Teks pesan kenabian Zakharia sebagai bacaan permenungan hari ini telah menjadi salah satu bukti tentang pentingnya praktek berpuasa dalam keimanan bangsa Israel kuno. Pernyataan Tuhan mengenai puasa pada kedua ayat ini pun menjadi jawaban terhadap pertanyaan yang telah diajukan oleh para umat terhadap para imam seperti yang muncul pada pasal 7. Namun, intensitas waktu berpuasa berdasarkan jawaban Tuhan adalah lebih tinggi dibanding pertanyaan umat. Apabila pada pasal 7 mereka menyangka berpuasa hanya dilakukan pada bulan kelima, maka berdasarkan teks ini Tuhan justru memerintahkan agar puasa dilakukan pada bulan keempat, kelima, ketujuh dan kesepuluh. Lebih lanjut, Tuhan menitikberatkan nilai praktek berpuasa sebagai perayaan atas kesukaan dan kegembiraan pada diri umat.
Penegasan tentang nilai berpuasa pada ayat ini adalah penting untuk dipahami oleh bangsa Israel agar mereka tidak kehilangan nilai dan pemaknaan yang tepat pada saat melakukannya. Persoalannya sesuai dengan pemahaman mereka terkait berpuasa, seperti yang tergambar dalam pertanyaan yang muncul pada pasal 7 ayat 3, mereka masih menjalani puasa sebagai formalitas belaka. Berpuasa yang mereka lakukan secara rutin itu justru tidak menolong mereka untuk membangun relasi yang semakin intim dengan Tuhan. Itulah mengapa, Tuhan mendidik mereka agar melakukan puasa sebagai perayaan penuh kesuka citaan. Lebih dalam lagi, Tuhan ingin umat melakukan itu dalam kesadaran untuk mewujudkan kebenaran dan damai, yakni dua kualitas hidup yang begitu ditekankan oleh Tuhan agar mereka wujudkan dalam hidup keseharian sebagai respons iman atas penyelamatan Tuhan dari pembuangan. Dengan kata lain, Tuhan sedang menekankan kepada umat agar tidak kehilangan nilai teologis dan pemaknaan relasional yang mendalam pada saat menjalankan ritus-ritus rutin.
Sahabat Alkitab, permenungan ini telah memberikan kita kesempatan membangun respons dengan kesediaan untuk menilik ke dalam diri sendiri, khususnya terkait alasan, tujuan dan pemaknaan dari setiap praktek peribadatan yang kita lakukan, entah yang dilakukan personal maupun komunal. Pada dasarnya setiap umat Tuhan perlu memahami bahwa segala praktek ritus yang kita miliki selayaknya menjadi media untuk merayakan iman dalam kesadaran dan ikatan relasional yang intim bersama Tuhan.