"Si Tou Timou Tumou Tou"

Sapaan LAI

Tulisan "Si tou timou tumou tou" tertulis di Monumen dan Makam Sam Ratulangi di Tondano, Minahasa. Ada setidaknya tiga hal yang perlu kita ketahui dari tulisan di atas. Yang pertama tentang arti dan relevansinya, yang kedua tentang tokoh di belakangnya, dan yang ketiga tentunya apa kaitan dengan LAI.

Ungkapan "Si tou timou tumou tou" berasal dari bahasa Tombulu. Tombulu adalah salah satu sub etnis Suku Minahasa yang mendiami wilayah tengah Minahasa, yaitu di wilayah Kota Tomohon dan Kecamatan Tombulu Kabupaten Minahasa.

Arti dari ungkapan di atas dalam bahasa Indonesia adalah: "Manusia baru dapat disebut sebagai manusia, jika sudah dapat memanusiakan manusia".

Ungkapan ini konon bukan asli berasal dari budaya Minahasa pada umumnya dan Tombulu pada khususnya. Karena menurut catatan sejarah di tengah budaya kuno Minahasa yang belum ada Kekristenan, pernah dikenal adanya budaya "penggal kepala" untuk kepentingan persembahan kepada raja, maupun untuk upacara-upacara tertentu.

Nilai-nilai Kekristenan menjadi sumber utama munculnya ungkapan "Si tou timou tumou tou" yang sangat Alkitbiah karena berbasis cinta kasih kepada sesama.

Tokoh yang dimakamkan dengan mengabadikan ungkapan "Si tou timou tumou tou" ini adalah pejuang kemanusiaan dan kemerdekaan Indonesia. Nama yang juga diabadikan sebagai nama Bandara Manado Sulawesi Utara: Sam Ratulangi.

Menurut catatan Wikipedia: Gerungan Saul Samuel Jacob Ratulangi (5 November 1890 – 30 Juni 1949), atau lebih dikenal dengan nama Sam Ratulangi, adalah seorang politikus, jurnalis, dan guru dari Sulawesi Utara, Indonesia. Ia adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia. Ratulangi juga sering disebut sebagai tokoh multidimensional. Ia dikenal dengan filosofinya: "Si tou timou tumou tou" yang artinya: manusia baru dapat disebut sebagai manusia, jika sudah dapat memanusiakan manusia. 

Sam Ratulangi termasuk anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang menghasilkan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia dan merupakan Gubernur Sulawesi pertama.

Tokoh yang sangat luar biasa, dan mengkampanyekan ungkapan kemanusiaan yang sangat mulia. Bahkan sampai jauh sesudah beliau wafat, filosofi ini diabadikan di makamnya dan di sebuah bandara internasional tempat jutaan orang berlalu lalang.

Sejak 23 November 2018, umat Tuhan pengguna bahasa Tombulu sudah memiliki Alkitab dalam bahasa Tombulu. Akan lebih banyak lagi ditemukan di dalam Alkitab nilai-nilai universal yang dekat dengan filosofi "Si tou timou tumou tou." 

Alkitab terbukti mampu mentransformasi personal dan kultural menuju kualitas kehidupan yang memanusiakan manusia dan memuliakan Sang Pencipta. 

Salam Alkitab untuk Semua.

Dr. Sigit Triyono