Manusia adalah makhluk dengan akal budi dan kebebasan berpikir sebagai bagian dari ciri khasnya. Sayangnya kedua hal tersebut sering dipakai untuk menyembunyikan kegelapan dalam hatinya. Pembenaran demi pembenaran dikonstruksikan untuk menyelubungi dosanya sehingga seolah-olah dirinya adalah orang benar yang patut diteladani. Inilah gejala yang marak terjadi di dunia kita. Dunia yang seringkali begitu dangkal dan hanya terpesona kepada tampilan luar. Dunia yang menyukai topeng dan kegelapan karena terang sering kali menyingkapkan kebenaran yang menusuk hati yang telah dikuasai kegelapan.
Ayub menggambarkan sekelompok manusia yang hidup bertolak belakang dari tatanan moral dan spiritual. Mereka adalah pencuri, pezinah, pembunuh; orang-orang yang menolak cahaya bukan karena mereka tak tahu, tapi karena mereka membencinya. “karena kegelapan itu pagi hari bagi mereka sekalian, dan mereka sudah terbiasa dengan kengerian kegelapan.” (ayat 17). Suatu paradoks yang menggugah, fajar yang bagi dunia adalah harapan, bagi mereka adalah ancaman.
Namun, setelah menggambarkan kekelaman itu, Ayub mengarah ke kenyataan yang lebih dalam: meskipun mereka tampak kuat, hidup mereka tidak stabil dan nasib mereka telah ditentukan. Mereka akan dilupakan, dilenyapkan, bahkan tidak dikenang oleh rahim yang pernah melahirkan mereka. Sebuah gambaran yang keras dan penuh peringatan. Tetapi Ayub juga realistis. Ia tahu bahwa penghakiman tidak selalu langsung terjadi. Orang jahat bisa saja ‘meninggikan diri’, hidup dalam kemewahan, dan merasa aman. Namun, mata Tuhan tidak pernah tidur. Mereka tidak bisa lolos dari pengamatan ilahi, dan walau waktunya tak selalu sekarang, mereka akan ‘luruh, lalu kisut dan dikerat’.
Sahabat Alkitab, situasi zaman ini tampak tak jauh berbeda dari zaman Ayub. Banyak yang menolak terang bukan karena mereka tidak tahu, tapi karena terang membongkar. Banyak yang mencintai gelap karena di sanalah mereka bisa menyembunyikan wajah asli mereka. Namun bagi orang benar, terang tetaplah panggilan. Meski kegelapan tampak berjaya, Tuhan tidak diam. Ia melihat, mencatat, dan pada waktu-Nya akan bertindak. Seperti matahari yang menyingkapkan semua bayang-bayang, keadilan Tuhan akan mengungkap segalanya.