Kesuksesan dan kegagalan adalah dua sisi yang selalu hadir dalam kehidupan manusia. Kadangkala kita bisa menebak dari mana datangnya kegagalan. Namun seringkali semua datang seperti misteri berdasarkan hal-hal yang tidak dapat kita kendalikan. Sebagai orang beriman kita diundang untuk merefleksikan segala sesuatu dalam terang relasi kita dengan Allah. Jadi darimanakah datangnya kegagalan itu? Kita hanya bisa mencoba tetap menjalaninya dalam terang pernyataan iman dari Allah Sang Pemilik kehidupan.
Meskipun demikian tidak jarang juga kita melihat upaya-upaya untuk mengaitkan kegagalan-kegagalan dalam hidup sebagai bagian dari konsekuensi tindakan atau balasan setimpal atas perbuatan-perbuatan di masa lampau. Jika keberhasilan adalah tanda penyertaan serta keberpihakan Allah, maka kegagalan adalah tanda penghukumannya. Demikianlah pikiran segelintir orang. Termasuk dalam argumentasi yang disampaikan Zofar atas konsekuensi yang akan diterima oleh orang-orang fasik. Zofar menerima pengajaran atas Allah yang mendatangkan segala sesuatu dalam prinsip timbal balik, kemudian mencoba untuk menularkan apa yang baginya adalah kebenaran mutlak kepada Ayub sahabatnya.
Bagi Zofar orang fasik pasti akan celaka. Mereka adalah golongan yang rela memanipulasi sesama demi keuntungan. Merampas tanah orang lain yang sesungguhnya bukan hak mereka. Kekerasan terhadap orang miskin sendiri telah ditegur oleh para nabi Israel. Tiada bidang kegiatan yang lepas dari kehendak Allah. Kegiatan ekonomi harus melayani masyarakat dan memberikan kesempatan pada rakyat kecil untuk mendapat pekerjaan dan upah yang layak.
Akibat kerakusan orang-orang fasik maka mereka akan senantiasa takut bahwa rencana mereka akan gagal dan pengaruhnya berkurang; sesungguhnya ia tidak mengenal ketenangan dalam batinnya (ayat 20). Dalam kemewahan berlimpah-limpah, ia penuh khawatir dan ditimpa dengan kesusahan yang sangat dahsyat. Usaha-usaha yang telah dibangunnya dan dikira tidak dapat hancur akan mengalami kegagalan sedemikian rupa. Itulah ganjaran Allah bagi mereka yang fasik.
Sahabat Alkitab, pada satu sisi seruan Zofar pada Ayub di bagian ini mengingatkan kita kembali akan natur manusia yang begitu tamak bahkan rela untuk menindas sesamanya. Bukankah di masa kini kemiskinan lebih banyak terjadi karena faktor struktural atau dengan kata lain struktur yang menindas, serta keberpihakan hanya kepada mereka yang kaya? Demikian pula orang-orang modern yang dicekoki dengan beragam media yang seolah-olah mengajarkan dan membenarkan pencarian tiada henti atas kekayaan dan kemakmuran dengan menghalalkan segala cara. Kita diajak untuk merasa cukup dan sewajarnya dalam memperoleh keuntungan dan mencari pemenuhan kebutuhan hidup. Hidup tercukupi dan menjadi kaya tidaklah salah, tetapi menjadi kurang tepat jika semua itu diperoleh dengan cara-cara yang tidak tepat bahkan hingga menindas sesama.
Pada sisi yang lain argumentasi Zofar bahwa kegagalan selalu disebabkan sebagai hukuman Allah, perlu juga kita kritisi. Ayub adalah orang yang berkecukupan pada mulanya, tetapi ia kehilangan segalanya bukan karena ia berdosa dan kemudian dihukum Allah. Sesuatu terjadi dalam hidup kita berasal dari hikmat serta kebijaksanaan-Nya saja. Berhasil atau gagal, kaya ataupun miskin adalah kondisi yang semuanya membawa permenungan tersendiri dan harus berujung pada kesimpulan bahwa apapun yang terjadi dalam hidup kita, penghormatan dan pengutamaan Allah dalam hidup tidak boleh dilupakan.