-->

Rabu Abu 2024


RABU ABU
14 Februari 2024

Mendapatkan Pertobatan

Yesaya 58:1-12

Kegelisahan iman yang sering muncul pada diri seorang percaya adalah dalam rupa pertanyaan-pertanyaan mengenai realitas yang tidak sesuai dengan ide atau harapan. Secara khusus, pada Yesaya 58 ini kita mendapati sebuah kegelisahan pada diri umat Israel yang tidak berterima dengan kenyataan pengalaman iman mereka, yaitu: ketaatan yang tidak sejalan dengan harapan. Lebih tepatnya lagi, mereka mempertanyakan sikap Tuhan yang sepertinya tidak mengindahkan upaya ketaatan yang telah mereka haturkan kepada-Nya. Apakah anda juga pernah memiliki pengalaman yang serupa? Misalnya, ketika kita merasa sudah berusaha untuk menjadi seorang umat yang taat dengan melakukan banyak kewajiban ibadah, namun kita merasa tidak diperhatikan oleh Tuhan?

Pertama, kita perlu memahami bahwa Tuhan selalu memperhatikan kita. Namun, kita juga perlu menyadari bahwa realitas hidup tidak akan berjalan seutuhnya sesuai dengan keinginan kita. Kedua, kita juga perlu memiliki kerendahan hati dan kesadaran diri untuk menilik setiap laku iman yang kita bangun sebagai umat Tuhan. Mengapa demikian? Kisah pengalaman bangsa Israel yang sudah hidup lama dalam pimpinan langsung dari Tuhan ternyata tidak secara otomatis diiringi dengan kualitas iman yang ideal. Maksudnya, memanglah benar bahwa orang Israel mampu membangun ‘ketaatan’ iman yang kental. Namun, ternyata ketaatan iman itu hanya berujung pada formalitas ritual, bukannya meresapi kesadaran, cara pandang, pemahaman, dan sikap hidup mereka sebagai manusia yang hidup dalam relasi iman bersama Tuhan. Alhasil, Tuhan memang melihat ‘ketaatan’ tersebut, namun tidak merasakan ketulusan di dalamnya. Alhasil, Ia pun tidak berkenan untuk menerima semua praktik hidup mereka. Inilah mengapa Tuhan mengutus nabi-nabi seperti Yesaya untuk menyuarakan seruan pertobatan agar mereka mampu mengalami perubahan dan mengkalibrasi ulang orientasi hidup beriman mereka.

Seruan pertobatan yang disampaikan oleh para nabi merupakan undangan bagi umat agar mendapatkan momen hidup beriman tersebut sebagai titik balik yang menghasilkan perubahan nyata. Teguran dari Tuhan adalah lugas dan tegas bahwa Ia tidak memandang kuantitas dan rutinitas tanpa cela, melainkan kualitas dan dampak nyata dari iman yang dilatih oleh umat-Nya. Tuhan berkata, “Sesungguhnya, pada hari puasamu engkau masih sibuk dengan urusanmu, dan kamu menindas semua buruhmu...Itukah yang kau sebut puasa, hari yang disukai TUHAN? Bukan! Berpuasa yang Kukehendaki ialah supaya engkau membuka belenggu-belenggu kelaliman dan melepaskan tali-tali kuk...”

Sahabat Alkitab, marilah kita masuki masa prapaskah ini dengan kesadaran iman untuk mendapatkan pertobatan. Inilah porsi upaya iman yang memang menjadi tanggung-jawab kita sebagai manusia yang percaya kepada Tuhan. Kita tidak dapat menganggap bahwa segala rutinitas yang kita bangun dalam hidup beribadah adalah cukup tanpa disertai dengan kerendahan hati dan evaluasi yang nyata apakah perhatian serta orientasi iman kita masih terarah kepada Sang Kehidupan yang sejati itu atau justru sedang tertuju kepada diri sendiri? Ingatlah, pertobatan menjadi tanda keseriusan hidup beriman dari seseorang yang berusaha untuk mengalami relasi yang semakin intim bersama Tuhan dan memiliki kualitas iman yang asli sebagai umat-Nya.