Pernahkah kita takjub ketika melihat anak atau keponakan yang berusia balita mengatakan atau melakukan sesuatu yang tidak pernah kita ajarkan sebelumnya? Kita sadar betul bahwa rupanya tindakan-tindakan itu adalah hasil meniru orang-orang dewasa di sekitarnya. Contoh sederhana ini mengungkapkan tantangan sekaligus peran kita sebagai orang tua, yakni tidak hanya mengajarkan yang baik kepada mereka melainkan juga meneladankan sikap, kata-kata, dan tindakan yang baik. Hal ini juga berlaku pada pendidikan iman kepada anak-anak atau generasi yang lebih muda. Maka pertumbuhan iman anak-anak kita juga tergantung dari cara kita mengajarkan dan meneladankan sikap-sikap iman kepada mereka. Sayangnya, banyak dari antara kita melalaikan hal tersebut.
Inilah yang juga terjadi pada generasi pendahulu bangsa Israel. Allah melalui Yesaya mengingat mereka akan tindakan-tindakan para pendahulu yang melalaikan bakti dan kewajiban kepada Allah. Salah satu yang disoroti dalam perikop ini adalah tentang ibadah kurban. Umat Israel sebelum masa pembuangan melakukan ibadah kurban dengan tidak semestinya serta didasari dengan motivasi yang salah. Bukan hanya itu saja mereka melakukan kekejaman dan kekerasan terhadap sesamanya. Akibatnya hukuman Allah datang menimpa bangsa tersebut.
Mungkin kita dapat memandang hukuman Allah ini dari sisi lain, yakni saat generasi pendahulu tidak mencontohkan apa yang benar, maka generasi penerus juga tidak memiliki contoh tentang apa yang benar. Akibatnya terjadilah kerusakan sistemik. Sehingga tidak ada lagi orang yang melakukan ibadah serta perintah Allah dengan benar. Penghayatan keagamaan yang kurang tepat menghasilkan pengamalan agama yang dangkal dan membuat agama tidak lagi mempunyai daya untuk mengubah moralitas masyarakat. Jika hal ini yang terjadi maka kekalahan bangsa dan terancamnya kedaulatan negara hanya tinggal menunggu waktu.
Sahabat Alkitab, marilah kita berjuang untuk menjadi generasi-generasi pendahulu yang punya keterbebanan dan komitmen untuk mendidik generasi penerus. Hal itu dimulai dengan memberikan keteladanan iman kepada anak, adik, cucu, ataupun keponakan, yang menjadi lingkaran terdekat kita. Pada saat yang sama kita juga perlu membangun kesadaran bahwa kita juga merupakan produk pendidikan orang tua kita. Jika ada yang belum pas dari hasil pendidikan itu terutama tentang keimanan, maka berjuanglah untuk belajar akan apa yang benar. Bukankah kita mendambakan kualitas manusia Indonesia yang baik?