Pernahkah saudara mendengar peribahasa, Ada udang dibalik batu, yang berarti ada maksud tersembunyi dari apa yang ditampakkan seseorang atau sesuatu. Bagaimana jika peribahasa tersebut juga dikenakan dalam kehidupan iman kita? Jangan-jangan kita mendekat dan berelasi dengan-Nya karena menyimpan maksud-maksud tertentu seperti ingin diberkati dan dibebaskan dari segala penderitaan. Itulah yang disampaikan oleh Elihu.
Elihu menyingkapkan satu kenyataan pahit, bahwa banyak orang datang kepada Tuhan bukan karena mengasihi Dia, melainkan karena ingin keluar dari penderitaan. Mereka berseru, menangis, bahkan berdoa panjang, tetapi hati mereka tetap jauh dari Allah. Mereka mencari Pencipta hanya karena menginginkan pertolongan. Padahal, Allah tidak hanya mendengar kata-kata, tetapi melihat isi hati. Ia adalah Pribadi yang “memberi nyanyian pujian di waktu malam” (Ayub 35:10), sumber penghiburan sejati di tengah gelap. Kita dipanggil untuk mengenal Dia, bukan hanya meminta dari-Nya.
Elihu menyebut doa dari hati yang sombong sebagai “omong kosong” karena motivasinya. Sering kali dalam penderitaan, manusia merasa berhak atas jawaban Tuhan. Namun, doa yang dilandasi pembenaran diri akan kehilangan kuasanya. Allah bukan hanya pengasih, Ia juga kudus dan adil. Pada satu sisi kita melihat bahwa Elihu menyampaikan banyak kebenaran tentang karakter Allah – yakni Ia adil, sabar, dan tidak bisa disuap oleh doa-doa yang penuh kesombongan – tetapi ia sendiri jatuh ke dalam pemahaman yang kurang tepat tentang Allah. Ia menuduh Ayub bicara tanpa pengertian (Ayub 35:16), tetapi ia sendiri menutup telinga terhadap ratapan Ayub yang tulus. Dalam niat baiknya, Elihu lebih tertarik untuk menjelaskan teologi daripada mendengarkan penderitaan sesamanya. Ayub tidak butuh penjelasan panjang lebar tentang keadilan ilahi melainkan yang dibutuhkannya ialah kehadiran yang utuh serta bisa menangis bersamanya.
Pada titik ini, kita diingatkan bahwa kebenaran tanpa kasih seperti pisau yang tajam dan menyakitkan. Allah memang adil meskipun terkadang seruan kita tidak langsung dijawab-Nya. Ia tidak tunduk pada desakan manusia, tetapi Ia senantiasa peduli pada air mata dan desahan jiwa yang tulus. Maka, marilah kita datang kepada Tuhan bukan hanya karena kesesakan, tetapi karena kita mengasihi-Nya. Seruan yang didengar Allah adalah seruan dari hati yang hancur dan terbuka – bukan yang penuh keluhan, pembenaran, atau kesombongan.