Pesan-pesan akhir dari Musa kepada bangsa Israel ini sudah cukup menggambarkan tentang kekhawatiran Musa atas potensi bangsa Israel untuk berpaling dari Tuhan. Pengalaman hidup selama puluhan tahun mengembara bersama tentu telah memberikan pengenalan yang sangat baik atas karakter orang Israel di hadapan Musa. Selama ini Musa pun telah berusaha menjadi mediator yang baik dalam relasi antara bangsa Israel dengan Tuhan. Tentu saja, pekerjaan itu tidaklah mudah untuk dilakukan. Namun, Musa selalu mengharapkan yang terbaik bagi masa depan bangsa tersebut. Secara khusus, Musa berharap agar mereka dapat membangun relasi yang intim dengan Tuhan dan mampu untuk menanggulangi kecenderungan hati mereka yang jahat yang selalu berusaha untuk meninggalkan Tuhan. Itulah mengapa, Musa memerintahkan agar para tua-tua menaruh kitab hukum di samping Tabut Perjanjian Tuhan sebagai saksi terhadap keputusan komitmen mereka untuk menjalani hidup sebagai umat Tuhan.

Perintah Musa untuk menaruh kitab hukum di samping Tabut Perjanjian Tuhan bukanlah dimaksudkan sebagai pernak-pernik dalam Kemah Suci. Namun, hal ini memiliki nilai yang begitu besar dan penting dalam hubungan antara bangsa Israel dengan Tuhan, sekaligus sebagai pengingat mereka terhadap komitmen menjalani hidup sebagai umat-Nya. Kitab hukum itu tidak semestinya dijadikan sekadar pajangan, melainkan menjadi bagian esensial dalam pembentukan karakter dan sikap hidup mereka dari hari ke hari.

Sahabat Alkitab, kita perlu menyadari bahwa firman Tuhan memiliki peran yang sangat penting untuk menahan segala dorongan jahat yang sangat potensial muncul dalam diri seorang manusia. Pertanyaannya sekarang, sebagai umat Tuhan, adalah apakah kita sudah cukup efektif menjalani hidup dengan menjadikan firman Tuhan sebagai pedoman hidup yang utuh? Atau, jangan-jangan kita masih terlalu asik menjadikannya sebagai pernak-pernik yang kita gapai hanya pada saat-saat tertentu?