NGOPI BERSAMA TUHAN

NGOPI BERSAMA TUHAN

 

Kalau kita ditanya, apakah alat atau perangkat yang paling penting untuk mendukung pekerjaan kita? Ada banyak jawaban, tergantung jenis pekerjaan kita. Namun secara umum jawaban terbanyak adalah komputer dan/atau telepon seluler. Apalagi di masa pandemi yang semua kegiatan dilakukan secara online, komputer serta telepon seluler adalah perangkat multi guna yang paling diperlukan banyak orang. 

Namun apabila pertanyaan itu diajukan kepada Office Boy (OB), maka alat yang paling penting untuk mendukung operasional sebuah kantor ternyata bukan komputer atau telepon seluler, tetapi mesin penyeduh kopi! Kok bisa? Sebab kalau karyawan datang, kopi belum tersedia, mereka bisa “betmut” dan marah-marah sepanjang hari. “Maka ketika saya tiba di kantor pagi-pagi yang saya nyalakan pertama kali adalah mesin penyeduh kopi, barulah saya melakukan hal yang lain. Tenang saya” jawabnya. Mungkin kita tertawa mendengar jawaban OB ini, tapi dia ada benarnya. Demikian pula pola rutinitas kehidupan kita pada umumnya. Bangun tidur, menyeduh kopi, mandi lalu  menikmati “the most important meal of the day”, sambil membaca medsos. Itulah mood booster yang mengawali aktivitas keseharian kita. Tentu saja setiap orang bisa bervariasi dalam menjalaninya, tapi kurang lebih seperti itu.

Bagi saya dan para penggemar kopi, kopi adalah “mood booster”, stimulan yang mampu merangsang kerja otak agar selalu aktif karena kandungan kafein yang ada padanya. Selain itu kopi memang enak dan penuh  varian rasa, termasuk rasa yang pernah ada… Ah, saya jadi ingat sebuah kedai kopi yang menjual memori masa lalu, kenangan manis, legit, aromatik, juga pahit, seperti kenangan pada “mantan”.

Tidak hanya itu, melalui secangkir kopi, seorang Denny Siregar, misalnya, justeru menemukan Tuhan. Pengalaman itu ia tuangkan dalam sebuah buku berjudul, “Tuhan dalam Secangkir Kopi” (2016). Sebuah buku kumpulan refleksi Bung Denny bersama Tuhan yang disajikan secara manis, legit, gurih, santai, canda dan nakal, sekaligus mendalam. Melalui buku tersebut kita diajak “ngopi bersama Tuhan” dalam suasana keseharian yang intim bersama Tuhan dan bercakap-cakap dengan Tuhan. Melalui ngopi bersama Tuhan itulah kita melihat sosok Denny Siregar sekarang ini. Sosok yang selalu berapi-api, penuh semangat memperjuangkan keadilan serta mempromosikan perdamaian di negeri ini dengan caranya yang khas.

Ada banyak hal yang dapat menjadi mood booster dalam hidup kita. Mood booster adalah sesuatu/seseorang yang dapat dapat memicu vitalitas seseorang. Mood booster  dapat berupa benda atau seseorang (suami/istri, anak-anak ataau pacar), namun juga bisa berupa aktivitas yang menyenangkan yang menuntun orang untuk menemukan passion-nya. Selalu berapi-api dan penuh semangat. Itu kata kuncinya. Sama halnya dengan secangkir kopi di pagi hari. Namun sebenarnya bukan kopi yang menjadi “mood booster” bagi seseorang, melainkan dialog batin dengan Tuhan ketika ngopi bersama Tuhan.

Dalam kisah 12 Murid Yesus yang masing-masing memiliki karakter yang berbeda satu dengan lainnya, kita menemukan sosok Petrus. Dia memiliki sifat alamiah yang amat menarik, ditambah anugerah rohani serta pembelajaran yang diserapnya dari Yesus. Yang menarik dari kepribadian Petrus adalah dia cepat meniru (mimesis) apa yang dilakukan orang lain, termasuk apa yang dilakukan Yesus. Petrus selalu penasaran dan dalam diam ia mempelajari apa yang dilihatnya. Sedikit demi sedikit dia berhasil berjalan diatas air mendapati Tuhan Yesus. Dia tampil sebagai murid yang membela Gurunya hingga memotong telinga prajurit dengan pedang. Menceburkan diri ke danau untuk mendekati Yesus dan yang paling tegas menyatakan imannya untuk setia kepada Tuhan. Bagi Petrus, sosok Yesus itulah yang membuatnya bersemangat dan penuh vitalitas. Yesus adalah mood booster-nya. Hingga akhirnya kita mengenal Petrus sebagai pendiri gereja yang mula-mula. 

Di sisi lain,  Yesus ternyata menemukan mood booster-Nya dengan cara tetap berada diantara murid-murid-Nya. Makan bersama. Berjalan dan belajar bersama. Itu sebabnya ketika Yesus berdoa di taman Getsemani dan mendapati kedua murid-Nya tertidur, IA kecewa. Karena bagi-Nya kehadiran murid-murid-Nya itu adalah penyemangat disaat DIA mengalami ketakutan pada detik-detik menjelang kematian-Nya. “Mengapa kamu tidur? Bangunlah dan berdoalah supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan” [Luk.22:46]. Sama seperti kita yang menjadikan TUHAN sebagai mood booster kita, pada saat yang sama kita adalah mood booster-nya TUHAN ketika kita ada bersama DIA.

Di masa pandemi COVID-19 kini, kita harus lebih kreatif menemukan mood booster bagi diri kita. Mengapa? Kondisi serba sulit akibat pandemi ini sangat memengaruhi ‘mood’ seseorang dalam merespons apa yang dihadapinya. Ada yang merespons secara positif namun tidak sedikit yang mengalami depresi dan kehilangan jati diri. Karena itulah setiap orang harus belajar mengelola “mood” dan menemukan “booster”-nya.

Hidup ini akan hidup jika kita bisa menjalaninya dengan penuh gairah. Leonard Sweet dalam buku “Injil Menurut Starbuck” (2007) menuliskan bahwa untuk menjadi kopi yang panas atau kopi yang dingin yang mampu menjadi mood booster bagi orang banyak, kita harus mengalami EPIC yakni: Experiencing, Participating, Imaging, Connecting. Yakni mengalami perjumpaan dengan Tuhan secara pribadi (experiencing), berpartisipasi dalam pekerjan-pekerjaan Tuhan (participating), menyadari posisi kita yang serupa dan segambar dengan Allah (imaging), serta selalu bekerja sama dan terkoneksi dengan Allah dan sesama (connecting). Dengan demikian kita akan menjadi kopi yang enak yang mampu menyemangati serta menginspirasi orang lain. Semangat dan passion kita akan muncul saat kita  mengalami EPIC bersama TUHAN. “Markiput” - Mari kita seruput kopi kita bersama TUHAN. 


Pdt. Sri Yuliana