. Contoh: seorang anak kelas V diberikan soal, “Hitung panjang sisi miring sebuah segitiga siku-siku yang diketahui sisi-sisi yang lain adalah 3cm dan 4cm”. Tentu saja anak itu akan mengalami kesulitan karena tidak mempunyai pengalaman terhadap hitungan tersebut. Ia harus mencoba, gagal dan mencoba lagi. Itulah belajar dari pengalaman diri sendiri. Tapi, bagi seorang siswa kelas VII, jawaban soal itu sangat mudah. Dengan cepat ia akan menjawab 5cm. Bagaimana ia dengan cepat dapat menjawab soal itu? Karena ia sudah belajar dari pengalamanan orang lain. Ia belajar dari pengalaman seseorang bernama Pythagoras di jaman Yunani kuna yang sudah mempelajari soal tersebut secara intens dan lama. Mencoba, gagal, mencoba lagi dan gagal lagi hingga akhirnya menemukan rumus: c2 = a2 +b2 yang menjadi dasar bagi pengembangan rumus-rumus lain di bidang geometri.

Kekurangan belajar dari pengalaman pribadi adalah tidak ada teorinya. Sebaliknya belajar dari pengalaman orang lain yang sudah diabstraksikan akan terbentuk teori atau dasar pemikiran yang mampu menjelaskan sebuah fenomena. Lalu, mengapa aku harus mengalaminya? Tidak harus. Kita bisa belajar dari pengalaman orang lain melalui membaca/meningkatkan literasi.

Ada sebuah buku yang sangat baik yang berisi pengalaman baik dan buruk dari para penulis maupun para tokoh yang tertulis di buku tersebut serta kumpulan hikmat atau kesimpulan dari hasil perenungan mendalam dari para penulisnya. Buku itu merupakan kumpulan tulisan yang dikompilasi selama hampir 1500 tahun. Buku itu adalah Alkitab. Kita bisa belajar dari pengalaman hidup orang-orang yang dituliskan dalam buku tersebut, jatuh bangun, serta pengalaman spiritual yang dialami sebagai buah interaksi dengan Sang Pencipta. Kita harus bersyukur bahwa ada buku semacam ini sehingga kita bisa belajar dari pengalaman orang lain alih-alih mengalaminya sendiri. Kita tidak perlu mengalami sendiri sebuah pengalaman buruk atau kegagalan karena kita bisa mencegah mengalami kegagalan itu karena belajar dari pengalaman seseorang di Alkitab. Jangan ragu menjadikan Alkitab sebagai buku ajar untuk menapaki kehidupan ini.

Tertulis dalam Alkitab, “Permulaan hikmat ialah: perolehlah hikmat dan dengan segala yang kau peroleh perolehlah pengertian. Junjunglah dia, maka engkau akan ditinggikannya, engkau akan dijadikan terhormat, apabila engkau mememeluknya” (Amsal 4:7-8). Alkitab adalah kumpulan hikmat yang diwariskan Sang Pencipta Hikmat kepada umat-Nya. Alkitab sudah menyediakan contoh-contoh peristiwa dan solusinya. Yang kita perlu lakukan adalah baca, sadar dan berubah.

 

Pdt. Sri. Yuliana. M.th