Iman Karena Ketakutan?

Renungan Harian | 13 Januari 2022

Iman Karena Ketakutan?

Melalui tafsirannnya, Yohanes Calvin menganggap Nebukadnezar sebagai orang dengan keimanan yang sementara kepada Allah. Ia berulang kali mengakui dan memuliakan Allah, namun berbalik pongah kemudian. Hal ini sangat dibuktikan dengan sikap Nebukadnezar yang berulang-kali berubah terhadap Allah. Pada ayat 29 memang dituliskan bahwa Nebukadnezar berkata, “Terpujilah Allahnya Sadrakh, Mesakh dan Abednego! Ia telah mengutus malaikat-Nya dan melepaskan hamba-hamba-Nya, yang telah menaruh percaya kepada-Nya, dan melanggar titah raja, dan yang menyerahkan tubuh mereka, karena mereka tidak mau memuja dan menyembah allah manapun kecuali Allah mereka.” 

 

Pada satu sisi, kita dapat menilai pernyataan ini disampaikan oleh Nebukadnezar sebagai sebuah pengakuan kuasa Allah yang didasari oleh perasaan takut. Peristiwa yang baru saja ia saksikan, ketika Sadrakh, Mesakh dan Abednego keluar dari perapian tanpa terjadi sesuatupun telah menimbulkan ketakutan yang begitu besar dalam diri Nebukadnezar. Ia memandang Allah sebagai sosok yang berkuasa. Hal yang disayangkan adalah ia hanya memandang Allah secara demikian, dari perspektif kekuasaan. Mungkin ini pula yang membuat Nebukadnezar, seperti penilaian Calvin, berulang kali mengubah sikapnya terhadap Allah. Tidak heran jika berikutnya Nebukadnezar justru memberikan titah yang menimbulkan ketakutan tambahan bagi rakyatnya.

 

Seperti yang muncul pada ayat 29, Nebukadnezar berkata, “Sebab itu aku mengeluarkan perintah, bahwa setiap orang dari bangsa, suku bangsa atau bahasa mana pun ia, yang mengucapkan penghinaan terhadap Allahnya Sadrakh, Mesakh dan Abednego, akan dipenggal-penggal dan rumahnya akan dirobohkan menjadi timbunan puing, karena tidak ada allah lain yang dapat melepaskan secara demikian itu.” Nebukadnezar menanamkan ketakutan dalam diri rakyat Babel terhadap Allah.

 

Apakah sikap demikian adalah hal yang benar dalam kehidupan beriman? Apakah beriman kepada Allah berarti kita menjadi ketakutan terhadap-Nya? Apakah iman berarti ketakutan? Kita tentu sepakat bahwa sikap yang demikian tidak dapat dikategorikan sebagai wujud iman. Iman yang demikian bersifat sementara karena pada saat ketakutan itu mulai pudar, maka pada saat itulah keimanan akan menghilang.

 

Sahabat Alkitab, marilah kita membangun keimanan yang berlandasakan ketulusan kepada Allah, bukan berlandaskan ketakutan.

Iman semestinya dibangun dengan dasar ketulusan dan keintiman relasi, bukan melalui perasaan takut apalagi terancam.

Logo LAILogo Mitra

Lembaga Alkitab Indonesia bertugas untuk menerjemahkan Alkitab dan bagian-bagiannya dari naskah asli ke dalam bahasa Indonesia dan bahasa daerah yang tersebar di seluruh Indonesia.

Kantor Pusat

Jl. Salemba Raya no.12 Jakarta, Indonesia 10430

Telp. (021) 314 28 90

Email: info@alkitab.or.id

Bank Account

Bank BCA Cabang Matraman Jakarta

No Rek 3423 0162 61

Bank Mandiri Cabang Gambir Jakarta

No Rek 1190 0800 0012 6

Bank BNI Cabang Kramat Raya

No Rek 001 053 405 4

Bank BRI Cabang Kramat Raya

No Rek 0335 0100 0281 304

Produk LAI

Tersedia juga di

Logo_ShopeeLogo_TokopediaLogo_LazadaLogo_blibli

Donasi bisa menggunakan

VisaMastercardJCBBCAMandiriBNIBRI

Sosial Media

InstagramFacebookTwitterTiktokYoutube

Download Aplikasi MEMRA

Butuh Bantuan? Chat ALIN


© 2023 Lembaga Alkitab Indonesia