Viktor E. Frankl, seorang psikiater dan penyintas Holocaust, menulis tentang arti kehidupan dalam penderitaan. Ia berkata, “The only people who understand are the ones who have walked the same path.” Pernyataan ini menggambarkan bahwa pemahaman sejati atas penderitaan hanya bisa datang dari mereka yang telah mengalaminya sendiri. Dalam hidup, kita sering merasa sendirian dalam kesulitan kita, seolah tidak ada yang benar-benar mengerti apa yang kita rasakan. Namun, dalam setiap jalan yang penuh cobaan, mungkin saja ada pengertian mendalam atas penderitaan kita oleh mereka yang pernah menjalani perjalanan serupa.
“Diam! Aku hendak bicara, apa pun yang akan terjadi atas diriku!” (Ayub 13:13). Ayub meminta perhatian untuk menyatakan hatinya meskipun itu berarti siap menanggung resiko yang lebih besar. Ia ingin Tuhan mendengarkan pengakuan hatinya, meskipun situasinya semakin sulit. Ia berani mempertanyakan dan menjelaskan dengan jujur tentang perjalanan hidupnya yang penuh penderitaan. Ia tidak hanya mengandalkan Tuhan ketika segala sesuatu berjalan baik, tetapi bahkan dalam keadaan yang tampaknya mengerikan sekalipun, ia tetap percaya kepada Tuhan. Bahkan ketika sahabat-sahabatnya terus memberikan penilaian yang salah, Ayub tidak pernah meragukan integritasnya di hadapan Tuhan.
Hal lain yang menarik untuk kita perhatikan adalah ungkapan Ayub yang demikian, “Siapa mau berperkara dengan aku? Pada saat itu juga aku mau diam dan binasa” (Ayub 13:19). Menunjukkan bahwa mempertahankan kebenaran adalah satu-satunya hal yang tersisa dalam hidupnya yang hancur. Jika memilih untuk diam dan mengalah, ia merasa seperti kehilangan segalanya. Keberanian untuk mempertahankan kebenaran ini adalah upaya Ayub untuk berjuang di tengah ketidakpastian hidupnya.
Sahabat Alkitab, kita tentu setuju bahwa iman yang sejati tidak dibentuk oleh situasi yang nyaman, tetapi oleh keteguhan hati di tengah kesukaran. Ketika segala sesuatu tampak demikian buruk, kita tidak harus berdiam diri atau menyerah. Bahkan dalam penderitaan, iman kita diuji dan diperkuat. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Ayub, “Lihatlah, Ia hendak membunuh aku, tak ada harapan bagiku, namun aku hendak membela perilakuku di hadapan-Nya.” Melalui Ayub kita diperlihatkan, betapa kuatnya iman yang berdiri teguh di atas relasi mendalam dengan Tuhan.