Penderitaan adalah bagian integral dari kehidupan kita sebagai manusia. Memaknai penderitaan dengan demikian menjadi ciri khas peradaban manusia itu sendiri. Berbagai sudut pandang dan keyakinan iman dilahirkan saat memaknai derita. Pendapat Elihu dalam teks kali ini mewakili salah satu sudut pandang tersebut.
Dalam bacaan kali ini, Elihu mengajak kita melihat penderitaan dari sudut pandang yang berbeda—bukan sebagai tanda murka Allah, melainkan sebagai bagian dari proses pendidikan rohani, atau yang dalam bahasa Ibrani disebut musar (מוּסָר), disiplin ilahi. Elihu menawarkan sebuah kerangka berpikir heuristik—penderitaan sebagai sarana pembelajaran dan wahyu. Allah tidak menutup mata terhadap orang benar. Sebaliknya, Dia memperhatikan mereka, bahkan ketika mereka berada dalam penderitaan. Dalam pandangan Elihu, penderitaan bukanlah vonis akhir, melainkan sarana yang Allah pakai untuk membentuk, mengarahkan, dan memperdalam iman manusia. Mereka yang mendengar teguran Allah akan menikmati pemulihan dan kelimpahan, tetapi yang menutup hati akan berakhir dalam kehancuran. Ini menekankan bahwa penderitaan bisa menjadi media komunikasi ilahi, suatu bentuk musar yang mengundang kita membuka telinga rohani—bukan hanya menunggu jawaban, tetapi belajar mendengar dan mengerti maksud Allah.
Namun, Elihu juga memberi peringatan. Dalam ayat 13–15, ia membahas mereka yang menolak disiplin ilahi, yang hatinya semakin keras dan malah menuduh Allah tidak adil. Ayub sendiri, menurut Elihu, berada di titik kritis, apakah ia akan mendengarkan dalam penderitaannya atau menuntut Allah dalam kesombongan spiritual? Lanjutnya, pemulihan hanya akan datang jika Ayub bersedia menerima proses disiplin, bukan melawan atau mencoba menebusnya dengan kekuatan dan harta. Ini adalah panggilan untuk menundukkan diri kepada proses ilahi, meski tidak nyaman, adalah sarana kasih-Nya untuk membawa kita lebih dekat kepada-Nya.
Sahabat Alkitab, penderitaan memang tidak selalu mudah dimengerti. Ada misteri yang hanya dapat ditanggapi dengan iman dan ketekunan dalam diam. Karena itu, di tengah penderitaan yang kita alami, entah sebagai akibat dari kesalahan kita, atau sebagai bagian dari misteri hidup yang tidak sepenuhnya dapat dijelaskan, marilah kita membuka hati untuk dididik oleh Allah. Belajar berserah saat keadaan tak sesuai harapan, bersabar saat doa belum dijawab, dan setia melakukan kebaikan walau tak dilihat orang. Itu adalah bentuk tanggapan iman terhadap musar atau disiplin ilahi yang sedang membentuk karakter kita.