Judul renungan pada hari ini, yakni “Menolak Kasih Tuhan Demi Nikmat Sesaat” sudah cukup jelas menggambarkan perilaku bangsa Israel terhadap Tuhan. Di tengah situasi hidup yang sedang aman dan nyaman dalam pimpinan Tuhan, orang Israel justru memilih untuk ‘melengserkan’ pimpinan Tuhan atau lebih tepatnya menggeser diri mereka keluar dari pimpinan Tuhan dengan meminta raja sebagai pimpinan tertinggi dalam kehidupan mereka. Memang ada pengaruh dari kelalaian para pemuka agama yang membuat kekecewaan pada diri umat mengenai citra seorang pemimpin yang semestinya merefleksikan kemuliaan Tuhan, namun keputusan orang Israel untuk meminta raja sebagai pemimpin bagi mereka juga dipengaruhi oleh sifat iri pasca melihat kehidupan peradaban bangsa lain. Mereka menyangka bahwa hidup dengan memiliki seorang raja adalah jauh lebih baik dibanding hidup ‘hanya’ dipimpin oleh Tuhan, sosok yang mereka ikuti berdasarkan arahan dari manusia-manusia yang dipilih untuk menjembatani komunikasi di antara keduanya.
Keputusan untuk meminta raja memang terkesan menjanjikan, padahal mereka tidak menyadari bahwa itu hanya akan nikmat sesaat. Samuel pun sudah berusaha memperingati mereka mengenai segala kemungkinan yang akan terjadi jika mereka benar-benar hidup di bawah pimpinan seorang raja. Alih-alih mengalami hidup yang lebih baik, seperti yang mereka imajinasikan akibat membandingkan kondisi hidup mereka dengan kondisi hidup bangsa lain yang memiliki raja, Samuel justru memperingati bahwa hidup mereka akan menjadi jauh lebih buruk. Konsekuensi logis yang harus mereka tanggung adalah tanggung jawab untuk ‘merawat’ dan mengabdi kepada raja manusia itu.
Sahabat Alkitab, firman Tuhan pada hari ini telah mengajak kita untuk lebih cermat atas setiap keinginan yang muncul dalam diri dan setiap permintaan yang kita haturkan ke hadapan Tuhan. Jangan sampai kita justru terlena oleh cara pandang yang keliru, hingga sesat dalam pengambilan keputusan untuk menentukan hal apa yang kita inginkan. Sikap Israel pada perikop ini bukanlah sesuatu yang tidak mungkin terjadi dalam kehidupan kita sendiri. Alih-alih mengalami kenikmatan, kita justru sedang menggeser diri keluar dari pimpinan Tuhan. Alhasil, kita pun hanya akan mengalami hidup yang jauh dari Tuhan dan semakin melarat dalam suka dan harap. Oleh sebab itu, serahkanlah hidup sepenuhnya dalam pimpinan Tuhan dan jangan biarkan keinginan demi nikmat sesaat menggeser Tuhan dari prioritas hidupmu.