Tuhan Yesus Lahir di Jawa Barat

Tuhan Yesus Lahir di Jawa Barat

 

 

Suatu kali dalam kunjungan ke sebuah distrik yang bernama Ninati, di Boven Digoel, Papua, rombongan Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) mengunjungi sebuah sekolah dasar (SD) yang diampu oleh sebuah Yayasan Pendidikan Kristiani. 

Anak-anak yang bersekolah di tempat tersebut sebagian besar tidak memakai sepatu, tidak membawa tas maupun alat-alat tulis seperti halnya anak-anak SD di Jawa. Baju putih merah seragam mereka tampak kusam dan kecoklatan. Ruangan kelasnya juga sederhana dan beberapa kelas digabung pelajarannya karena hanya ada 3 guru di SD tersebut. 

Dalam interaksi singkat dengan para murid, kami terkaget dengan sebuah jawaban lantang seorang murid. Waktu itu pimpinan rombongan LAI, Ibu Erna Yulianawati, melontarkan pertanyaan, "Tuhan Yesus lahir di kota mana? Siapa yang bisa menjawab akan saya berikan hadiah!" 

Suasana segera sepi karena tidak ada seorang anakpun yang menjawab. Tiba-tiba seorang anak mengangkat jari dan berseru dengan lantang, "Saya tahu, Mama. Tuhan Yesus lahir di Jawa Barat!" Jawaban itu tentu membuat semua anggota tim tertawa, namun tidak demikian dengan anak-anak. Mereka malahan bingung melihat kami tertawa. 

Kami baru tahu kemudian, meskipun mereka bersekolah di sekolah Kristen, mereka jarang memperoleh pelajaran Agama Kristen. Bahkan yang lebih memprihatinkan, anak-anak ini tidak mempunyai kelas Sekolah Minggu. Kalaupun ada, lebih sering ‘bolongnya’. Anak-anak SD ini kebanyakan masih kesulitan membaca dan menulis. Mereka dan keluarga mereka juga tidak memiliki Alkitab. Karena itu mereka tidak memiliki sumber informasi dan penuntun bagi pertumbuhan iman mereka. 

Tidak hanya di distrik Ninati. Kami juga mengalami kondisi yang sama di Desa Yetetkun, yang letaknya sekitar 4-5 km dari perbatasan Indonesia dengan Papua Nugini. Untuk sampai di Desa ini, kami berjalan kaki hampir 2 jam, melalui jalan setapak di tengah hutan. Saat kami sampai di tempat tersebut dan kemudian membagikan Alkitab mereka tampak sangat bersukacita, beberapa dari mama-mama di tempat tersebut menangis bahagia. Kata mereka, kunjungan dari LAI dan para mitranya bagaikan air sejuk di tengah kemarau panjang. Lokasi Yetetkun yang terpencil, membuat para hamba Tuhan kesulitan dan jarang menengok warga gereja di tempat itu. Saat kami hendak kembali ke Ninati, banyak anak-anak dan mama-mama yang menangis karena tidak ingin kami buru-buru pulang. Pertemuan yang satu dua jam telah mempesatukan hati kami. Semua karena semangat yang sama untuk saling berbagi Kabar Baik. 

Tahun ini, melalui program Satu Dalam Kasih (SDK) LAI akan membagikan 155.000 Alkitab bagi 155.000 jiwa. Program SDK menjembatani kebutuhan akan Alkitab dan bagian-bagiannya di daerah-daerah terpencil yang karena kondisi geografis, sosial dan ekonomi tidak mampu membeli dan memiliki Alkitab. Program SDK juga mendukung penerbitan perdana Alkitab dan bagian-bagiannya ke dalam bahasa daerah.

Terima kasih atas dukungan para mitra yang telah setia menopang pelayanan LAI untuk menabur firman hingga ke pelosok negeri. Dibutuhkan kesehatian bersama agar kehausan akan pembinaan iman di wilayah pedalaman dapat dipenuhi. Bukankah orang yang selalu membaca dan merenungkan firman Tuhan ibarat pohon yang ditanam di tepi aliran sungai? (bdk. Maz. 1). Kita tentu berharap, di masa depan tidak ada lagi anggapan atau istilah “Kristen KTP”, yaitu ketika setiap orang dengan penuh sukacita dapat membaca dan merenungkan firman Allah dalam bahasa yang dimengerti dan dipahami. Dibutuhkan kesehatian kita agar Alkitab bisa sampai kepada mereka yang sangat membutuhkan.

Bagi mitra yang ingin mengetahui lebih lanjut informasi tentang Program SDK LAI, dapat mengunjungi website kami: satudalamkasih.alkitab.or.id, atau menghubungi kami lewat WA di nomor: 0811-1925-400 (Anggun). Salam Alkitab untuk semua.