Kekhawatiran terhadap ancaman resesi global kembali mengemuka. Sejak beberapa tahun terakhir, peringatan demi peringatan telah dilontarkan oleh para ahli ekonomi, termasuk lembaga internasional seperti Bank Dunia dan IMF. Mereka memperkirakan bahwa dunia akan menghadapi tekanan ekonomi yang serius akibat dampak pandemi COVID-19, perang berkepanjangan antara Rusia dan Ukraina, ketegangan geopolitik global, krisis energi, hingga perubahan iklim yang ekstrem. Kini di tahun 2025, berbagai indikator menunjukkan bahwa guncangan ekonomi yang dikhawatirkan itu belum sepenuhnya berlalu—bahkan berpotensi memburuk.
Bagi sebagian orang, ancaman ini dianggap nyata dan patut diwaspadai. Sebagian lainnya masih meresponsnya dengan skeptis. Namun bagi umat Tuhan, muncul pertanyaan yang mendalam: “Apa yang dikatakan firman Tuhan mengenai masa-masa sulit ini? Bagaimana seharusnya orang percaya bersikap? Haruskah kita takut? Atau justru menaruh pengharapan?”
Sikap untuk bersiap menghadapi kemungkinan terburuk bukanlah bentuk pesimisme, melainkan tindakan bijak. Mempersiapkan diri tidak akan merugikan. Jika badai ekonomi itu benar-benar datang, kita tidak jatuh dalam kepanikan. Sebaliknya, jika ternyata tidak separah yang dikhawatirkan, kita tetap dapat melanjutkan hidup dengan tenang.
Resesi Bukan Hal Baru
Alkitab sesungguhnya tidak asing dengan kondisi-kondisi ekonomi yang sulit. Bahkan sejak zaman para Bapa leluhur, catatan tentang kelaparan, krisis, dan penderitaan ekonomi berulang kali muncul. Dalam setiap masa sulit itu, Alkitab memberikan narasi yang kaya tentang bagaimana umat Tuhan melewatinya—bukan dengan panik, tetapi dengan iman, hikmat, dan pengharapan.
1. Abraham dan Resesi karena Bencana Alam (Kejadian 12:10)
Ketika Abraham baru saja tiba di tanah Kanaan, kelaparan hebat melanda wilayah tersebut. Karena kelaparan itu, ia terpaksa pindah ke Mesir untuk bertahan hidup. Ini adalah bentuk resesi akibat bencana alam, kemarau panjang yang menghancurkan pertanian dan peternakan.
2. Ishak: Bertahan dan Menjadi Kuat (Kejadian 26:1)
Situasi serupa dialami oleh Isak, anak Abraham. Kelaparan melanda lagi. Ia pergi ke Gerar dan tinggal di tengah orang Filistin. Di tempat asing itu, Ishak justru mengalami berkat dan menjadi sangat kaya, sampai orang-orang di sekitarnya merasa terancam.
3. Yakub dan Yusuf: Krisis Ekonomi Global di Mesir (Kejadian 42:5)
Kisah Yusuf di Mesir adalah contoh krisis ekonomi besar-besaran yang melanda kawasan luas. Kelaparan yang terjadi di tanah Kanaan memaksa Yakub dan anak-anaknya membeli gandum ke Mesir, yang pada saat itu menjadi pusat logistik pangan dunia. Ini adalah bentuk ‘resesi global’ versi zaman kuno.
4. Naomi dan Elimelek: Migrasi karena Krisis (Rut 1:1-2)
Pada masa para hakim, kelaparan membuat keluarga Naomi harus pindah ke tanah Moab. Kondisi yang tak memungkinkan untuk bertahan, membuat mereka harus meninggalkan rumah dan memulai hidup baru di negeri asing.
5. Daud: Kelaparan karena Konflik Politik (2 Samuel 21:1)
Pada zaman Raja Daud, kelaparan berlangsung selama tiga tahun. Kali ini, penyebabnya bukan karena alam, tetapi karena utang darah—konflik politik dan moral akibat dosa yang belum diselesaikan.
6. Elisa: Kelaparan Tujuh Tahun (2 Raja-raja 8:1-2)
Elisa menubuatkan kelaparan selama tujuh tahun, dan seorang perempuan disarankan untuk pindah dan menetap di wilayah Filistin selama masa paceklik. Ini menggambarkan ketahanan iman dan kemampuan untuk bertindak bijaksana di masa sulit.
Pelajaran dari Alkitab untuk Masa Kini
Maka jelas, bahwa resesi bukan sesuatu yang asing dalam sejarah. Dalam Alkitab, resesi bisa muncul karena dua penyebab utama: bencana alam (kemarau, kelaparan, penyakit) dan bencana politik (perang, penindasan, kekacauan kepemimpinan). Keduanya pun bisa hadir bersamaan—dan situasi kita hari ini tidak jauh berbeda.
Lantas, apa yang dapat kita pelajari?
- Kesadaran akan kenyataan dan bertindak bijak: Tokoh-tokoh Alkitab tidak menyangkal realitas. Mereka menanggapi dengan berpindah tempat, menyusun strategi, dan membuka diri terhadap perubahan. Artinya, sebagai umat Tuhan, kita juga dipanggil untuk cerdas membaca zaman dan bersiap dengan tanggung jawab.
- Menjaga iman dan pengharapan: Di tengah masa-masa sulit, umat Tuhan tidak dikuasai oleh rasa takut. Justru dalam situasi genting, iman diuji dan pengharapan semakin nyata. Banyak tokoh Alkitab mengalami pemulihan justru karena mereka tetap bersandar pada Tuhan.
- Solidaritas dan komunitas: Zaman sekarang menyediakan berbagai bentuk dukungan sosial—baik dari gereja, komunitas, maupun negara. Namun kisah-kisah Alkitab juga mengingatkan pentingnya menjadi keluarga Allah yang saling menopang, berbagi, dan menguatkan.
Iman yang Bertahan di Tengah Awan Gelap
Tahun 2025 mungkin belum menjadi akhir dari badai ekonomi. Bahkan, bisa jadi kita sedang berada di tengah gelombang berikutnya. Namun jika melihat sejarah Alkitab, kita menemukan bahwa krisis bukanlah akhir dari segalanya. Justru di tengah resesi, banyak tokoh iman menemukan pembentukan rohani, penyertaan Allah, dan jalan pemulihan.