Salah satu kecenderungan manusia adalah terlalu mudah melupakan pertolongan. Pada saat seseorang membutuhkan pertolongan biasanya ia akan berusaha maksimal untuk mengharapkannya. Namun, ketika hidupnya mulai terasa nyaman biasanya ia cenderung untuk melupakan kondisi hidupnya tersebut. Hal ini sangat mudah terjadi entah terhadap sesama manusia dan TUHAN. Mungkin, anda pernah berada pada posisi sebagai orang yang dilupakan setelah memberikan bantuan atau bahkan kita pernah juga berada pada posisi yang melupakan. Pada pagi ini, marilah kita berefleksi serta mengevaluasi diri dalam kerendahan hati melalui penghayatan terhadap Keluaran 15:1-10.
Syair pujian di dalam perikop ini merupakan bentuk kesaksian Musa dan bangsa Israel atas segala peristiwa iman yang nyata mereka alami. Terdapat beberapa nilai teologis yang muncul di dalamnya, yakni: pertama, bangsa Israel hanya dapat melanjutkan hidup dalam dan dengan pertolongan TUHAN; kedua, TUHAN adalah satu-satunya pihak yang berkarya secara dominan dalam perjalanan kehidupan bangsa Israel; ketiga, segala kekutan yang melawan TUHAN tidak akan mampu meruntuhkan segala rancangan-Nya; keempat, TUHAN selalu punya cara untuk menyelamatkan umat-Nya.
Musa dan bangsa Israel yang baru saja merasakan semua muatan nilai teologis itu tidak mengulur waktu untuk menghasilkan puji-pujian kepada TUHAN. Bahkan, di dalam tradisi Israel dan literatur-literatur Yahudi kita dapat menemukan cukup banyak cuplikan syair-syair pujian maupun kalimat-kalimat hikmat yang juga beririsan dengan perikop ini. Hal ini menjadi penting agar umat Israel dari generasi ke generasi tidak melupakan pengalaman iman yang penuh makna dan berarti.
Pengucapan syukur melalui puji-pujian tidak hanya bersifat kondisional dan sementara. Justru, idelanya setiap ucapan syukur dari seorang percaya menjadi bentuk penegasan relasi sekaligus sebagai pengingat yang bersifat tahan-lama tentang peran dan otoritas TUHAN bagi dirinya. Artinya, setiap kita perlu melantunkan pujian dalam hati yang tulus untuk mensyukuri karya TUHAN dalam hidup kita. Hal ini pun dilkaukan bukan hanya untuk merayakan sesuatu yang sedang kita alami di masa sekarang melainkan sebagai pengingat di masa depan, bahkan ketika situasi hidup terasa terlalu berat.
Pengucapan syukur melalui puji-pujian tidak hanya bersifat kondisional dan sementara. Justru, idealnya setiap ucapan syukur dari seorang percaya menjadi bentuk penegasan relasi sekaligus sebagai pengingat yang bersifat tahan lama bahkan ketika kehidupan kita tidak sedang baik-baik saja.