Kitab Kejadian sudah lama menimbulkan banyak pertanyaan, konon teks ini paling banyak diteliti, dibahas dan dikomentari dalam Alkitab Perjanjian Lama. Pada Bincang Alkitab 11 Juli 2024, tema yang diangkat secara khusus membahas ungkapan tohu wabohu yang terdapat dalam teks Kejadian 1:2. Tohu wabohu dipahami dan diterjemahkan dengan pelbagai cara. Terdapat banyak penjelasan linguistik dan teologis, serta teori tentang sejarah, makna dan penerjemahan.
Kata tohu dapat diartikan sebagai ‘tandus’ atau ‘gersang’. Kita dapat membandingkan dengan kata midbar uvetohu (Ulangan 32:10). Kedua kata ini memiliki kesejajaran dengan kata ‘gurun’ (harfiah: gurun/tandus). Namun sejak awal para penafsir dan penerjemah melihat makna ‘tandus’ tidak terlalu cocok dengan konteks Kejadian 1. Maka makna-makna lain juga diusulkan, seperti: tidak/belum berbentuk, kacau, kekosongan, ketiadaan. Penggunaan kata tersebut tercermin dalam pelbagai terjemahan, termasuk Terjemahan Baru. Hal ini tak terlepas dari pengaruh tradisi penerjemahan dan tafsiran, intertekstualitas. Sedangkan kata bohu hanya muncul sebanyak tiga kali dalam teks Perjanjian Lama dan selalu dalam kombinasi dengan kata tohu. Biasanya kata ini dikaitkan dengan kata Arab bahiya yang artinya ‘kosong’ (rumah, kemah, tanah). Sehingga dapat ditarik sebuah pengertian bahwa kata tohu memiliki makna konkrit lokal-geografis, bukan sebuah diksi abstrak ontologis seperti: kekosongan atau ketiadaan.
Bagaimana memahami tohu wabohu dalam kisah penciptaan di kitab Kejadian 1?