Menjadi ‘Entrepreneur’ Yang Sejati

Menjadi ‘Entrepreneur’ Yang Sejati

 

Pada acara Bincang Alkitab 25 Juni 2020 yang lalu Pdt. Anwar Tjen menyampaikan sebuah konsep yang menarik dari Alkitab, yakni pola: Creation-Decreation-Recreation. Seluruh isi Alkitab dari Kitab Kejadian hingga Kitab Wahyu menunjukan hal tersebut. Pada mulanya Allah menciptakan “langit dan bumi” (creation) lalu manusia jatuh ke dalam dosa (decreation) – Kitab Kejadian – dan akhirnya “turunlah bumi yang baru dan Yerusalem baru” (recreation) – Kitab Wahyu. 

Dari seluruh narasi Alkitab dari Kitab Kejadian hingga Wahyu yang mengusung tema utama Creation-Decreation-Recreation, kita dapat menjumpai “siklus-siklus kecil” Decreation-Recreation, misalnya narasi tentang Adam, Hawa, Kain, Habil, dan Set. Narasi tentang Nuh, Menara Babel, Abraham, Yakub, peristiwa keluaran/eksodus, Rut, Ester, pembuangan ke Babilonia hingga pembangunan kembali Yerusalem, dsb. Juga narasi penyaliban sampai kebangakitan Tuhan Yesus, serta kisah akhir jaman,  Bumi yang Baru serta Yerusalem yang Baru. Pada acara Bincang Alkitab tersebut Pdt. Anwar Tjen mengajak kita berefleksi, “Mungkinkah ‘Pandemi COVID-19 dan Kenormalan Baru’ merupakan sebuah siklus Decreation-Recreation?

JIka jawabnya adalah “Ya” maka kita perlu menghadapi sebuah kehidupan baru, sebuah pola yang baru. Pertanyaan berikutnya adalah, “Apa yang perlu kita lakukan?” Apakah kenormalan baru merupakan fenomena “Kersanipun Gusti Allah” (Kehendak Allah) sepenuhnya? Atau ada peran-peran signifikan dari pihak kita yang menjalaninya?

Jika kita telisik kembali, Alkitab sesungguhnya telah memberikan jawaban secara gamblang. Ada peran aktif manusia/tokoh-tokoh Alkitab dalam menjalani proses Recreation. Recreation adalah sebuah proses yang menghasilkan pembaruan. Nuh, misalnya, perlu membangun sebuah bahtera, Musa dipersiapkan sebagai “an officer and a gentleman” di istana Firaun sebagai Prince of Egypt, dan Yesus sendiri perlu mempersiapkan 12 murid sebagai penerus ajaran-Nya.

Lalu, apa yang perlu kita persiapkan menghadapi Kenormalan Baru? Ada sebuah lagu rohani yang tentunya kita semua tahu, “Tak ku tahu kan hari esok, namun langkahku tetap …“ Hari esok adalah misteri, penuh ketidak pastian. Hari esok pasti datang dan kita harus menjalaninya. Karena itu kita harus siap menghadapi pelbagai perubahan. Kita lah yang harus menjadi inisiator perubahan. Seperti dalam Kitab Amsal yang mengatakan: “Besi menajamkan besi, orang menajamkan sesamanya” (Amsal 27:17). Karena sifat manusia adalah meniru apa yang dilakukan oleh orang-orang lain di lingkungannya sebagai proses belajar dan berubah, maka dengan menjadi teladan kita akan menolong orang lain berubah. Itulah tugas sebagai seorang agen perubahan sekaligus agen pembaruan. 

Pertanyaannya sekarang adalah apa dan bagaimana cara dan strategi kita – sebagai agen pembaruan– dalam menghadapi perubahan? Mari kita ambil contoh, dalam sejarah dunia bisnis, ada satu perusahaan yang tutup, tetapi ada perusahaan lain yang bangkit. Satu perusahaan menemukan waktu yang pas untuk lahir dan perusahaan lain tutup. Dalam dunia telepon selular, Ericson meredup digantikan Nokia. Nokia meredup digantikan Samsung. Belum lagi munculnya berbagai jenis smartphone yang kekinian yang mampu mengalihkan perhatian konsumen dari telepon seluler model lama ke telepon seluler model baru. Mengamati fenomena semacam ini, dapat dikatakan bahwa di masa sekarang ini, kata kunci untuk keunggulan bersaing dalam dunia bisnis adalah ENTREPRENEURSHIP.

Entrepreneurship didefinisikan sebagai penerapan kreativitas dan inovasi dalam memecahkan persoalan dan menemukan peluang untuk memperbaiki kehidupan (Zimmerer and Scarborough, 2002). Jadi Entrepreneurship adalah sebuah sikap mental. Lebih lanjut para psikolog merumuskan entrepreneurial personality sebagai tipe kepribadian yang diwarnai oleh: kreativitas, inovasi, komitmen, kepercayaan diri, ulet, dll. Jadi, entrepreneurship – misalnya – bukan soal cara membuat berbagai jenis makanan berbasis mi, menghitung harga bahan baku/modal, menghitung harga jual, laba lalu sukses ada di depan mata seperti yang diajarkan oleh lembaga-lembaga kursus entrepreneurship. Entrepreneurship jauh daripada itu.

Demikian juga dalam menghadapi kenormalan baru yang penuh ketidakpastian (misteri) ini, kita perlu mengadopsi sikap mental entrepreneurial. Jika kita perhatikan, sikap entrepreneurial juga ada dalam diri Nuh, Musa, Ester dan Mordekhai, Yusuf dan banyak tokoh Alkitab lainnya. Mereka berusaha menemukan cara dan strategi dalam menghadapi tantangan dan perubahan. Demikian juga dengan kita, dalam menghadapi ketidakpastian kenormalan baru saat ini, di satu satu sisi kita mesti adaptif terhadap berbagai peraturan dan norma baru, namun di sisi lain kita perlu inovatif dan kreatif menyikapi perubahan ini, disamping, ulet, percaya diri serta berkomitmen terhadap apa yang kita jalani. Kini saatnya kita menjadi agen perubahan (agent of change) sekaligus agen pembaruan (renewal agent) yang menjadi inisiator pergantian sebuah era, yaitu era kenormalan baru (new normal).

Menghadapi kenormalan baru berarti kita menghadapi perubahan yang datang bagaikan ombak. Tantangannya adalah apakah kita tenggelam ditelan ombak ataukah kita bisa berselancar di atas ombak dan menikmati kegiatan berselancar tersebut. “We can’t rule the waves, but we can surf on it”, demikian kata pepatah. Oleh karena itu kita harus menjadi pembaru dan pelopor pembaruan. Mari kita mengadopsi sikap mental seorang entrepreneur sejati, seperti yang telah diteladankan oleh tokoh-tokoh Alkitab. Apa dan bagaimana cara kita menjalani hidup di tengah perubahan adalah tugas yang harus dipikirkan dan dilakukan oleh seorang inisiator. Mari menjadi entrepreneur sejati yang hidup dalam perspektif baru di era baru.

Pdt Sri Yuliana M. Th