Sebuah ikatan perjanjian akan dapat bertahan dengan lama dan mendapatkan manfaat terbaik dari pelaksanaannya jika kedua belah pihak atau lebih yang terlibat dalam perjanjian betul-betul menjaga, menghargai, serta melaksanakan perjanjian tersebut dengan sungguh. Mulai dari perjanjian antar dua rekan usaha hingga ikatan (perjanjian) pernikahan dilangsungkan dengan prinsip tersebut. Lantas, bagaimana jika ikatan perjanjian yang dibangun adalah antara Allah dengan kita umat-Nya. Itulah yang juga diungkapkan dalam perjanjian Lama antara Allah dengan Bapa-bapa leluhur Israel. Dalam perjanjian tersebut dinyatakan bahwa untuk selama-lamanya Allah menjadi Tuhan atas Israel, dan Israel menjadi umat Allah yang menaati Allah dengan segala ketetapan-Nya.
Mazmur 50:7-15 melanjutkan bagian sebelumnya yang menempatkan umat seolah-olah tengah berada di pengadilan ilahi. Pada bacaan kali ini Allah sebagai Sang Hakim nampak mengajukan pokok perkara atas Israel. Sungguh tepat jika selama ini umat memelihara perjanjian dengan Allah melalui ibadah dan korban syukur yang ditujukan kepada Allah, tetapi pada saat yang sama rupanya Allah melihat kecenderungan umat yang melakukan hal tersebut tidak didasarkan pada pemahaman yang benar. Rupanya ada segelintir pihak yang merasa bahwa persembahan syukur atau kurban kepada Allah tersebut merupakan pemberian jasa kepada Allah. Mereka menyamakan Allah dengan ilah-ilah yang menuntut persembahan dengan imbalan bahwa manusia akan menjalani kehidupan yang lebih baik. Segala sesuatu adalah milik Allah semata dan Ia jauh lebih berkuasa atas apapun juga, maka jikalau Tuhan memberi kesempatan bagi manusia untuk mempersembahkan kurban hal tersebut adalah karena manusia dilatih untuk bersyukur senantiasa atas segala yang telah Tuhan hadirkan di dunia. Tuhan ingin agar umat Israel menghayati bahwa penyembahan kepada Allah harus dilandasi oleh hati yang senantiasa mensyukuri karya-Nya yang telah menganugerahkan keselamatan kekal. Melalui perintah untuk selalu menepati nazar atau janji yang telah diucapkan di hadapan Allah, Tuhan ingin agar umat Israel menyembah Dia dengan menghargai kedaulatan dan kekuasaan-Nya.
Ibadah yang benar tersebut pada akhirnya menggerakkan umat untuk senantiasa mewujudkan relasi yang dekat dengan Allah. Kehidupan umat pun diperbaharui seturut dengan rasa syukur yang terus dipanjatkannya kepada Allah.
Lantas bagaimanakah sikap dan motivasi hati kita selama ini dalam beribadah serta membangun relasi dengan-Nya? Jangan-jangan kita hanya menganggap bahwa itu semua hanyalah formalitas belaka. Marilah kita memanjatkan syukur dengan sungguh kepada Tuhan atas segala hal yang telah dikerjakan-Nya. Hanya oleh belas kasihan-Nya sajalah kita dimampukan untuk menyongsong hari demi hari.